Minggu, 23 Oktober 2011

Senja Sejenak [edisi spesial]


SUMPEK!!!!! SUMPAH SUMPEK BANGET.
Habis pulang kuliah. Otak hampir mampet karena dijejali teori-teori. Udah hampir aus, nih otak. Padahal besok otak yang sama harus kembali bekerja menyerap dan berkontribusi lagi dalam upaya memaksimalkan hidup di tengah dinamika yang harus dikejar oleh manusia. Hhhhh . . . keluhan terus memuntah dari mulut-mulut orang yang nggak bersyukur. Yah, selalu saja keluhan. Nggak sadar kalau anugerahNya nggak pernah lepas menyertai hidupnya sendiri. That was human, sob.
Perasaan bosan, jelas ada. Terutama bagi anak-anak asrama. Jauh dari orang tua, aturan yang membatasi ruang gerak, nggak boleh gini dan nggak boleh gitu . . . hhaaaaa . . .
Itulah yang bikin temen gue Wilda (Asal dari Sumut) ngajak gue jalan-jalan ke belakang kampus. Yap, kampus gue emang luas. Di belakangnya masih ada lahan yang cukup membuat kita merasa lapang. Masih asri, walaupun sekarang sedang dijamah karena mau dibangun laboratorium dan kolam renang. Tapi untungnya masih ada beberapa titik yang masuh utuh dan masih bisa menghibur hati dan pikiran yang berlumur beban. Cocoklah buat jadi tempat minggat untuk dalam waktu singkat. Soalnya kalau lagi sumpek di kampus, dan pilihan pertama lo adalah minggat ke gunung . . . woooo, itu jelas mustahil. So, lahan luas di belakang kampus IPDN emang paling mantab buat dijadikan tempat buat amnesia dari segala bentuk rutinitas kuliah.
Jadilah, sore habis pulang dari perpustakaan . . . gue sama Wilda langsung cabut ke kebelakang kampus. Mengitari wilayah belakang kampus yang sore itu sedang teduh dan cerah. Kadang ada awan hitam yang berarak tapi kadang juga berubah menjadi terang kembali karena awan hitamnya disapu angin. Hamparan luas perkebunan penduduk dan lapangan sepak bola yang masih meriah oleh anak-anak yang sedang bermain bola, membuat suasana hati kembali menjadi tenang. Segala sumpek dan bosan tercurah ke atas langit, lalu hilang bersama angin yang sepoi-sepoi.
Kita pergi ke danau dulu. Di dekat lahan kebun ada danau kecil. Gue lumayan sering menghabiskan waktu di sini. Karena sangat menenangkan. Walaupun nggak seluas Ranu Kumbolo tapi danaunya cukup asri. Masih ada sekawanan burung hitam yang mengitari danau untuk mencari ikan. Kadang masih kita temukan ular di sekitar danau bahkan kadal. Waktu itu aja kita sempat menemukan kadal yang sedang berjemur dan ular yang sedang berenang. Yahhhh . . . lumayan lah buat menghibur.
Next, menjelang maghrib . . . gue sama Wilda beranjak ke belakang KSA (Kamar sakit praja). Di belakang KSA ini ada sawah-sawah penduduk yang apabila mau ke sana harus turun dulu. Nah, di atas sawah itu ada pohon yang udah gundul, daunnya lagi nggak ada, tapi mulai bermunculan tunasnya (mau musim hujan soalnya), dan dekat pohon itu ada tempat duduk . . . di situlah kami menghabiskan waktu senja . . . menikmati senja . . .
Guys, ini hasil bidikan gue sama Wilda. SPECIAL EDITION!!!!
















powered by: Allah Yang Maha Indah
foto by: Wilda feat. Norma

THE POWER OF SAMBAL TERASI, hanya di sini . . . di INDONESIA (Sumedang Part III)


Ceritanya udah lama sebenarnya. Cuman gue lupa posting, (maklum . . . orang keren kayak gue sekarang lagi sibuk banget. weeeeekkkk . . . ) Udah lama banget, sih. Sejak masih bintang dua alias Nindya Praja. masa rame-ramenya bikin eksperimen nggak jelas bareng orang-orang yang juga nggak jelas. Hahahaha . . . tapi ya itulah namanya anak muda. Anak muda biasanya giat banget nyoba hal-hal baru dengan dalih buat nambah pengalaman. Sungguh . . . itu pemikiran anak muda yang sok dewasa banget. padahal anak singkong juga. Yang penting enjoy lah. Walaupun kesempatan serba terbatas, tapi . . . itu bukan penghalang. Dan itulah gunanya berani mengambil keputusan.
Ceritanya gue deket banget sama Teh Teti yang jualan di KSP (Kantin samping peprustakaan) IPDN. Teh Teti ini jualan bala-bala (sejenis gorengan), jualan batagor (batagor kuah maupun nggak pake kuah), langganan gue lah pokoknya. Cerita persisnya gue juga kurang jelas. Entah gimana . . . gue jadi dekat sama dia. Yang pasti gue sering beli bala-bala sama dia. Gue suka berat sama bala-bala, dan yang jualan bala-bala di kampus gue yang cuma Teteh yang asli Sumedang ini.
Nah, selain keren . . . gue kan orangnya juga ramah  . . . (wkwkwkwk . . .(*&(*^*^*&) saking ramahnya, tiap kali gue jajan bala-bala di dia, gue pasti ajak ngobrol dia . . . apa aja pasti gue tanyain. Penting nggak penting yang penting gue nanya aja sama dia, yang pentingnya lagi selalu munculkan tema kalau gue beli bala-bala atau batagor sama dia.
“Teh . . . jualan bala-bala dari kapan???”
“Teh . . . bumina dimana???”
“Teh . . . ari bade ka Sabuga kumaha nyak???”
“Teh . . . bahasa Sundanya lapar naon???”
Pokonya A sampe Z intinya nanyaaaaaa aja terus. Sampai itu Teteh jadi hapal sama gue. Hahahah. Lagian menurut gue itu Teteh seru kalau diajak ngobrol dan Teteh ini juga salah satu orang yang paling berkontribusi dalam upaya peningkatan jumlah vocabulary bahasa Sunda gue selama hidup di tanah Sangkuriang ini (tttssaaaaaahhhh . . .)
Yang penting ngobroooolllll . . . tentang apa aja diomongin (penting nggak penting pokoknya).
Jadi akhirnya gue deket sama dia. Jadi kayak temenan lah sama Teteh yang punya anak satu ini. Gue sama temen gue yang bernama Istiqomah, walaupun namanya Istiqomah tapi masih belum terlalu sesuai juga sama namanya, bro. nama emang Istiqomah, tapi orangnya separoh Sleman separoh Kaltim (diragukan juga, nih keistiqomahannya . . . wkwkwkwkw . . .) nah, partner gue yang satu ini juga dekat sama Teh Teti. So . . . kita bertiga ce-es an . . .
Selanjutnya, nih Bro. pas gue lagi jajan batagor sama Mbak Qomah di Teh Teti . . . Teh Teti ngajakin makan di rumah dia. Wwaaaahhhh . . . jarang-jarang kita diajak makan sama orang luar.
“Yok, entar makan sareng teteh. Teteh bikinken liweut, ikan asin plus sambal terasi . . .”
Jiiiaaaahhhhh . . . melelehlah sudah semuanya . . . dari keringat sampe air liur . . . MELELEH SAUDARA-SAUDARA . . .
Maklum lah, di Menza (tempat makannya Praja) jarang banget bisa makan sambal terasi. Paling sebulan hanya beberapa kali. Apalagi ikan asin . . . oh God . . . ikan asin udah jadi barang lux kalau buat gue selama di kampus. Nasi liweut . . . hhhhmmmm . . . terakhir gue makan nasi liweut pas gue masih Madya Praja waktu ada praktek lapangan di Jingkang, sebuah Desa yang letaknya di tengah hutan dan masuk kabupaten Sumedang, yang mau ke sana saja harus menempuh jarak ratusan kilo dengan kondisi jalan lebih cocok dipakai buat lomba naik gunung. Subhanallahhh . . .
“Mau . . . MAU BANGET KITA TEH . . .”
Muka gue sama Mbak Qomah udah muka-muka penuh nafsu gitu. Bener-bener pengen nyantap makanan itu lagi. setelah sekian lama meninggalkan salah satu peradaban kami yang indah itu. Rindu, euy.
“Mangga . . . hari minggu tapinya . . .” Kata Teteh.
“Okai, Teh. Minggu kami ke rumah Teteh.”
FIX GAN . . .
Sesuatu banget, ya . . . udah lama nggak makan gituan. Anugrah banget apabila kembali berkesempatan menyantap nasi liweut lagi. gue sama Mbak Qomah udah nggak sabar menunggu hari perjamuan makan itu datang. Seminggu berasa lama banget. padahal pikiran ini udah lumayan gonjang-ganjing, nggak tenang, dan nggak sabar lagi pengen segera hari minggu.
Udah terbayang gimana khasnya nasi liweut . . . hhhmmm, nasi liweut yang dibuat di Sunda, dibikin oleh orang Sunda, disajikan oleh orang Sunda, dan dimakan bersama-sama orang Sunda . . . sambal terasinya . . . yang mak nyooossss, yang bisa bikin keringat meleleh, air mata meleleh, bahkan ingus pun mungkin akan meleleh (sungguh . . . THE POWER OF SAMBAL TERASI), ikan asin . . . hhhhhaaaa, apalagi yang ini. Andalan banget pokoknya, coy.
Menu rakyat tapi kepuasannya konglomerat. Ajjiiiibbbbbbb . . .
Rencana udah tersusun dengan manajemen tinggi. Prediksi kami adalah kegagalannya 0%. Perjamuan makan bareng Teh Teti akan sukses 100%. Jauh-jauh hari kita udah dikasih tau dimana letaknya rumah Teh Teti. Rumah Teh Teti cukup gampang (katanya . . .) naik angkot 04 dan berhenti di Citali. Seperti itulah istruksi yang diberikan Teh Teti pas hari sabtu kita rapat sebentar di KSP untuk merencanakan tekhnis keberangkatan.
Dan ini lah yang sangat ditunggu-tunggu . . .
Hari minggu, seperti biasa . . . PESIAR. Bada Zuhur kita berdua langsung cabut pake angkot 04.
“Bapak, antarkan ke Citali.” Kata gue.
Angkot pun meluncur menuju Sumedang. Gue terus berkomunikasi sama Teh Teti lewat hp. Selama diperjalanan Teh Teti selalu ngasih kami arahan.
“Pokoknya setelah lewat Tanjung sari. Ada pangkalan ojeg. Nama daerahnya Citali. Bilang aja Citali ke Bapak sopirnya. Entar berhenti dekat pangkalan ojeg.” Begitulah . . .
Lintasan Jatinangor Sumedang lagi panas-panasnya dan macet tentunya. Tapi bayangan akan nasi liweut, sambal terasi plus ikan asin udah bikin kita maboookkk . . . nggak sabar pengen segera sampai ke rumah Teh Teti.
Tanjung Sari udah lewat. Gue sama Mbak Qomah waspada sambil lihat-lihat sekeliling, untuk memastikan ada nggaknya pangkalan ojeg.
“Neng . . . ini udah di Citali.” Seru Pak sopir.
“Berhenti di pangkalan ojeg, Pak.” Pinta gue bersemangat. Waktu itu gue sambil nelpon Teh Teti.
Angkot masih melaju tapi dengan kecepatan lambat, karena mau nguber pangkalan ojeg ceritanya. Pas gue nelpon Teh Teti . . . gue lihat Teh Teti lagi berdiri di pinggir jalan pake baju biru.
“Qomah . . . itu Teh Teti . . .” gue berseru penuh kemenangan. Dan angkot pun berhenti.
Alhamdulillah . . . NYAMPE DI CITALI.
“Nggak nyasar, kan???” Tanya Teh Teti.
Rumah Teh Teti emang gampang. Kami segera menuju rumah Teh Teti yang ternyata harus melewati sebuah tangga. Ooohhhh . . . ternyata rumahnya Teh Teti ini masuk kawasan perbukitan. Setelah melewati tangga dan tugu (nggak ngerti juga nih tugu apaan, kayaknya nih, tugu ada hubungannya sama pertanian. Karena nggak jauh dari kawasan rumah Teh Teti ini ada sekolah Menengah Kejuruan yang bergerak di bidang pertanian. Dan ini tugunya berhubungan sama pertanian itu) kita sempet narsis dulu, lah dikit . . .
inilah, orang-orang keren yang sedang menyelesaikan ekspedisi Citali (THE POWER OF SAMBAL TERASI):fotooooooooooo






Setelah melewati tangga . . . kami kemudian melewati jalan setapak yang cukup menanjak dan lumayan landai. Tapi karena lagi pake sepatu PDH yang ber-hak, kami cukup kelelahan juga waktu melewati tanah yang menanjak ini. Di sekeliling jalanan yang menanjak ini, nampak perkebunan penduduk. Ada pisang, kubis, sayur-sayuran . . . dll (dan lupa lagi). angin sepoi-sepoi mulai mengeringkan keringat kami selama kepanasan di angkot yang pengap . . . yang terasa adalah kesegaran . . . sejuk . . .
Nampak juga landscape Gunung Geulis dan atap rumah-rumah penduduk Citali dari bukit ini. Cerah . . .






Selama ini keluhan lah yang paling banyak mengambil peranan
Dan manusia lebih senang dipukul oleh rasa tidak puas
Arogansi meluap-luap menunggu diberi tanggap
Sempit . . . sempit . . . ruang berbatas oleh sesuatu yang normatif
Melupakan sebagian kecil yang juga menjadi bagianmu yang paling setia
Hanya saja . . .
Manusia dengan angkuh segala rupa
Seisi hati dan pikir hanya egois meraja
Sepertinya bebas . . . tapi meringkuk dingin sambil memukul-mukul dinding penuh grafiti yang mengintimidasi kemanusiaan
Selalu lupa . . . itulah manusia
Pada bagian-bagian yang seharunya ada tapi dianggap tai dan hilang saja
Tidak ada inisiatif untuk membuka dan merentangkan lengan selebar-lebarnya sayap langit
Mengabaikan segala bentuk kegalauan yang melelahkan
Merasakan keramahan mereka ketika kau sering apatis pada mereka
Mencairlah . . . arogansi tai itu
Satukanlah . . . karena kita memang bagian yang satu . . .
Menempuh jalan setapak yang mulai datar dan inilah rumah Teh Teti . . . awalnya canggung juga, sih sama keluarga Teh Teti yang lagi pada ngumpul. Tapi . . . dibilang enjoy aja. Lagian keluarganya juga ramah-ramah, welcome sama orang-orang kayak kami (orang-orang keren walaupun nggak jelas, hahahaha . . .)
“Nih, udah dimasakin . . .” Teh Teti menunjukkan beberapa item masakan yang udah dia ceritakan sebelumnya . . .
Kami hanya ternganga . . . heran . . .
Ternyata . . . TETEHNYA UDAH MASAKIN SEMUANYA . . .?????!!!!!
Haloooo, gue pikir tekhnisnya kita bakal masak bareng . . . ternyata udah dimasakin sama Tetehnya. Sesuatu banget, ya . . . subhanallah . . .
Kami pun membawa item-item masakan dan peralatan makan. Nggak ketinggalan alas untuk duduk juga buat acara makan-makan di saung dekat kebun-kebun penduduk . . . nyam-nyammmm . . . aroma sambal terasi dan ikan asin yang khas udah menggelitik hidung. Pasti maknyosssssss . . .
WILUJENG TUAAANNGGGG . . . SADAYANA . . .






Nasi liweut dipadu dengan ikan asin, makin meleleh dengan adanya sambal terasi, makin khas dengan tahu, pas banget lah jadi tahu Sumedang . . . luar biasa pemirsa . . . duduk bersila menyantap nasi liweut, kepedasan oleh sambal terasi, angin semilir menemani dengan sangat setia. Bercerita tentang ini dan itu . . . sungguh kenikmatan . . . yang belum tentu orang lain bisa rasakan. Gue mulai kepedasan, berkeringat, tapi masih mau lagi dan lagi. apalagi ikan asinnya . . . renyah dan khas ikan asin (yang jelas rasanya asin, nggak mungkin manis lah) ada bonusnya pula, berupa BUAH NANAS . . . sesuatu banget yaaaaa . . . wkwkwkwk.
Duduk bersila
Mereguk puitisnya semilir pada siang yang mulai bernuansa
Senda gurau yang pernah kurasakan bersama mereka yang jauh di belahan bumi sana
Beragam topik dan tema mengiringi santapan yang sederhana
Senyum ini beriringan dalam setiap cipta kehangatan
Tawa menyapa setiap sesak permasalahan
Melembutkan tatapan
Antara kita memang tidak pernah ada jurang
Tapi struktur yang terlalu baku
seperti sebuah garis silang yang membuat perasaan kita menjadi malang
Mungkin banyak yang telah menghilang
Ketika sebagian dari hidup kita harus berkorban untuk sesuatu
Tapi masih banyak yang masih mau peduli dengan kepedulian

Suap demi suap hayati dengan sepenuhnya . . .
Cerita demi cerita menggantung pada siang hari tapi mulai mendung
Kali ini kita bisa tertawa menerima kekurangan
Kali nanti belum tentu kita bisa bersua girang tanpa beban

Siluet tentang mereka kembali singgah . . .
Kenapa muncul pada saat seperti ini
Ketika kita duduk bersama dalam satu atap yang sama
Bergurau tentang masa depan dan masa lalu yang wibawa
Dan tentang rencana-rencana
Aku merindukan itu . . .
Aku mempelajari itu dan mulai menghubungkannya dengan perasaanku
Sepertinya aku harus tersenyum saja
Karena tersenyum pun sudah membuatku merasa kalian ada
Walaupun di tempat ini kalian berganti menjadi mereka

Jika pahit dan manisnya hidup memang untuk dipahami
Aku akan memahaminya sebagai sebuah prosa
Indah dan terus indah
Meski teriris
Tapi tetap manis
Angin . . . angin . . . angin . . . angin . . . angin . . . angin . . . angin

Kisah ini mengabadi pada dahagaku akan perjalanan
Perjalanan yang membuatku merindu pada semua yang dulu pernah ada
Pada semua yang dulu pernah kupercaya
Yang kini mulai melenyap seiring munculnya . . .
Munculnya keberanian yang sama seperti yang pernah terasa waktu silam
Begitu lampau jika harus kembali kuingat
Tapi aku tidak akan bisa selamanya menjadi masa lalu
Aku berkewajiban untuk melupakan
Bukan berarti harus menganggapnya tidak pernah ada
Misalkan aku sudah tidak punya rasa dan rindu
Jika aku matikan rasa untuk menjadi orang pemberani
Percayalah . . .
Bisa saja aku kembali dalam sebuah cerita indah yang pernah kususun
Kembali menyentuh rasa dan rindu walau hanya beberapa saat
Dan itu . . .
Untukmu . . . [ imissu ]

Gan, baca puisinya sambil dengerin lagu HOW CAN I FORGET YOU aja, by: Vanilla Unity. Hehehehe. Biar feelnya dapet, getooooo . . .
Bener-bener hari yang indah. Gue jadi kangen suasana rumah, makan bareng ortu dan saudara . . . kehangatan yang tercipta memberikan semangat untuk hidup kembali.
Seperti itulah . . . hidup di perantauan membuat kita sering kangen suasana rumah. Kalau gue, yah . . . awal-awalnya emang gitu. Sekarang . . . kerinduan itu masih ada. Tapi kita harus pintar-pintar mensiasatinya. Di tempat kita berpijak sekarang, akan membuat kita bosan jika kita nggak bisa membahagiakan diri kita sendiri. Lihat lah sekeliling . . . terlalu indah untuk dilewatkan dengan keluhan, keluhan dan keluhan yang nggak ada artinya.
Carilah sesuatu yang bisa bikin kita merasakan kebahagiaan. Dan kebahagiaan itu ada memang untuk dibagi, bukan untuk disimpan pemirsa . . . PERCAYALAH!!!!!!. HEHEHEHE
Special thanks to Teh Teti, moga masih ada waktu untuk bisa berkunjung ke rumah lagi. pokoknya batagor Teteh adalah batagor paling nomor 1 se-Jawa Barat. Huhuyyy . . .

Sabtu, 15 Oktober 2011

Gue, Bakso urat, Mie rebus, kuda, LA, Ubi Cilembu dan PERSIB (ekspedisi UBI CILEMBU, Sumedang Part II)


15 Oktober 2011

Menurut gue ini bukan pesiar panjang. Tapi akan lebih cocok dan mantaeb dan geulis pisan apabila disebut dengan pesiar kepanjangan. Gue udah mikir: BANGKRUT GUE KALAU PESIAR MODEL BEGINI. Ceritanya gue lagi menjalankan program nabung buat ekspedisi, hehehe. Makanya . . . dari barak gue udah niat gak bakal kemana-mana alias stay di barak wae. Tapi bukan berarti gue nggak keluar. Gue harus tetap keluar. Karena gue mesti ambil baju PDP gue di kostan sekalian ke Batu api buat balikin buku.
Dalam perjalanan menuju Batu Api, gue di SMS sama salah seorang rekan seangkatan gue. Wong BWI alias Banyuwangi. Ketua kelompok gue pas Praktek lapangan di Kuningan. Mas Yudi arek Jatim ini bilang kalau dia mau ke Sumedang sama temennya yang juga satu angkatan sama gue. Namanya Alfian, nama bekennya Fian dari Maros Sulsel (itu lho, bos. Daerah yang banyak kupu-kupunya di Sulsel). Gue ditanyain mau pesiar kemana. Gue jawab aja dalam keadaan bingung dan nggak jelas tujuan. Entah kayak gimana struktur gue berpikir waktu itu, hingga gue bilang . . . JOIN ke trip mereka berdua ke Sumedang. Yaappp . . . jadilah:
3 ORANG PENTING
3 ORANG KEREN
3 ORANG GAK JELAS
Akan menuju Sumedang . . .
Mas Yudi kayaknya terprovokasi oleh foto ubi Cilembu yang gue tampilkan secara tidak beradab di postingan blog gue yang lalu. Makanya . . . Mas Yudi yang juga satu jurusan sama gue ini NGIDAM BERAT sama yang namanya Ubi Cilembu yang terkenal di Sumedang ini. Wah wah wah, gue nggak bisa bayangkan. Kayaknya dia nafsu banget mungkin pas lihat foto Ubi Cilembu yang sedang dalam keadaan terbuka dan matang dengan warnanya yang khas wrna kuning, bonus lelehan madu pula. Hhhhhhhmmmm . . . hanya orang bego kayaknya yang nggak tergoda. Hahhaha . . . tuh ubi cilembu emang sengaja gue tayangkan dengan vulgar tanpa perasaan bersalah. Hahahaha . . .
So, target operation kita adalah . . . UBI CILEMBU. Bada Zuhur, sekitar pukul 12 lewat kita check point dulu di depan kampus IPDN. Lanjut dengan naik angkot 04 jurusang Sumedang. Baru gue nyadar . . . teman ngetrip gue pesiar kepanjangan kali ini emang KUMPULAN ORANG-ORANG PALING KEREN. Selama perjalanan entah udah berapa “korban” yang diajak ngobrol sama Mas Yudi. Emang Mas Jatim satu ini public speakingnya apik tenan. Cocok lah, dia udah punya modal dasar buat jadi promotor obat-obatan di pasar, hahahaha . . . maksud gue, udah punya modal dasar buat jadi Lurah. Komunikasinya bagus, padahal SKSD juga pada intinya wkwkwkwkw . . . ngga juga lah, gan. Sebagai salah satu wujud membantu lembaga, katanya masyarakat masih ngira IPDN itu ada kekerasannya. Padahal . . . haaddeeehhhh . . . up date dikit lah.
Sekarang mah di IPDN udah gak level lagi ngomong kekerasan. Lha wong akhir-akhir ini yang bikin ribut justru aerobik pagi dan jaga serambi . . . sepele banget saudara-saudara . . . lagian, kalau lihat orang-orang kayak Mas Yudi, yang lebih mirip Eko Patrio (coba lo entar lihat foto mas Yudi. Taruhan kita . . . mirip Eko Patrio atau mirip Leonardo Dicaprio) atau kalau orang lihat Fian yang lebih mirip Parto OVJ, masa sih, masih sempet mikir di IPDN masih ada kekerasan kalau muke-mukenya aja begono. Dan itu baru Mas Yudi dan Fian, belum lagi lo lihat Praja yang lain. Gue nggak jamin anggapan IPDNsoal kekerasan itu masih ada. So, yang bilang IPDN itu kekerasan . . . gue nggak bakal ngajak lo ke Gaza buat perang senjata, cuman kayanya lo perlu tau juga IPDN dari praja yang udah menetap selama 3 tahun dan menjalani hidup sebagai praja selama 3 tahun, bukan denger berita dari orang-orang yang hanya melihat sekilas dari IPDN dan masa lalu (pembelaan nih, ceritanya).
 Tapi emang gitu, bos. Di angkot . . . ada aja yang dia ajak ngobrol. Ibu-ibu, Teteh-teteh yang dari UPI sampe anak SD. Lain Mas Yudi, lain lagi gue. Gue pas angkot udah jalan di daerah mana, yang jelas Sumedang masih jauh kayaknya, ehhhh . . . gue ketiduran. Bahaya banget, tapi mungkin itu sugesti kali ya. Karena gue jalan sama dua orang cowok, di pikiran gue kayaknya bakal aman-aman aja kalau gue ketiduran. Coz . . . gue ngantuk setengah mati. Nguap aja kayaknya udah belasan kali. Mana perjalanan ke Sumedang setengah macet pula, cuacanya hareudang . . . dang . . . dang . . . dang . . . tepar lah gue di bukan pada tempatnya. Lebih tepatnya di belakang kursi sopir. Haaaaa, untung gue nggak tidur sandaran di punggung Aa Sopir. Waa, bad romance jadinya kayak Lady gaga. Wkwkwkwk. Yang jelas ini yang terparah. Ketiduran di angkot. Nggak biasanya, gan. Biasanya gue selalu waspada. Mata gue non stop kebuka. Mata gue awas, karena gue takut seperti yang dibilang Abah gue setiap kali gue mau ngetrip. HATI-HATI COPET, NAK!!!!
Begtiulah, parah banget. untung gue nggak sampe ngiler. Kalau sampe iler gue keluar dan dengan gagahnya menghiasi kursi angkot sopir itu . . . bukan parah lagi namanya, tapi RUSAK. Hahaha. Tapi gue malu juga sama dua orang partner gue yang katanya selama gue tidur sempat manggil-manggil gue. Tapi gue udah nggak sadarkan diri, sikon gue waktu itu udah kayak diinfus, salah . . . dibius maksud gue. Fian lain lagi, autis juga selama diangkot. Awal-awalnya ngajak ngobrol gue. Cerita ini dan itu, tapi gue sory banget, Fian. Cerita-cerita lo selama di angkot tuh ibarat dongeng sebelum tidur. Indah banget, bikin gue tambah semangat buat tidur.
Sumedang . . . kami DATANG . . . dengan setengah mengantuk gue turun dari angkot. Terus kita pada nyari makan siang dulu. Padahal sebelumnya kita bertiga udah melakukan analisa. Ya, analisa. Kami menganalisa tentang perlu nggaknya makan siang. Karena kemungkinan kalau kami ke rumah Ka Oman kita bakal dikasih makan (NGAREEEPPPPP . . . PAKE   P) karena kebiasaan seorang kakak senior kayak gitu . . . tapi berhubung udah lapar banget, dan untuk menghadapi kemungkinan terburuk yakni Ka Oman nggak ngasih kita konsumsi selama di rumahnya . . . maka kami mengambil kesimpulan . . . KAMI MAKAN DULU.
Kami makan di warung bakso Ijonk. 







ini mangkok bakso yang ke duanya Alfian (huaaaa, dalam rangka apa nih nambah bakso kayak orang lagi ngamuk aja bro.

Kami bertiga sama-sama mesan bakso urat pake mie. Nah, kalau di angkot wataknya Fian belum kelihatan. Hanya sebatas cerita-cerita sama gue dan Mas Yudi. Ternyata karakternya semakin kuat waktu makan di warung Bakso Ijonk ini. Gilaaaaa . . . gue aja belum habis satu mangkok bakso, dianya udah mesan satu mangkok bakso lagi . . . rupa-rupanya saudara-saudara . . .ckckckckckc . . . terbuat dari apakah perut Praja asal Maros ini. Ngakunya udah lama nggak makan bakso urat, haaaahhhh . . . gue nggak percaya. Nampaknya emang nih cowok cinta mati sama yang namanya makan. Hahahha . . .
Kenyang . . . kita lanjutkan perjalanan. Waktu itu udah menunjukkan pukul 2 siang. Kita bertiga naik angkot 02 ke Babakan buah, nama daerah tempat Ka Oman bermukim. Setelah nebeng angkot sekitar 30 menitan, kita nyampe di sebuah pertigaan yang jadi tempat mangkal para tukang ojeg. Di situlah ada papan plang yang bertulisan Babakan buah. Next . . . kita naik ojeg  dan ternyata pemirsa . . . jalan menuju rumahnya Ka Oman (the next target operation kita) jalannya rusak dan nyaris offroad. Rupanya pengaspalannya kurang sempurna. Tapi nggak papa, udah biasa bro. biasa juga jalan kaki ke Manglayang, kalau hanya jalan di jalan yang rusak, naik ojeg pula . . . kayaknya bukan hal besar yang layak untuk dikeluhkan, Juragan . . . ya nggak . . .????
Nah, formasi naik ojeg kita rencananya Fian dan Mas Yudi barengan. Jadi mereka bertiga bareng tukang ojegnya. Sedangkan gue . . . ya, gue sendiri lah. Berdua bareng tukang ojegnya. Ternyata saudara-saudara . . .
BANNYA KEMPES . . . AJJIIIIIBBB . . . 

gue nggak ngerti, nih. Kayaknya ini efek dari bakso urat yang disantap Fian sebanyak dua mangkok itu. Fiannya nggak overdosis, tapi bannya tukang ojeg yang malang itu yang overdosis angin, ekwkwkwkwkw . . . jadi formasinya diganti. Satu orang untuk satu ojeg. untung aja Pak tukang ojeg itu gak minta ganti ban ke kita. dan hingga gue nulis cerita ini alhamdulillah . . . gue belum denger, baca dan lihat ada berita di media yang memberitakan bahwa ada 3 ORANG PRAJA IPDN DITANGKAP POLISI KARENA MENJADI TERSANGKA KASUS PENGEMPESAN BAN MOTOR TUKANG OJEG.DI DAERAH SUMEDANG. biasanya kan gitu tooohhhh kalau ngeberitain IPDN, (harus lebay lah katanya . . . ampuunnn.)
Dan . . . welcome to the Ka Oman’s home . . .
Disambut dengan sangat ramah oleh Ka Oman dan dua orang kawannya yang ternyata kakak tingkat juga angkatan 17 dari Sukabumi. Tapi mereka udah pada mau pulang. Nama beliau Arlan. Ya itu lah sudah. Pertemuan antara senior dan junior. Selama di rumah Ka Oman (Purna Praja asal Sumedang) kami disuguhi mangga, kudapan-kudapan, Mie rebus (yang dibikin Ka Oman secara LIVE FROM SUMEDANG). Jadilah hari itu kenyang 100% gan. Apalagi Fian, udah makan bakso dua mangkok. Dikasih mangga, dikasih mie rebus pula. Aiiihhhhh . . . overdosis juga nih anak.
Selain makan-makan, kami juga punya tujuan lain. Kita-kita pada ngobrolin LA, alias laporan akhir. Ini sebenarnya juga proyek Mas Yudi dan Fian. Kalau gue ngiring wae mah, sekalian juga lah gue mau nanya soal LA gue. Emang bikin pusing, dan kayaknya rata-rata mahasiswa tingkat akhir emang punya problem yang sama. Yakni LA. Sebagai salah satu syarat utama untuk lulus. Hhhmmm . . . jadi acara talk show tuh di rumahnya Ka Oman. Talk shownya ada acara makan-makan pula. Kick Andy aja mungkin kalah sama acara kita nih, secara Kick Andy kan gak ada kegiatan makan-makan mangga, apalagi sampai pakai acara cuci piring, wakakakaka . . .
Obrolah tentang LA cukup santai. Mungkin inilah enaknya kalau kita konsultasi LA sama Kakak senior. Lebih santai dan lebih masuk ke otak dibandingkan dengan Dosen. Kalau sama Kakak senior cara menyampaikannya easy listening (emang lagu apa ya????) dan easy understanding. Gak pake istilah-istilah ilmiah yang terlalu banyak. Yang penting ngerti aja. Dan yang paling penting adalah . . . MOTIVASI. Yap, kita butuh banget dengan yang namanya motivasi. Salah satunya adalah motivasi dari kakak senior kita, dari motivasi itulah kita akan dapatkan inspirasi dan mampu menjalani proses penyusunan LA dengan lancar dan senang hati juga menikmati.
tapi kalau dari foto ini gue bingung, lagi ngomongin LA atau ngebelah mangga?? nah, yang pake kaos IPDN mirip sama Parto OVJ kan??? terus yang megang LA mirip Eko Patrio, kan??? so pasti, gan.

Hhhhhh . . . puas nge-LA bareng Ka Oman dan dua barudak nggak jelas yang ceritanya belum pada dapat judul dan mau curhat sama Ka Oman, kesimpulannya adalah, segera susun LA. nggak perlu yang WAH LAnya. yang paling penting lo ngerti sama LA lo sendiri, dan jangan keseringan nunda. jangan keseringan nunggu, kerjain dari sekarang, nyicil dari sekarang. GO LA, SEMANGATTT!!!!!.
kami pun pulang. Sebelum pulang, kita sempetin foto-foto di sekitar rumah Ka Oman. 









Nah, pulangnya kita waktu jam udah menunjukkan pukul 5 lewat. Tekhnis kepulangan kita adalah . . . Ka Oman nganterin Fian sama Mas Yudi dulu ke pusat kota Sumedang. Tadinya mau gue yang duluan diantar. Tapi karena gue cewek, kayaknya aneh juga kalau gue sendirian nongkrong di pinggir jalan buat nunggu mereka. Jadi lebih baik gue nunggu di rumah Ka Oman. Setelah selesai nganter Mas Yudi dan Fian, baru Ka Oman balik lagi ke rumahnya buat jemput gue. Waktu Ka Oman tiba di rumah, UDAH MAGHRIB BRO.
Firasat gue udah nggak enak aja tuh. Gue udah mikir bakal telat. Haaddeeeehhh . . . selesai shalat, baru gue sama Ka Oman chaw. Perjalanan cukup jauh ternyata saudara-saudara . . . mana macet pula. Terus Mas Yudi nitip beli ubi Cilembu. Maklum . . . target utamanya kan Ubi Cilembu. Jadi, gue sama Ka Oman markir dulu di depan Rumah makan pondok dayak buat beli Ubi Cilembu yang tepat berada di samping rumah makan itu. Gue beli 1kilo yang harganya 15 rebo. Lalu kita langsung go lagi.
Nah, ini dia begonya gue. Pas udah mau deket sama lokasi Fian sama Mas Yudi lagi mangkal, Ka Oman tuh ada bilang sesuatu sama gue. Tapi gue mendadak budeg. Maklum lah . . . itu lagi di jalan. Jalannya lagi malam minggu dan rame banget. gue nggak jelas dengernya. Dan pas udah berhenti . . . gue baru tau . . . kalau ternyata . . . tadi Ka Oman nyuruh gue buat nelpon Mas Yudi supaya segera memberhentikan bis yang di depan. Ka Oman bilang kalau bis yang ada di depan kami adalah bis yang tujuannya ke kampus kita. Tapi GUE NGGAK NGEHHH . . . alamaaakkkk . . . aasseeemmmm . . .
Gue ngerasa bersalah. Bersalah banget . . . kenapa gue bisa sebego itu???? Akhirnya kami kehilangan kesempatan emas untuk bisa pulang dengan bis itu. Hasilnya kita harus menunggu bis lagi. waktu itu udah pukul 7 kurang. Kita udah panik. Panik banget. pasalnya . . . sampe mau mendekati pukul 7 malam . . . bis yang dari tadi sangat kita harapkan BELUM MUNCUL JUGA PEMIRSA . . . kalau digambarin kondisi waktu itu emang agak memprihatinkan. Pikiran gue berkecamuk. Walaupun dua partner gue yang selalu optimis itu selalu menyemangati gue agar tetap optimis juga . . . tapi tetep aja susah bro. secara beberapa waktu yang lalu gue pernah telat masuk kampus 3 HARI. Gue trauma ceritanya, hahahaha . . .
Saking hampir nggak ada harapannya, Ka Oman sempat ngasih usul gila ke kita. Dia bilang cegat mobil aja, minta dianterin Ke Jatinangor. Karena kalau pakai angkot 04 pasti lama. Ngetem dulu soalnya. Wahwahwah . . . usulnya Ka Oman yang ekstrem itu udah bikin kita bertiga cukup terpengaruh. Hingga akhirnya kita sok-sokan ngasih kode ke mobil yang lewat supaya mobil itu berhenti. Kita udah coba dengan sangat keras . . . tapi saudara-saudara . . . apa lah daya . . . NGGAK ADA SATUPUN YANG NGERTI SAMA KODE KITA. Ya Allah . . . Ka Oman bahkan sempat turun tangan dengan ikut melambaikan tangan supaya ada mobil yang ngerti dan berhenti serta mau memberi  tumpangan ke kita. Haddeehhh . . .
Udah jam 7. . . gue udah pesimis. Sementara yang lain tetap optimis walaupun pada panik juga akhirnya mereka. Sampai dua rekan gue bilang: tenang . . . 2 menit lagi pasti ada Damri yang lewat. Gue kagum sama mereka. Di kondisi kepepet dan terdesak kayak gini . . . mereka masih bisa optimis. Sementara gue masih belum tenang, dan sepertinya gue harus belajar dari mereka.
Nasib kita ada di ujung tanduk. Gue udah pasrah waktu itu. Sambil tetap nyoba ngasih kode ke mobil yang lewat, ternyata malam minggu itu lagi pada ada acara masing-masing kayaknya, makanya nggak ada satupun mobil yang stop. Padahal kita udah panik setengah mati. Khawatir, harap-harap nggak jelas. Udah kayak mau mati . . . sungguh mendebarkan. Sempat gue mikir, kondisi bikin panik kayak gini jauh lebih memacu adrenalin daripada naik gunung. Gue dag dig dug, takut telat, takut nggak ada bis, gue mikirnya udah nggak karuan.
Hingga azan Isya berkumandang . . . dan . . .
“ADA BIS . . . ADA BIS . . .” seru Mas Yudi dan Fian.
Kami pun segera bersalaman dan mengucapkan terima kasih ke Ka Oman. Dan langsung cabut.
Di dalam bis lain lagi. udah lega??? Jujur . . . gue belum lega. Dan inilah saat-saat sulit gue. Hancur dah pokoknya. Nih, bis yang ongkosnya ternyata lebih mahal 2 rebo dari yang dibilang Ka Oman pas sebelum kita naik bis, yakni 7reboan ini jalannya kayak siput (TEORI BERBANDING TERBALIK DENGAN PELAKSANAAN). Laaaammmaaaaa bangeeetttt . . . sementara jam udah menunjukkan pukul 7 lewat 20 menit. Gue nggak langsung lega. Gue malah tambah curiga. Kalau jalan bisnya kayak keong gini, kapan nyampainya.
“Ya udah. Entar kamu coba tanya aja sama Bapak sopir.” Usul Mas Yudi. Gue setuju, dan tepat pukul setengah 8, gue langsung beraksi dan bertanya kepada Pak Sopir.
“Pak, punteun. Kira-kira nyampe Jatinangornya kapan ya Pak???” Tanya gue dengan muka memelas dan terus terang gue udah lemes banget waktu itu. Udah mulai pucat, kedinginan pula gara-gara bisnya ful AC.
Bapak Sopir menjawab dengan sangat enteng: “Ya paling besok pagi baru nyampenya, Neng . . .”
ALAMAAAAKKKKK . . . kenapa juga nih, sopir jawabannya kayaknya nggak niat banget. Sumpah, gue langsung bad mood waktu dia jawab gitu. Dia pikir ini lagi main overa van java apa ya. Ini lebih cocok disebut main film action GAK JELAS kayaknya Pak.
“Hehehehe . . .” Gue ketawa garing se garing-garingnya dari yang pernah ada. Wuuaassemmm . . .
“Hhhmmm . . . jadi kapan Pak?” Tanya gue lagi.
“Ya paling setengah jam lagi nyampe.” Jawab Pak Sopir dengan PD dan santainya.
Okai, walaupun agak ilfiil sama jawaban nyelenehnya Pak Sopir, tapi gue udah cukup lega. Karena setelah gue tanyakan soal kapan nyampainya itu, Pak Sopir udah mulai meninggikan kecepatan bisnya menuju Jatinangor. Bahkan yang tadinya selalu ngalah dengan alat transportasi lain, dia mulai berani menyusul transport di depannya.
Selama perjalanan yang menegangkan itu, ya sangat menegangkan bro. walaupun nggak ada adegan-adegan berbahaya seperti ngebut atau susul menyusul sesama bis, tapi kekhawatiran telat masuk kampus itu yang udah bikin suasana lebih mirip kayak nonton film kuntilanak di malam jumat kliwon, nontonnya di tengah kuburan pula misalnya, HOROR BANGET. Gue terus diajak ngobrol sama Mas Yudi. Karena gue hampir down waktu itu. Ada terbersit kekurangyakinan kalau bis ini bisa nyampe ke Jatinangor  tepat pukul 8 atau 8 lewat lah. Tapi Mas Yudi tetap ngasih semangat penuh keoptimisan lewat cerita-ceritanya. Emang gitu ya, Allah emang Maha Adil. Di saat ada makhluknya yang sedang berada dalam KESULITAN, Dia akan menciptakan seseorang yang lebih KUAT dan TANGGUH untuk mengimbangi kondisi orang yang lagi kesulitan itu. Subhanallah . . . SESUATU BANGET ya. Sementara Fian . . . nih, orang di saat kekhawatiran gue masih bersarang di otak gue, dia malah molor di kursi belakang. Hoooo . . . gantian nih, ceritanya Bro. gue shif siang dan dia shif malam. BAGGUUUSSSS . . .!!!
Ada kemajuan, dan emang masalah itu lebih baik dibicarakan. Setelah gue ngomong tadi sama Pak Sopir, bis makin melaju. Minimal nggak selemot tadilah . . . tadi tuh lemotnya nauzubillah saudara-saudara. Mana sekujur badan gue udah dingin karena panik, tapi lebih banyak karena AC kayanya. Perut gue tiba-tiba aja mual, sedangkan gue udah mikirnya bakal ada pertanda buruk. Misalnya: MUNTAH.
Dan . . . sebelum pertanda buruk yang menjijikkan itu menjadi kenyataan . . . pertolonganNYA pun datang di saat yang tepat. Dan gue makin yakin, bahwa kita hanya tinggal meyakiniNYA saja.
KITA NYAMPE KAMPUS DALAM KEADAAN SELAMAT DAN NGGAK TELAT . . .
“NORMAAAA . . . INI JATINANGOR . . .” Seru Mas Yudi antusias banget. Mata gue langsung berbinar melihat keramaian dan pijaran-pijaran cahaya kota Jatinangor yang menjadi objek peramai hidup gue selama jadi Praja. Soalnya dari tadi hutan-hutan terus, jalannya ular pula.
“Nooohhh . . . ITU APARTEMEN SETENGAH JADI YANG BARU DIBANGUN DI BELAKANG JATOS, NORMA.” Serunya lagi . . .
“LHA ITUUU . . . ITU JATOS . . . YANG ITUUUUU . . . ITU BELOKAN KE KAMPUS UNPAD . . .”
SUKSESSSSS . . .
Sesuatu banget yaaaaa . . .
Saking nggak nyangkanya gue sampai kegirangan nggak terkira. Alhamdulillah . . . masa-masa sulit itu terlewati juga. Benar-benar pesiar yang ekstream dan memacu adrenalin. Maklum lah, sekarang udah jarang berkegiatan yang membuat adrenalin di antara hidup dan mati. Tapi . . . ternyata ngetrip di perkotaan pun juga mampu memacu adrenalin. Terutama buat Praja yang nggak mau telat masuk kampus.
SETIAP PERJALANAN SELALU MENYIMPAN PELAJARAN
Okai, sampai ketemu di trip selanjutnya, Lur.
Thanks to Allah atas ijin dan anugerahNya,
Alfian untuk cerita-cerita “dongeng” yang sukses bikin gue molor di angkot,
Mas Yudi atas TRIP EDANNYA dan motivasi untuk tetap optimis dalam kondisi apapun,
Ka Oman untuk kudapan, mie rebus, mangga dan bimbingan LA yang inspiratif (Iraha nikah Ka??? Hehehe),
buat sopir angkot dan bis. Pis Pak . . . tunggu kami di trip berikutnya. Hatur tengkyu pisan.
Oh ya, buat Abah gue yang nelpon pas gue lagi bikin tulisan ini. Thanks Bah udah nelpon hampir tengah malam hanya untuk ngasih problem kelurahan buat ngasih tau ke gue. Tapi aku tetap milih cerita Abah yang dulu, tentang Raskin. Doakan anakmu ini Bah. Insya Allah setelah LA selesai dan anakmu bisa lulus, kita bertiga bareng Mama akan NGETRIP BARENG KE SANA. NEGERI IMPIAN KITA. AMIN YA RABB . . . ijabahlah doa hambaMU ini . . .
nyantolin foto satu nih, Ka Oman nganter dua juniornya ke alun-alun Sumedang. Terima kasih Senior. semoga Allah membalas dengan yang lebih baik (ya, besok-besok yang dibonceng bukan dua orang gak jelas ini, tapi isteri sendiri. hehehe . . . aminnnn)
 

waktu nulis: di bed paling ujung, suatu malam di Barak Aceh Bawah Petak C, malam minggu hingga minggu pagi yang imaji. Backsound: Kona Yuki by Remioromen