Jumat, 29 Juni 2012

"Summit Attack"




28 Juni 2012
teruslah bernyanyi, nyanyikan lagu apa saja yang bisa buatmu tertawa-tawa sendiri. sampai patah tulangmu, sampai habis terbakar dagingmu, sampai kau telan racun, sampai tak kau temukan lagi rima hidupmu, sampai alam lumpuhkan kebusukanmu, sampai doamu tidak lagi terlalu pelan untuk didengarNYA. (dalam kesahajaan subuh seorang sahabat, kala tempat ini kita lewati bersama, beton putih dan genteng merah yang membentengi lembah gagah, lembah Manglayang, lembah pendidikan, kampus merah putih, IPDN.) 02.44 WIB sabtu Jatinangor



Menurut gue ini lebih dari sekedar summit attack, ini lebih sadis. Yah, lebih melelahkan juga kayaknya. Hari kamis gue dapat giliran paling akhir untuk sidang. Paling terakhir itu sekitar pukul 15.00 sore. Sebenarnya gue udah gak terlalu peduli dengan sidang dan Laporan Akhir gue. Suer, kali ini gue pun heran kenapa bisa secuek ini dengan yang namanya Laporan Akhir. Yang ada dalam pikiran gue adalah, Abah dan Mama gue bisa segera nyampe dengan selamat ke Jatinangor pada tanggal 13 Juli 2012 dan kita bisa pulang bareng tanggal 20 Juli 2012. Otomatis, itu saja yang gue pengen. Soal lulus dengan pujian, revisi, predikat memuaskan, buat gue udah ga penting. Heeehehe [jangan kecewa, ya].
Beda banget sama jaman dulu waktu masih pake seragam putih biru maupun putih abu-abu. Obsesi buat jadi juara umum itu selalu terpatri di hati. Target buat bisa ngalahin sang juara pertama itu selalu tegak berdiri di otak gue, dan dengan kerja keras dan sepenuh hati akhirnya itu bisa gue lakukan pas gue masih SMP. Dan buat gue itu rekor atau kalau mau yang lebih lebay, barangkali moment itu bisa dikatakan sebagai sejarah. Ketika Mama gue dipanggil sama Pak Kepala sekolah buat dampingin gue maju sebagai 5 besar. Ahahaha, itu dulu.
Entah apa yang terjadi dengan settingan otak gue sekarang. Mimpi dan ambisi gue udah berubah arah. Semenjak sebuah teori yang gue buat sendiri bahwa “NILAI SUDAH TIDAK MENCERMINKAN SEBUAH NILAI” nilai yang hakiki ternyata bukan berwujud angka, nilai yang hakiki gak lah terkalkulasikan, nilai yang hakiki itu lebih dari sekedar nominal. Mungkin doktrin gue yang gue suntikkan sendiri ke otak gue itu lah yang mengubah jalur yang gue pilih, jalur tersebut gue sebut “JALUR EPEN-EPEN” yup, epen dengan nilai-nilai yang berbau angka. 4 tahun gue pegang itu, hehehe . . . kalau Abah gue tau, mungkin gue bakal cuci otak kali ya, hahhah. Maafkan anakmu ini Bah.
Tanggal 28 Juni 2012 itu gue jalani dengan epen dan sangat santai. Walaupun pada awalnya tangan gue dingin kayak di gunung, hehhe. Tapi gue rasa ini harus gue jalani sebagai ikhtiar gue. Secueknya gue terhadap semua ketentuan ini, yang tanggal 28 Juni ini tetap harus gue jalani semampu gue. Walaupun gue akui bahwa gue menjalaninya dengan setengah hati, dan separuh hati gue sudah hinggap ke titik 0 dan bayangan gue tentang kehadiran Abah dan Mama gue di hari H itu. Aaaahhh, benar-benar gak maksimal, hehhe. Harap maklum ya jamaah . . . hahhah


Tapi akhirnya, BERES! Ibu Dyah yang ngebantai gue dengan rentetan pertanyaan yang menyudutkan dan membuat gue seperti sedang ditelanjangi, tapi semua terlihat tetap begitu tenang ketika gue ngelihat wajah Pak Kalatiku yang selalu tersenyum, senyum yang sedang berusaha menenangkan anak bimbingannya yang dijatuhi racun pelumpuh mental, dan ketika Pak Teuku, Dosen lulusan salah satu Universitas di Australi yang stylenya mirip-mirip anak band Inggris jaman dulu melayangkan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan, tapi semua Nampak adem-adem saja ketika melihat Pak Syaifulloh sebagai Ketua Dosen penguji tetap menampakkan wajah cool ke gue, seolah berkata “Tenang, Nak. Semuanya akan baik-baik saja.” Alhamdulillah . . . semua itu telah terlewati walaupun dengan sedikit perbaikan.


Sore itu seperti sedang menghirup angin yang sedang segar-segarnya. Rasa lega mengalir ke seluruh tubuh karena ujian komprehensif telah selesai dilaksanakan. Terima kasih ya Allah . . . memang gak ada yang mudah untuk sesuatu yang indah. Buat gue ujian komprehensif ini juga sebagai ujian mental, dan justru di luar ujian mentalnya akan lebih sadis daripada yang ini, lebih gila dan lebih pedih, dan di luar sana kita bakal sangat jarang menggunakan teori, kita bakal lebih sering menggunakan seni. Assseeekkkk . . . .
Syukur Alhamdulillah, tanggal 28 Juni dapat dilewati dengan sangat mengesankan. Apalagi pas gue dan dua orang rekan gue Tuti dari Gorontalo dan Mas Bekti dari Rembang harus gercep bikin surat ijin keluar demi ngedapetin tanda tangan Bu Dyah yang saat itu sedang berada di hotel Jatinangor dan Beliau udah mau berangkat ke Mataram besoknya, wwaaaa . . . surat ijin yang salah format itu akhirnya disetujui oleh Pak Kepala Bagian Pengasuhan. Sesuatu banget, syukur Alhamdulillah . . .
Pada akhirnya, gue dan dua orang rekan gue keluar kampus dan sukses mendapatkan tanda tangan Bu Dyah. Hahahaha, malam itu ditutup dengan sepiring nasi goreng di kedai Indra dekat Griya Jatinangor. Maklum . . . kelaparan, euy.


Jumat 29 Juni 2012
Tadinya gue berpikir hari ini hanya akan mendapatkan satu tanda tangan, yaitu tanda tangan Pak Teuku Hamzah, Dosen lulusan Australi yang gue certain sekilas di atas. Nah, Beliau ini sangat gue dan rekan-rekan gue tunggu sedari pagi. Kita baru dapat sekitar pukul 10 pagi di kelas Karangasem. Saat itu dia bilang kalau hari ini sudah mau pulang ke Jakarta. Jadilah pada hari itu Beliau harus menandatangani puluhan lembar kertas jeruk yang berjudul lembar pengesahan. Hahaha, makasih banyak ya Pak dan maaf udah ngerepotin.
Ternyata, Pak Kalatiku dan Bu Wangsing selaku Dosen Pembimbing juga membuka kesempatan bagi anak-anak bimbingannya yang sudah selesai sidang. Alhamdulillah . . . lagi-lagi ini adalah anugrah yang sesuatu banget dan sangat mengharukan. Jadilah pada hari itu, kertas lembar pengesahan gue dan lembar persetujuan gue tinggal menyisakan satu dosen lagi, yaitu Pak Syaifulloh, Bapak yang paling baik. Niatnya besok aja gue minta tanda tangan Beliau, ketika revisi gue udah jadi. Tapi pas gue nunggu dan revisi di perpustakaan, gue dapat kabar dari Mas Bekti. Dia bilang Pak Syaifulloh ada di kelas Pajajaran. Tanpa buang waktu lagi, gue langsung merapat ke sana. Sesampainya di sana, kelas Pajajaran hanya dihuni oleh Bu Rini, Dosen yang berdarah Sunda dan sangat suka sekali menggunakan bahasa Inggris dan tentu saja yang paling mencolok, Beliau suka sekali pake high hells (bener ga tulisannya?). langsung gue telpon Mas Bekti. Dia bilang Pak Syaifulloh ada di Fakultas. Detik itu juga gue langsung pergi ke Fakultas yang jaraknya sekitar 300 meter dari Blok Kulas kuliah.
Sesuatu banget, di saat gue mau memasuki Fakultas, gue lihat Pak Syaifulloh baru saja keluar dari Fakultas lewat pintu samping. Tanpa babibu gue segera kejar Beliau dengan membawa map batik yang berisi lembar persetujuan dan pengesahan. HAJAAAARRRR . . .
Beliau udah mau pulang, gue diarahkan Beliau untuk ke mobilnya. Akhirnya Beliau duduk di beton blok dari semen dengan beralaskan sebuah jilidan kertas, Subhanallah . . . itu dia lakukan demi membubuhkan tanda tangan buat gue . . . maafkan anak bimbinganmu ini, Pak . . . hiks hiks hiks, terharu. Sambil bertanya-tanya tentang tanah kelahiran gue dan asal muasal gue, lembar pengesahan dan persetujuan puny ague akhirnya sudah selesai ditandatangani, dan tanda tangan Beliau adalah tanda tangan pamungkas untuk babak ini. Syukur Alhamdulillah . . . puji syukur ya Allah . . .
Sore itu ditutup dengan sebotol teh Walini yang gue nikmatin bareng seorang temen yang pada hari itu juga sudah menuntaskan lembar pengesahannya. Sore itu begitu indah, sesuatu yang gak terencana ternyata telah terjadi. Padahal sebelumnya, gue bisa dapat tanda tangan Pak Teuku aja sudah syukur banget, ternyata semua Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji udah selesai hari itu juga. Alhamdulillah . . .

Dengan demikian, tinggal revisi saja lagi yang harus dibereskan. Insya Allah revisi udah selesai hari senin. Amin amin amin . . . semoga semuanya berkah.
Terima kasih untuk Allah Sang Maha Indah, untuk Abah dan Mama juga Nenek dan Kakak plus Ikram yang selalu menyabdakan nama gue di setiap doa-doa. Terima kasih untuk Pak Kalatiku, Bu Wangsih, Pak Syaifulloh, Bu Dyah, dan Pak Teuku atas tempaan dan pelatihan mental yang sangat bernilai buat gue. Mungkin balasan dari saya gak seberapa, tapi saya yakin Allah akan membalas kebersahajaan Bapak dan Ibu sekalian dalam membimbing saya dengan balasan yang lebih indah. Amin amin amin ya Rabb. Buat Rekan-rekan seperjuangan terutama Mas Bekti dan Tuti, hehehe . . . jangan pada kapok yee, ahahha. Buat adek-adek dan rekan-rekan seangkatan yang kemarin sengaja datang saat gue sedang diuji pengetahuan dan mental, makasih banyak banget lah, sukses buat kalian semua. juga buat sahabat gue, sahabat gue yang paling berani, sahabat sekaligus Guru buat gue, makasih banyak udah meluangkan waktu cuma buat lihat gue sidang. Untuk semua yang baca nih, tulisan dan udah mendoakan, hahaha, thanks banget ya semuanya.

 "PADA AKHIRNYA, KITA GAK AKAN TERLALU MENGGUNAKAN TEORI DILAPANGAN NANTI. JUSTRU KITA AKAN LEBIH MENGGUNAKAN SENI." (Norma:2012)
Sampai jumpa di petualangan alay berikutnya.