Jumat, 23 November 2012

The Secret Paradise of Borneo


Adegan Film India di Terminal
Sore itu sedang hujan deras-derasnya. Sepanjang jalan dari rumah gue ke terminal Pantai Hambawang Nampak gelap dan hanya berjarak pandang 5-7 meter. tapi gue nggak mungkin lah batalin rencana gue buat ke Kaltim yang udah gue susun jauh-jauh hari. Hhhmmmm, untung aja Bokap plus ponakan gue bersedia nganterin gue ke Pantai Hambawang buat nyegat bis. Nah, sebelumnya gue udah mesan tiket nih di tempat yang sama. Tiket gue adalah tiket bis Pulo Indah keberangkatan Pantai Hambawang menuju Penajam seharga 105 ribu perak, eyeeehhhh . . . .
Hujan-hujan, masih deras dan menggigil. Sesampainya di terminal, gue nunggu ditemenin Bokap dan ponakan. Dan kayaknya nggak nyampe 10 menit gue nunggu, eh tau-tau itu bis udah datang.
“Lha itu lho bisnya, cepet sana cepet.” Seru Bokap gue dengan hebohnya, dalam kehebohannya menyupport keberangkatan gue, Beliau sempet-sempetnya nyuruh gue bawa payung. Maklum, saat itu hujan masih deras dan jarak gue sama bis lumayan jauh.
“Hah? Payung? Kan, naik bis Bah?” Gue ya heran, ngapain bawa payung? Orang gue juga bakal naik bis???
Akhirnya terjadilah adegan-adegan nggak jelas, Bokap gue nyodor-nyodorin gue payang sambil maksa-maksa, gue nolak sambil menggapai-gapai tangan kanannya buat salam pamitan, dan ponakan gue malah teriak-teriak karena dia ngelihat bis itu udah mau jalan.
Halaaahhh, prĂȘt banget pokoknya. Gue lihat tuh bis maen jalan aja. Ya udahlah, gue langsung lari-lari di derasnya hujan, pake nabrak genangan air segala pula, asli . . . mirip banget sama adegan film India yang lagi lari-larian di tengah derasnya hujan, tapi kali ini buat ngejar bis. Gue udah nggak peduli lagi sama celana dan baju gue yang basah, yang penting gue harus naikin tuh bis, hahahaha. Nah, pas gue udah dekat sama tuh, bis . . . eeeehhhh, tuh bis malah mau ninggalin. Stress banget coba, akhirnya gue teriak-teriak manggil kernetnya sambil lari-lari.
Alamaaakkkkk . . . adegan waktu itu nggak banget. Hampir aja gue ketinggalan bis. Ngejar bisnya pas hujan deras pula, belum lagi tuh kenek nyebelin banget. Udah jelas-jelas lihat gue lari-lari, respek dikit, kek suruh supirnya berhenti. Lagian gue, kan udah pasti ngejar tuh, bis. Apalagi coba yang gue kejar saat itu selain bis itu . . .???? hadeeeeeyyuuuh.
Dan akhirnya, pemirsaaaa . . . bisnya berhenti dan gue pun masuk bis dalam keadaan basah kuyup. Dan nggak ada waktu lagi buat jalan ke kursi yang bernomor 21, karena bisnya udah keburu jalan. So, gue pun disuruh kernetnya duduk di kursi paling depan, depannya depan pokoknya, alias kursinya kernet yang posisinya tepat di samping kursi supir. Oohhhhh, pemandangan makin jelas kelihatan.
Perjalanan pun dimulai. Nggak ada adegan lambaian tangan berpisah antara gue, Bokap dan ponakan gue. Tuh bis langsung cabut aja, pake ngebut lagi. Aiihhhh, Pulau Indah Jaya mulai nunjukkin kerasnya hidup dalam bis jurusan Penajam ini. Atas sopir Pak Peno dan kernetnya yang udah ngerelain tempat duduknya buat gue, bis pun mengarungi jalanan basah dan hujan deras menuju Kabupaten Balangan.
Untuk menuju Kaltim kalau dari Barabai emang harus melewati Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong. Setelah itu, barulah kita memasuki Provinsi Kalimantan Timur. Ini perjalanan gue yang pertama kali menuju Kaltim, waaaahhhhh . . . sesuatu. Baru kali ini gue jalan ke Kaltim. Padahal tetanggaan sama Kabupaten gue. Hehehehe . . . kemana ajeeeee . . .????? okei, perjalanan malam kali ini emang menyenangkan, karena gue bisa leluasa lihat keadaan jalan. Kan, posisi duduk gue ada di samping sopir. Hahaha, melek terus tuh mata gue. Wkwkwkw.
Nah, kita persingkat yang brow . . . gue udah nyampe Tabalong. Di sini diadakan pengecekan dan nunggu penumpang lain. Saat itu gue nggak mikirin lagi, tuh tentang nasib tiket gue yang katanya gue harus duduk di kursi nomor 21, bukan di kursi kernet. So, akhirnya kernet datang juga ke gue dan nagih biaya transport.
“Bayar??? Kan, aku udah bayar Bang?” Langsung gue pasang tampang paling lugu.
“Ha?? Masa?” Kernetnya bingung.
“Ho oh. Ini tiketku.” Weeeewww, mana tiketmu??? Hahha, dengan bangga gue pamerin tuh tiket. Dan makin bingung aja tuh kernet lihat tiket gue. Saking bingungnya, sampe-sampe dia nggak bisa mengungkapkan dengan kata-kata. Hahahaha . . . akhirnya dia turun dari bis dan langsung konsult ke sopirnya.
Ooooohhh . . .. trouble saudara-saudara. Hari itu juga gue langsung divonis . . . bahwa gue, SALAH NAIK BIS!!!!!!!!!
Mau tepok jidat, takut keliatan bego. Mau guling-guling sambil nangis di aspal kayaknya juga nggak guna. Gue pasrah saat itu, yuuuu . . . ini yang pertama kalinya gue naik bis ke Kaltim. Mana gue tau soal flat bis yang emang harus ditulis sama petugas ticketing. Dan sialnya, petugas ticketing gak nulis nomor flat bis di tiket gue. Hohoho, itulah yang bikin sopir dan kernetnya bingung saat itu. Dan akhirnya . . .
“Ya, udah Pak. Saya tetep ikut bis ini aja. Berapa kurangnya, biar saya bayar.” Kata gue, hhhmmmm . . . normeeeee . . . dalam keadaan kayak gini masih aja belagak sok banyak duit. Hahahaha . . . .
“Jangan, Mbak. Kasihan Mbaknya.” Kata pak sopir dengan ibanya ngelihatin gue. Pak sopir yang asli Jawa ini kayaknya nggak tega malak gue. Heeeehe.
Dan Sepertinya hari itu kemurahan tanganNYA sedang turun dengan sempurna. Keputusan pak sopir, dia bilang gue nggak usah bayar dan tetep ikut perjalanan selanjutnya. Alhamdulillah . . . . padahal tadi sempat gue mau ditinggal di terminal Tabalong buat nunggu bis selanjutnya. Karena kayaknya bis gue yang bener tuh adalah bis selanjutnya.
Oke, hampir saja gue diturunin. Dan akhirnya gue tetap duduk di kursi kernet. Subhanallah . . . duit gue nggak jadi berkurang, wehehehe. Sesuatu banget. Thanks God, thanks.
Perjalanan pun kembali dimulai. Berhubung saat itu perjalanan malam, jadi nggak bisa lihat pemandangan. Sekeliling sedang gelap-gelapnya. Awalnya perjalanan sangat mulus, man. Aspalnya mulus, lancar. Tapi pas di Kabupaten Tabalong, jalanan mulai berkelok-kelok dan agak menanjak. Samping menyamping juga udah mulai kelihatan siluet-siluet hutan yang lebat. Rata-rata kalau lewat daerah Tabalong emang bakal didominasi oleh hutan-hutan karet. Nggak terasa, sekarang udah memasuki daerah Tabalong yang dekat dengan perbatasan Kalsel dan Kaltim.
Pada pukul 09.30 WITA, bis udah memasuki wilayah Kaltim. Nampak kami semua disambut oleh gerbang selamat datang di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Dari sinilah tiba-tiba saja track berubah lebih mencekam. Jalanan beraspal mulus udah nggak ada lagi, malah berganti dengan jalanan rusak. Hooohooo, bukan hanya jalan rusak, tapi juga menanjak dan sempit. Gelap udah pasti. Kalau gue persentasikan, sih . . . kayaknya rute Kalsel Kaltim 75 persennya adalah hutan.
Ceritanya emang kita lewat jalan aspal. Tapi sebenarnya kita sedang melewati daerah pegunungan yang berbukit-bukit dan . . . . samping menyamping adalah jurang yang menyuguhkan track-track menanjak. Bahkan katanya ada jurang juga, makanya perjalanan bis Pulau Indah Jaya selalu perjalanan malam, karena untuk menghindari penglihatan dari pemandangan jurang, biar nggak ganggu konsentrasi Pak supir ceritanya. Hahaha, kayaknya tuh jurang horror juga sampe enggan dilihat sama supir. Sampai bela-belain narik malam coba.
Yang jelas, perjalanan malam itu emang ngetrack banget. Terutama buat gue yang tepat berada di samping sopir. Gue ngelihat dengan sangat jelas sekali betapa kerasnya perjuangan pak sopir saat harus melewati tanjakan yang beraspal rusak dan tikungan setelah tanjakan, mana nggak ada lampu pula tuh, jalan. Halah halah . . . . butuh konsentrasi tinggi untuk melewatinya, apalagi bagi yang bawa sekian puluh nyawa orang, termasuk nyawa gue.
Banyak tempat-tempat sepi, maklum lah ini pada dasarnya adalah jalur hutan. Kalimantan geto, lokh. Hahaha. Mata gue saat itu awas. Yang namanya tanjakan, tikungan, hutan, sepinya . . . semua itu udah bikin gue nggak nafsu tidur. Nggak tega gue tidur, cuy. Sebenarnya udah ngantuk, sih. Apalagi pas jam udah nunjukkin pukul 11 malam. Mata gue udah tinggal 10 watt. Tapi ngelihat sopir di sebelah kanan gue dan kernet di sebelah kiri gue pada nggak tidur, yahhhh akhirnya gue juga ikutan nggak tidur. Belum lagi ya soal tanjakkan itu, tikungan itu, item-item itu bikin perasaan gue tetap awas, takutnya pak sopir lupa ngegas pas tanjakan, hehehehe.
Sungguh, kali ini gue baru tau tracknya Kalimantan. Beda sama di Jawa. Soal hutan nggak usah ditanya, lah. Tanjakkan dan tikungan serta lebar jalan yang sempit emang beda dengan di Jawa. Dan satu lagi, tiang listrik yang sangat jarang, rumah penduduk yang jarang-jarang, lebih horror daripada jalan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Kalau track Jateng – Jatim masih mending rame, minimal macet lah. Lha ini, boro-boro ketemu macet, jalannya aja sempit, hutan, yang ada mogok kali ya??? Wkwkwkwwk.
Nggak sanggup nahan beban kantuk, akhirnya gue terkantuk-kantuk ketika bis udah mulai memasuki Kabupaten Paser. Dari sini gue udah mulai berkomunikasi dengan temen gue, Mbak Istiqomah, anak Kaltim yang berdarah Yojga. Nah, di rumahnya lah gue bakal nginap selama di Kaltim. Ooowwwyeaahhh.
Malam yang beranjak pagi akhirnya mengantarkan gue ke Kabupaten Penajam Paser Utara, tempat tujuan gue. Alhamdulillah, track melewati hutan itu akhirnya lewat sudah. Sekarang sudah memasuki jalanan yang rumah-rumah dan lampu-lampu mulai bermunculan. Rasa kantuk hilang, gue langsung sms mbak Qomah, melaporkan bahwa gue udah memasuki kabupaten tercintanya.
Waaaahhhhhh, saat-saat gue sedang terkantuk-kantuk, gue sempet-sempetnya disadarkan oleh kernetnya soal pemandangan di seberang. Saat itu bis udah memasuki wilayah di sekitar perkantoran Pemkab Penajam Pasir Utara. Medannya cukup tinggi. dari situlah nampak gemerlapan cahaya dalam satu lintasan di seberang sana. Penajam Paser Utara hanya dibatasi oleh teluk dengan Balikpapan. Yang gue lihat penuh dengan lampu-lampu dari kejauhan itu adalah sebuah daratan yang bernama Balikpapan. Sungguh menjadi hiburan tersendiri ketika menatapnya dengan kerlap-kerlip lugu. Gue yang tadinya baru bangun dan masih dalam keadaan setengah sadar, dan gue cukup terpukau dengan pemandangan yang gue lihat. Balikpapan terlihat sangat cantik bagi orang yang baru bangun kayak gue, dan baru menempuh perjalanan 8 jam dari Kalimantan Selatan. Sebuah ucapan selamat datang yang indah. Tapi, tujuan gue bukan ke sana.
Okaiii, atas intruksi Mbak Qomah, gue harus nunggu di pelabuhan. Pas banget, bisnya juga bakalan berhenti di pelabuhan. Sesampainya bis di pelabuhan, nggak nyampe berpuluh-puluh menit, Mbak Qomah udah datang jemput gue. Wehehehe . . . . Alhamdulillah, malam itu sangat indah, indah sekali ketika pukul 2 pagi yang bersangkutan harus bela-belain naik motor malam-malam Cuma buat jemput gue di pelabuhan. Hahaha.

Lost Sunset at Semilir Beach
15 November, rencananya mau ke Pantai Semilir buat nyari sunset. Yaapp, tema liburan kali ini tuh mau nyari sunset di pantai. Dapat nggak dapat yang penting kita nyari dulu. Akhirnya sore-sore setelah makan siang dan istirahat, gue sama Mbak Qomah langsung merapat ke rumah Ka Amin di Api-api.
Di tempat inilah gue sama Mbak Qomah dan Ka Amin menghabiskan waktu sore itu. Hehehe, kebetulan di pantai ini ada jembatan panjang banget. Biasanya selain dipakai buat bersantai, jembatan ini juga dipakai buat mancing. Sambil menyejukkan diri dengan hembusan-hembusan angin khas pantai, sambil ngobrol ngalor ngidul nggak jelas. Nah, di Pantai Semilir ini juga lagi diadakan persiapan buat acara pesta pantai. Pas gue ke sana baru persiapan, hehehe. Acara intinya entar minggu depan, gan. Walaaahhhh, kurang pas euy timingnya.
Sore itu mendung, alamat nggak dapat sunset. Waaahhhh, tapi masih aja optimis bahwa mendung hanya sebentar. kami pun duduk-duduk melepas penat perjalanan di jembatan yang mengarah ke laut lepas. yeaaahhh, mendung-mendung tapi tetap gaya . . .  hahahaah.

anak-anak berlarian . . . . yeeepp, free like a child . . .



nah, Jadinya, sambil nunggu senja, gue sama Mbak Qomah juga Ka Amin akhirnya merapat ke tempat penangkaran rusa dan sapi yang tempatnya nggak jauh dari Pantai Semilir. Di penangkaran ini masuknya gratis, bro. Alhamdulillah . . .
Selain lihat rusa juga bisa ngasih makan rusa, maunya sih juga bisa makan daging rusa, biar komplit hhahaha. Pas banget di belakang penangkaran rusa ada bukit-bukit dengan rumput yang berwarna stabilo. Wah wah . . . pengen lah ke sana juga. Akhirnya kami bertiga naik motor buat muter-muter bukit sambil lihat-lihat pemandangan. Sejuk, euy. Apalagi suasananya mendung. Dari bukit-bukit ini juga bisa lihat pantai Semilir dari jauh. Aseeekkkkk.
Nah, selain rusa, juga ada sapi, gan. Nggak hanya sapi lokal, tapi tempat ini juga menyediakan 2 ekor sapi Australia. Kami bertiga menyebutnya sapi bule. Dan emang penampilannya beda sama sapi lokal. Yang sapi bule ini lebih besar dan mirip bule, wkwkwkwwk. Untuk lebih jelasnya silahkan dilihat, cuy.

suasana peternakan sapi dan dan penangkaran rusa di Api-api


belajar jadi penangkar rusa. nih rusa tanduknya sering dipotong buat obat. obat apaaaaa???? hhhmmm, kasih tau gak yaaaaaaawwww???? silahkan tanya ke mbah google dan mbah-mbah yang lainnya, wkwkwwkwk . . . 

gue sama sapi Australi, sapinya bule, hehehehe

Tadinya, tuh mau muter-muter penangkaran jalan kaki. Tapi mengingat medan yang cukup luas, jadi akhirnya pake motor. Kalau nggak ya rempong juga, nih badan. Okai, sepertinya sudah waktunya kembali ke pantai. Tapi sepertinya juga sunset nggak bakal kelihatan. Karena mendung nggak beranjal dari tadi dan malah tambah gelap saja sore itu. Oohhhhh, agak kecewa. Dan untuk menutupi kekecewaan, ya sudah . . . mari kita bubar aja. Kebetulan Ka Amin lagi puasa. So, kita beli minuman dan gorengan buat disantap di ujung jembatan. Rasanya nikmat sekali menyantap gorengan di atas laut, dengan ombak dan anginnya. Tentu saja sambil bercerita. Tanpa sunset pun sore itu tetap indah . . . .

Secret Paradise of Penajam Paser Utara
Mwasssiiiihhhh ngwaaannnnnttttuukkkkkk . . . .
Pagi di Penajam Paser Utara msih berdekap embun dan mendung. Makanya perasaan ini mikirnya kasuuuuurrrrr trus. Hahaha. Apalagi tadi malam hujan cukup deras dan rintik ketika subuh. Akhirnya sekitar pukul 7 pagi gue masih meringkuk di tempat tidur. Waaaduuhhh, malu-maluin banget yach. Hahahah.
Pas bangun, Mbak Qomah udah nonton tv dan langsung nyuruh gue makan bihun, padahal gue aja baru bangun dan belum mandi. 
Hari sabtu ini, Mbak Qomah berserta rombongan yang terdiri dari Shiva (Ponakannya) dan dua orang kakaknya yang kebetulan banget, kakak iparnya adalah Kakak alumni kampus gue, hehehehe . . . mereka rencananya mau ke toko yang jualan gorden. Maklum, keluarganya Mbak Qomah emang lagi pada nyari-nyari gorden yang sesuai sama warna dinding kamar.
Nah, setelah kelar acara di toko gorden, next . . . . kami ke pantai lagi.
Tadinya gue nggak tau kalau ternyata habis dari toko gorden tujuan selajutnya adalah pantai. Makanya gue memilih buat gak ikut. Tapi Mbak Qomah maksa-maksa, ya udah akhirnya gue ikut juga.
Berbeda dengan yang kemarin. Penajam Paser Utara hari ini lagi cerah-cerahnya. Pas melewati daerah Petung aja udah kelihatan biru langitnya dan awan-awan putih. Weleehhh, giliran gue mau pulang kok cerah, gan??? Hahahaha. Jadilah kami semua langsung tancap gas menuju pantai Tanjung. Tempatnya bukan di Api-api seperti pantai Semilir kemarin. Tempatnya ada di Kelurahan Salo Loang, tepat di belakang kantornya Mbak Qomah, wahahahaha.
Enak banget nih Mbak, pulang kerja bisa duduk-duduk santai dulu di pantai. Suasananya pun damai banget. Jalanan yang lengang dan pohon-pohon kelapa yang berbaris rapi di pinggir jalan. Di sini juga bakal lo lihat gimana akurnya sapi sama burung bangau putih. Merek sama-sama sedang mencari makan di runput-rumput yang tepat berada di bawah pohon kelapa. Asri banget pokoknya.
Sebelum nyampe ke lokasi pantai, gue udah lihat pemandangan laut dari jalan. Warna yang berlapis-lapis biru dan hijau, wooooo bagusnyaaa . . . .
Mobil yang dikemudikan Kakak iparnya Mbak Qomah belum juga berhenti. Katanya Kakak iparnya ini sangat hafal dengan daerah Salo Loang ini, apalagi pantainya. Okeh, kita serahkan pada ahlinya . . .
Nggak lama kemudian, nyampe juga di pantai tempat tujuan . . . . 
waaaaahhhhhhh, pantai ini . . . . yang pertama terlintas di benak gue saat pertama kali melihantnya adalah . . . lagu Netral yang judulnya liburan dan lagu Mahadewi yang dinyanyikan Padi. Cocok banget, braadddd.
Berlibur di nirwana, cuci mata ganti suasana. Berburu pantai pasir putih, lautan biru matahari. Liburaaaaannnnn . . . .
Mengejar gulungan ombak, berlari dimainkan angin, menatap awan merubah rupa, langit latah berganti warna . . . .












 asli, nih foto fresh from hape gue. gak pake edit, dan bener nih pantai udah menggeser posisi pantai-pantai yang ada se-Gunung Kidul di Yogyakarta, yeaaahhhhhhh. this is secret paradise . . . . from Borneo island.

Assseekkk, yang di atas itu kutipan lagu Netral. Kena banget momentnya. Nggak nyangka gue di tempat seperti Penajam Paser Utara yang merupakan Kabupaten Pemekaran dari Kabupaten Paser. Hhhmmmm, great beach banget. Gue jamin nih pantai sanggup ngalahin seluruh pantai yang d di Kawasan Gunung Kidul Yogyakarta.
Di sini pantainya lebih luas dengan hamparan pasir yang terpotong-potong oleh aliran air laut. Jadi, kalau lo berada pada daratan berpasir, lo masih bisa nyebrang lagi ke daratan berpasir di sebelahnya yang hanya dibatasi oleh aliran air laut sebatas lutut. Dan potongan-potongan pasir itu luaaassss . . . . saingan luasnya dengan langit dan awan cerah yang menaungi pantai Tanjung. Indahnya, maaaakkkk.
Berhubung lagi bawa anak kecil, nih nggak seru kalau nggak lari-lari. Akhirnya kami bertiga, gue, Mbak Qomah dan Shiva pada lari-lari di luasnya hamparan pantai Tanjung. Anginnya nggak deras-deras amat, tapi secara konsisten mengikuti kemana langkah kami berlari. Sementara di daratan pantai yang lain, ada burung bangau yang sedang berjemur lalu terbang ke laut ketika mau kami dekati. Asyikkknnyaaaaa . . . .
Kalau mau surfing, jelas nggak cocok. Ombaknya terlalu tenang buat surfing. Tapi kalau mau ngecamp sambil menikmati sunset atau sunrise, berjemur atau berlari-lari kayak kami, yah . . . cocoklah.

gak cocok buat surfing, tapi kalau buat ciprat-cipratan bisa lah.


Semuanya didukung oleh hari yang cerah, membuat pantai menjadi indah. Saing keasyikkan dengan suasana pantai dan indahnya view hari itu, nggak terasa kami sudah berjalan dan berlari nyampe hamparan pasir paling ujung. Dan mobil kakak iparnya Mbak Qomah udah Nampak kecil dari posisi kami berdiri. Owowowow, udah saatnya kembali, nih.
Kami pun kembali dengan jalur yang sama. Tapi agak bingung juga, heheheeh maklum lah banyak daratan pasirnya. Hhmmmm, berjalan bersama angin lembut dengan background laut lepas yang biru dan hijau, jadi mirip adegan di video klipnya Padi di lagu Mahadewi. Kereeeennnnn. Kalau kita berdiri sejenak di bagian daratan berpasir yang menghadap ke laut, maka lo bakal lihat betapa langit dan awan juga menyaksikan kita dengan binar cerahnya. Indah banget, asli.
Hhhh, ngos-ngosan ngajak lari anak kecil. Terbingung-bingung melihat beberapa burung bangau yang terbang rendah lalu meninggi lagi ketika melihat kami, terkagum-kagum dengan langit luas dan awannya yang megah. Wah, indah banget. Pokoknya yang baca nih, tulisan kudu ke sana. Bawa tenda, bawa alat pemanggang, dan nikmati betul-betul suasananya dari pagi sampe malam. Hahahaha.


Gue nggak bisa berlama-lama di sini. Sebenarnya masih pengen, sih. Mau nikmatin pantai Tanjung pas sore, kayaknya sorenya mantab nih. Sunsetnya dapat, wuaaaaahahahha . . . gak pengen pulang gue. Tapi senin udah kerja. Hhmmmm.
Mungkin belum berjodoh dengan sunset. Jadi, cukup siang ini di pantai Tanjung udah ngasih gue view yang subhanallah banget, thanks Ya Allah . . . 
ekooooo, sekian dulu ngetrip kita di long weekend kali ini. ucapan terima kasih untuk Mbak Qomah serta keluarga, Pak Peno selaku sopir bis Pulau Indah jaya yang masih mau nerima gue sebagai penumpang, walaupun status gue penumpang gelappp, hahahaah . . .  buat Bang Rizki selaku kernet yang masih sempet ngebangunin gue buat lihat Balikpapan dari kejauhan, buat Abah dan Mama atas ijin dan sudah bersedia menajdi sponsor utama trip kali ini, ini untuk pertama kalinya disponsorin, hohoooo terharu, dan buat semua yang tak tersebutkan namanya, thanks banget. hehehe . . .
teruntuk yang Maha Indah, sekali lagi, Kau restui diri ini menikmati keagungan pantai dan item-itemnya yang nggak semua orang bisa menikmatinya. 
salam kompakk, cuy.

10 November yang lalu

yuuuhuuuuuu . . . . yeyeyeyewww. ekhheeemmmm . . . . gimana gimana saudara-saudara sebangsa setanah air dan seperjalanan . . .????? long time no climb, neh gan. kesibukkan baru telah menenggelamkan gue ke dalam sumur .. . . hahaha. sempet mati gaya, ketika yang lain pada planing ke gunung sana . . . ke gunung sini, ke pantai sana dan ke pantai sini . . . sementara gueee . . . masih bertahan dengan sangat machonya di sebuah Kantor yang bernama . . . Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah, wehehehe. untuk saat ini pengabdian emang berada di atas segalanya, gue sedang belajar akan hal itu. hhhhh, semangat, coy.

nah, sekedar mengisi waktu luang, dan berdasarkan prinsip hidup gue bahwa senin - kamis adalah wajib dan jumat-minggu adalah sunah, sooooo . . .. hari ini adalah waktunya untuk . . . . eksploring, guys. berhubung hari yang cantik ini adalah tanggal 10-11-12, dan bertepatan dengan hari Pahlawan, gue punya acara sendiri buat ngerayainnya. simple, tapi insya ALLAH dapat menginspirasi. hahaha,oke okeee??? lo semua udah siap???? kencangkan sabuk pengaman anda, dan kita meluncur ke dapur, let's cook, mamen . . .

pertama-tama, kita nyiapin bahan dulu. standar lah. legenda klasik jaman dulu. bawang merah dan bawang putih. kebetulan banget tema kita hari ini adalah merah putih, men.

belum lengkap kalau belum digoreng dulu. kebiasaan di rumah gue emang gitu, sob. sebelum diulek, bawang merah dan bawang putihnya digoreng dulu. nah, setelah digoreng, campur sama garam dikit dan gula secukupnya. dont forget . . . TERASI . . . heheh

untuk bagian ini gue bikin yang berwarna putih dulu. yang merah gue bikin dari nasi goreng yang putih. okeeeehhh . . . next, NGULEK.
GILAAAAAA, keringetan nguleknya. maklum . . . ulekannya terbuat dari batu yang bobotnya 100KG. hahahaha . . . gue boong banget. yyuuuu . . . kalau keringatan, keringatnya netes pelan-pelan dan mencampuri ulekan gue, wuuiiihhhh . . . pasti makin mantab aja sambal bikinan gue, neh. karena emang keringat adalah bumbu tambahan yang menyehatkan untuk masakan. wkwkwkwkw . . . lo yang baca, plis jangan muntah. haaaaa.

setelah ngulek, sambalnya langsung aja dimasukkan ke wajan yang udah gue kasih minyak tanah, wahahaahah . . . ya minya goreng lah, bossss. hhmmmmm, aromanya semerbak. tentu saja keringat gue udah bikin aromanya jadi lebih khas, hahaha, makin stres aja ya.

langsung, dah masukkin telor dan diacak-acak tuh telor ceplok pake FREE STYLE COOKING. baru, deh masukkin sepiring nasi. and yeeeepppp . . . silahkan gunakan gaya terserah lo. kalau gue, sih pake free style cooking dengan variasi berupa mukul-mukul wajan sebagai bentuk dari ritme memasak yang memelodi dalam alunan jiwa, ttsaaaaaahhhhh . . . .

okee sip, bos. bagian yang putih udah jadi.
bikin bagian yang merah, tinggal ditambah sambal botolan aja. sebenarnya bisa pake tomat. yah, suka-suka aja. gimana enaknya buat lo. kalau lo masih tanah nahan lapar, ya sok aja mau ngulek tomat. tapi kalau yang udah kelaperan, pake bunyi keroncongan di perut, tambah lagi mulut lo yang mulai meneteskan air liur, ya mending nggak usah ambil resiko. daripada lo dikira epilepsi, mending bersegera aja masukkin tuh sambal botol ke wajan.

eeeyyeehh, bagian merah dan putih udah bersatu. hhmmmm, saatnya dibentuk. kali ini gue pake bentuk yang melambangkan sebuah rasa . . .

kita akan bentuk dua bagian warna tersebut menjadi bentu amor, heheheh. ini bukan dalam rangka VMJ yaaaa. iya kalau amornya warna pink, okelah pake VMJ. tapi yang ini warnanya merah putih, warna bendera Indonesia, merdeka.

tinggal dikasih mata sama hidung dan jangan kelupaan ngasih bibir yang sedang tersenyum. pake sozis aja, ya. hehehe . . . maklum, udah lapar beraaattttt . . .  kagak sempet ngiris-ngiris timun.
okaaaiii, TARAAAAAAA . . . .



ketika kita mengibarkan bendera merah putih di seluruh penjuru Negeri ini, jangan lupa untuk mewujudkannya dalam bentuk lain yang tanpa mengurangi rasa cinta kita kepada bangsa ini. hari ini, merah putih juga berkibar di dapur. hhmmmmm . . . tapi, bukan berarti karena rasa cinta maka nggak boleh memakannya . . . justru dengan nggak memakannya maka kita sudah menyiksanya, menjadikannya basi, dibuang, tanpa memberikan manfaat bagi orang-orang.

paling nggak, inilah persembahan sebuah mahakarya sederhana dari gue, yang hari ini nggak bisa ikut apel untuk memperingati Hari Pahlawan. hahahaha, salam merdeka, dan makmurkan hidup para veteran, yeeeaaahhhhhhh.

Rabu, 03 Oktober 2012

SIM Mati???? Demi Pantai, SIM mati langsung dibawa ke Klinik Tong Feng (part 2, HABIS)

hey hey heyyyyyyaah. back to our story. nah, brooo kemarin kita udah nyampe di pantai Sundak dan pantai Wato kodok. pesona Gunung Kidul Yogyakarta udah menawan gue siang itu. hhhhmmmmm, kita lanjutkan ke pantai yang terakhir dikunjungi. kenapa yang terakhir??? karena anggaran yang dibawa pada saat itu cukup terbatas, yayayay . . . harus ngalah dengan anggaran naik gunung, preeeeetttt.

next, kita gas lagi ke pantai Drini. pantai Drini ini jaraknya cukup dekat dengan pantai Wato kodok. eh, tapi nggak juga lah ya. sedang-sedang saja. hehehehe. tapi feeling gue bilang kalau gue harus ke Drini. okelah, mari kita ke sana. dengan agak mempercepat kecepatan gue harus melewati jalur menuju pantai Drini yang lumayan sepi dan tandus.



YAAAHHHH, jalanan yang tandus sambil mutar lagu Ebit G A itu rasanya sesuatu banget, yah . . . luar binasaaaaa. tapi demi seseorang yang bernama Drini, kita gas terus lah. bayangkan saja keramahan pantai Drini sedang menanti kita di sana. yeeahhh. dalam durasi sekitar 20 menit, akhirnya deru ombak Drini mulai sayup terdengar di sela raungan motor gue, maksud gue . . . motor yang gue rental. langsung, biasanya mempercepat motor, kali ini gue lebih memilih memperlambat kecepatan motor karena gue pengen denger suara ombak dari jauh. lagian kondisi jalan juga nggak memungkinkan buat ngebut.

ingat, bro ingat. ini jalan rusak, bukan sirkuit Sepang buat moto GP. hooooo.

sesampainya di sana, hhhmmmm . . . aroma jagung bakar. hehehe. pengeeeeennnn. eiittsss normaaaaa . . . *plak plak plak. hahahah. di sini warungnya lebih banyak dan sepertinya juga lebih rame. emang bener rame. karena banyak perahu nelayan yang beroperasi di sini. sementara aktivitas pencarian rumput laut dari warga setempat sangat sedikit karena lebih didominasi oleh aktivitas mencari ikan. tapi pas waktu gue ke sana perahunya lagi markir.

di pantai Drini ini juga tebingnya lebih banyak dan ada akses untuk menuju puncak tebing, ada tangganya gan jadi ente-ente bisa naik dan melihat landscape alam Drini dari atas ketinggian. hhhmmmm, selain itu area pantainya juga lebih luas dari dua pantai yang tadi.



penyu mana penyu????? weheheh, nggak ada penyu men . . . yang ada hanyalah tetangganya penyu, nih

 tuan CRAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAABBBBBBBBBBBB, kata sponge bob sambil koprol di pasir. heehehe.

oke, puas banget main di pantai, gosong-gosongan, bau asem keringat, basah ketek tapi jadi kering lagi karena derasnya angin, hahahah . . . saatnya pulang, mameeeeennn. waktu udah menunjukkan pukul setengah 2. prediksi nyampe mungkin pukul 3 sore lah, belum termasuk adegan-adegan nyasar dan bingung-bingung di jalan. wkwkwkwk. yo mari kita pulang.

alhamdulillah, perjalanan ke Gunung Kidul menikmati pantai yang sangat dirindukan akhirnya tercapai juga. insya Allah malam ini tidur nggak pake ngiler lah, karena pantai udah dilihat dengan mata kepala sendiri, plus telinga juga dah.

maen kita hari ini cukup sampai di Drini. kita harus pulang tanpa membawa uang kembali ke . . . perkotaan. hooaaahhh. alhamdulillah, selama mengarungi tamasya ini nggak ada kendala, selain haus karena emang salah gue sendiri gak bawa stok. lapar juga, karena terlalu mementingkan kondisi motor. khawatir kalau-kalau gue lebih mementingkan diri sendiri akhirnya motor pinjaman ini jadi banyak tingkah. hahahah, sekalian lah kau minum bensin saja norma, wahahaha.

ucapan terima kasih untuk Bapak rental motor, aiihhh lupa nama Beliau. hehehe, makasih juga buat Ibu Wainah yang berhasil jadi penumpang pertama gue selama ngojek dari Yk ke Wonosari. ehemmm, makasih juga buat Bapak-bapak petugas parkir yang mau motoin gue, juga buat Ibu-ibu pengisi bensin yang nunjukkin jalan ke Sundak. hhhhh, thanks ya Allah . . . thanks. semoga next time masih ada waktu untuk maen-maen kayak gini lagi. yeeahhhhh, hidup jiwa muda. ngeeekk. hehehe.

Jumat, 28 September 2012

SIM Mati???? Demi Pantai, SIM mati langsung dibawa ke Klinik Tong Feng



 Mantai . . . . .


Pantai . . . . pantai . . . . pantai . . . . saking pengennya ke pantai sampai-sampai plang yang bertuliskan Panti Asuhan juga diikutin dan ngebacanya jadi pantai asuhan. Next, jadi bahan pertanyaan . . . . dimana letak Pantai Asuhan. Ooooaahhhhh, demam pantai mulai melanda. Dan cara mengobatinya ya . . . pergi ke pantai, coy. Nah, Alhamdulillah . . . pendidikan di IPDN selama 4 tahun udah berakhir. Woooww, sesuatu. Boleh lah kita merayakannya dengan kembali backpacker gila-gilaan nggak tentu arah dan tujuan. Lagian, semua sudah direncanakan sebelumnya. Jauh sebelum bulan September itu datang dengan hari-hari pentingnya, gue udah mulai nabung. Wuih, emang gue udah niat banget pengen melampiaskan kerinduan pada ombak dan pasir putih juga panasnya yang khas, so nabung adalah kegiatan yang mau nggak mau harus dilakukan. Walaupun harus menahan hawa dan nafsu dalam kurun waktu 2 bulan belakangan demi pasokan dana kegiatan backpacker gak jelas ini. Hhhmmmm, agak lebay. Tapi ya itulah kalau kita udah senang . . . apa kata lo, nggak mungkin gue denger, hehehe . . . piiiisssss.

Okhai, tanggal 12 September gue naik kereta Lodaya pagi dari st. Hall menuju stasiun Tugu. Gue lupa tuh tiket jam brapa, kayaknya pukul 8 pagi lah ya dengan harga 110 ribu. Lodaya pagi yang seperti biasa selalu menyisakan beberapa kursi untuk para turis asing dan selalu ramai oleh para penjual pecel bila sudah memasuki stasiun-stasiun yang ada di provinsi Jawa. Ini kali ketiga gue naik Lodaya pagi, nggak ada yang istimewa hanya saja lamunan yang semakin meliar akan suasana pantai. Jiiiaaahhh, dan sudah pasti gue juga mikir. Entar di sana gue tidur dimana???? Berpikir keraaaaaasssss.

Perjalanan 9 jam yang diisi dengan 30% pasang headset, 20% ngobrol-ngobrol gak jelas, 25% minum air mineral sampe kembung dan sisanya tidur siang. Nyampe di st. Tugu udah ashar menjelang maghrib. Senja Yogya menyambut dengan keramaiannya yang hidup pelan merona ratap tanpa rasa tawar. Selalu ada suguhan menarik setiap datang ke negeri keraton ini, suguhannya adalah . . . ngantuk. Wahahahaha. Gimana caranya gue biasa numpang tidur, numpang makan dan numpang boker di Yogya dalam keadaan sehat walafiat dan aman sentosa sejahtera. 

Pada akhirnya malam itu terasa sangat panjang. Muter-muter di Yogya dengan rute paling berantakan dari yang pernah ada. Kenapa berantakan, karena Marlboro aja kayaknya udah 3-4 kali gue lewatin tapi belum juga dapat penginapan. Dan . . . masih dengan jalan kaki, gue nekat jalan ke alun-alun. Pake apa??? Sok-sok kuat, gue ke alun-alun dengan jalan kaki. Wkwkwkw, jadilah hari itu sebagai hari paling rempong sedunia. Nongkrong di alun-alun setelah shalat isya di Masjid Gede. Nah, tadinya gue pengen nginap di masjid Gede. Tapi . . . Marbotnya bilang gini: “Nggak bisa mbaaakkk . . . mesjid ne tutup pukul setengah 10.” Gue hanya bisa menelan paku, mor, baut dan barang pecah belah. Pukul 9 malam gue kembali move tanpa arah dan tujuan. Padahal kaki udah peyot dan bahu udah pegel manggul carrier. Asli, kayak jadi tukang jamu seharian nih. Hhhhmmm, gue sedikit menyerah. Hehehhe, ada lihat Bapak Tukang becak sedang rokokan, nganggur, nyanyi-nyanyi lagu Jawa dengan bersilang kaki. Pikir gue, nih Bapak tukang becak pantas jadi sasaran perampokan, hehehea. Terjadilah dialog yang temanya tentang gue yang hilang arah, dan mau numpang tidur, makan dan boker di Jogja. Untung aja Bapaknya gak bilang: “MASALAH BUAT GUEH???” wkwkwk. So, dengan sangat bersahaja, Bapak ini langsung ngasih gue rekomendasi Wisma Hidayah.

Hhhhmmm, sebelumnya gue sempat nemu penginapan yang letaknya dekat dengan SMK lupa namanya, hehehe. Pokoknya tuh SMK yang tema pelajarannya seni-seni gitulah, daerah Bantul pokoknya. Nah, nama wismanya Wisma Nusantara. Di wisma ini semalam harganya 80 ribu. Tapi tempatnya . . . . ckckckcck, hhhmmmmm. GALAU. Ukuran kamar aja udah sempit dan kamar mandinya yang di dalam lagi rusak. Selain itu tempat tidurnya empuk-empuk gak ikhlas gitu, hehehee . . . gue nggak tega tidur di sini. Akhirnya . . . keadaan seperti inilah yang bikin gue move ke kawasan Alun-alun Kidul.

Yup, back to the Bapak tukang becak story. Bapak ini merekomendasikan Wisma Hidayah. Nah, pas Tanya-tanya ternyata harganya juga 80 ribu sehari semalam. Gue jelas trauma, men. Muka pucat, mendadak mules, pengen pingsan, dan dengan langkah-langkah hampa, gue ikutin Mas-mas yang nganterin gue ke kamar yang 80 ribu itu. Ahhhh, rasanya pengen tutup mata, tutup hidung, tutup telinga, tutup pori-pori . . . nggak karuan pokoknya. Dan . . . . 

“Silahkan Mbaakkk.” Pengen sujud syukur lah detik itu. Sumpah, beda banget dengan 80 ribu versi Wisma Nusantara. Yang ini, kamar mandinya bagus, tempat tidurnya 2, ukurannya luas dan nyaman. Satu lagi yang unggul, letaknya dekat dengan Alun-Alun Kidul. Hanya berpaut 500 meter. Eaahhhh. Jadi juga gue numpang tidur, makan dan boker di Yogya. Oke, gue langsung bersih-bersih dan persiapan buat besok.

13 September 2012
Bismillahirrahmaniraahim. Target kita adalah Wonosari, kawasan Gunung Kidul yang ada banyak pantai. Sudah terbayang seharian main pasir dan memandang ke arah laut lepas. Bebaaassss. Meninggalkan wisma dalam keadaan bingung pas pagi-pagi pula, itu udah biasa. Menyusuri ruas-ruas jalan dengan titik-titik kebingungan yang semakin banyak. So, gue coba Tanya-tanya ke Bapak-bapak yang lagi nongkrong di angkringan. Menurut informasi dari yang bersangkutan, kalau mau rental motor . . . adanya di dekat stasiun Tugu. Okeh, mari kita hajar. On the way ke kawasan stasiun Tugu, terhenti di pangkalan tukang ojek karena bingung tempatnya dimana. Akhirnya gue nanya ke Bapak-bapak tukang ojek. Dan Alhamdulillah . . . . arah pukul 9 dari pangkalan ojek tersebut dengan jarak sekitar 200 meter adalah tempat rental motor. Yeahhh, lets rent hahahaha.

Tempat penyewaan lagi sepi. Gue hanya nemuin seorang bule yang lagi ngembaliin motor, dan keramaian di pagi itu sedang terpusat pada kegiatan eksekusi tanah yang TKPnya gak jauh dari stasiun Tugu. Nah, si Bapak yang ngurusin rental motor itu juga lagi seru-serunya nonton eksekusi tanah, ckckckckc. Sok heboh, yach. Hahaha, gak lama bapak itu balik dan kembali bertugas. Bapak yang berambut lurus dan gondrong ini *agak mirip dengan para personal band boomerang.* dengan ramah menanyakan maksud dan tujuan gue bertandang ke sini. Ya udah, gue bilang aja gue mau muter-muter Jogja dan butuh motor buat sehari ini.

Tadinya gue sempet shock. Pasalnya sebelum gue ketemu sama Bapak yang mirip personal boomerang itu, gue kan sempat ketemu sama isterinya dulu, nih. Isterinya bilang, kalau mau rental motor kudu ada uang jaminan sejuta. Alamaaaaakkkkkkkk. Segala bayangan tentang pantai di otak gue seolah pada kena tsunami semua. Apes banget kalau bener gitu, gue mana ada pegang uang sejuta. Lha duit di ATM aja gak nyampe sejuta. Duit di ATM Cuma cukup buat anggaran trip selanjutnya, yaitu ke gunung. Hoooaaaaa, otomatis muka gue mendadak galau gitu. Tapi ternyata . . .
 
“Beneran pak mesti pake uang jaminan sejuta?” Tanya gue dengan setengah mengiba, kalau perlu gue ngesot lah pas nanya tuh, wkwkwkwk. “Ah, nggak mbak. Cukup KTP sama bayar 60 ribu. 60 ribu itu tariff untuk penyewaan selama 24 jam.” Subhanallah . . . . thanks ya Allah . . . . hampir aja plan mantai gue gatot. “oke mbak, mana SIMnya.” Dengan PD gue tunjukkin SIM gue bersamaan dengan uang 60 ribu pas. Ternyata pemirsaaaaaa . . . .

“Woooalllaaahhh, SIMnya mati ki mbak.”

Jdaaarrrr . . .  jdaaaaarrrrrr . . . . prrreeeeeeeeeeeettttttt . . . . gubbbrrraaaaaaak . . . . ngeek

Kayak ada efek panggung srimulat di sekitar gue. Gue langsung tepuk jidat. Baru ingat kalau itu SIM gue, gue buat pas gue masih SMA, fotonya aja foto SMA. Pret banget lah.

“Yo wes mbak, gpp. Mbak berdoa saja semoga gak ada kegiaan razia hari ini.”

Gue langsung lemes. Dan bener-bener berdoa. Pasalnya hari ini tujuan gue bukan muter-muter Jogja tapi ke Wonosari. Hhhhhh . . . 


Tepat pukul 8, gue start dari depan rumah Bapak yang nyewain rental motor menuju belantara Jogja dan mencari jalan ke Wono sari. Bingung udah pasti, ketika bensin gue berkurang 1 liter, baru gue nemuin jalan ke Wonosari. Hahahaha, PARAH. Padahal gak segitunya juga kali, tapi ya itulah nyasar-nyasar. Hehehe. Alhamdulillah, otw Wonosari perjalanan gue dipermudah dengan adanya penunjuk-penunjuk jalan yang diletakkan secara strategis dan emang khusus diperuntukkan untuk orang-orang bingung kayak gue. Jadi, kawasan Wonosari lancar sampe Gunung Kidul. Dari Jogja menuju Gunung Kidul jalannya mirip-mirip kayak mau ke puncak. Bagi yang belum pernah ke Puncak Bogor, hhhmmmmm . . . okeh, agak-agak mirip dengan ruas jalan menuju Sumedang tapi jalannya lebih luas. Agak-agak ular dan sekitar yang banyak pohon-pohon meranggas dengan kondisi tandus. Lagi kemarau, brow

Nyampe di kawasan Gunung kidul dengan waktu 2 jam lebih. Itu pun pas ngisi bensin dan sambil nanya-nanya, kawasan pantai masih jauh . . . . wkwkwkwk, tancap. Mau mundur udah gak mungkin. Kita bereskan hari ini juga, guys.

Memasuki kawasan pantai dengan kondisi jalan yang mulai rusak dan penuh dengan batu-batu kecil. Di pinggir-pinggir jalan selalu Nampak bukit-bukit kecil. Wowwww, hehhe. Tujuan pertama gue adalah ke Sundak. Nah, di perjalanan mau ke Sundak . . . gue ketemu dengan Ibu-Ibu yang mengacungkan tangannya ke depan. Kalau insting gue bilang, sih si Ibu kayaknya mau nyuruh gue berhenti. Wah, gue curiga aja. Jangan-jangan, yaaaahhh. Maklum lah gue parno. Ini bukan Kalsel, mana motor gue rental, pake SIM mati pula, wkwkwkw. Tapi karena gak tega, akhirnya gue berhenti juga.

“Kenapa Bu?” Tanya gue. Dan si Ibu ngejawab pake bahasa Jawa. Ya iya lah gue langsung blank. So, Ibu itu segera merubah bahasanya menjadi bahasa Indonesia yang komplit dengan aksen Jawa. Ternyata Ibu pengen diantar ke pantai Sundak. Itu pun dia bilang setelah gue ngaku kalau gue mau ke Sundak. Beliau bilang kalau dia mau Ke Sundak buat nyari rumput laut. Okeehh, ibu langsung duduk di belakang gue. Dengan demikian gue punya guide buat ke Sundak. Coz, tujuan kita sama. Yeeahhhh. Sekitar 15 menit dari tempat gue ketemu sama Ibu tadi, akhirnya nyampe juga di Sundak.




Sundak sedang ramai oleh para pencari rumput laut. Katanya rumput laut ini dijual 1300/kg. pantai Sundak saat itu lagi sepi wisatawan, banyak warung-warung tutup dan hanya ada 1-3 warung yang masih beroperasi, itupun gak ramai. Maklum, bukan akhir pekan dan bukan hari libur. Tapi . . . sekali lagi, seninya menikmati pantai ya saat-saat sepi.

Senda gurau itu tiada. Semua lembut kosong semerbak tanpa aroma. Di kerumunan angin piawai membuai lekuk khayal, renung pilu koyak semampai jiwa. Ombak asa menimpa-nimpa. Hempas membabi buta. Lagi-lagi aku menguncup, sayup. Kembali bergolak pada kekacauan perasaan.
Bersikeras menjadi pemberani. Mencoba congkak pada ombak. Terbungkuk-bungkuk menahan terik, meski meleleh lembut piaskan karat kemauan diri. Demi esok dan seterusnya.

Sambil memainkan pasir putih, gue mengamati aktivitas para pencari rumput laut. Beberapa dari mereka juga ada yang mencari . . . namanya gue lupa, Erek apa ya??? Hahaha, sory, gue lupa namanya pokoknya model kayak bulu babi gitu lah.

Siang menjelang Djuhur saat itu, mendung menimpali perjalanan. Tapi sengatannya seolah sedang menahan dari beranjak. Kata hati, ingin tetap memiliki hari itu sampai aku benar-benar lelah dan pulang.

Setelah shalat djuhur di Sundak sambil menyantap mie goreng dan teh es manis, gue kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai lain. Kali ini, dengan mengandalkan papan penunjuk arah, akhirnya gue mendarat di pantai Wato Kodok. Yup, kalau gak salah namanya begitu. Pantai ini mirip-mirip dengan pantai Sundak, ada batu besar di kanan dan kirinya dan juga ada aktivitas penduduk sekitar yang lagi nyari rumput laut. 

Tapi, meeennnn . . . jalan menuju Wato Kodok bener-bener keren. 



Untung aja gue rental motor biasa. Padahal pas ngerental gue sempet ditawarin naik motor matic. Hahaha, gue paling gak tega naik matic kalau kondisi medan kayak gini. Hehehe, bisa-bisa gue lebih milih jalan kaki, euy. Wkwkwkwk. Jalan menuju pantai Wato Kodok sangat sepi. Lengang, agak serem, sih. Tapi pas nyampe pantainya gue langsung ketemu sama Bapak-bapak penjaga parkir. Bapaknya udah tua dan ngomong pake bahasa Jawa tok. Hooooaaaaa, gue sok-sok ngerti dengan bilang inggih sambil manggut-manggut. Asli, sebenarnya gue gak ngerti artinya sama sekali.

Parkir hari itu bener-bener sepi. Cuma motor gue yang markir di situ. Hahahah, suasana pantai jangan ditanya lah. Semakin terpencil, maka semakin kaffah untuk dinikmati. 

Biarlah hari itu kita serakah. Menjadi penikmat tunggal kedalaman desingan bayu yang meratapi pesta pora ombak. Menikmati ini semua tanpa penghianatan, karena aku bukan dengan siapa-siapa. Aku hanya membawa egoku berjalan seirama ritme hatiku. Dengan telepati intim atas rasa kehilanganku, yang ingin kumiliki lagi walau harus kandas di saat nanti.



bersambung . . . . di Klinik Tong Seng, Wwkwkwkwkwwkw . . . .