Minggu, 15 September 2013

Jembatan Kayu Dari Masa ke Masa (sisi lain Kabupaten HSU)



Ceritanya, nih mau bikin edisi lengkap. Setelah edisi Negara agraris, maritime dan sekarang edisi rawa. Yang biasa ngetrip ke pantai, gunung, laut, pastinya udah biasa lah ya. Nah, ini gue bakal ngajak lo ke rawa. Sejauh mata memandang isinya rawaaaaaaaaaaaa semua. Kalau tadi biru langit sama kuningnya padi bertemu dalam satu garis, kali ini biru langit dan hijaunya eceng gondok bertemu dalam satu garis.

Daerah ini adanya di Sungai Buluh yang letaknya di perbatasan Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kabupaten Hulu Sungai Utara. Nggak ada pemandangan gunung atau pantai tapi yang ada adalah pemandangan rawa yang luas banget. Nih, tempat penduduknya ya nggak punya pilihan lain selain hidup di antara rawa-rawa. Kebanyakan dari mereka hobi banget jemur ikan asin dan ternak itik. Jadi kalau lewat kawasan ini biasanya lo bakal nyium aroma khas makanan itik alias bama dan aroma khas ikan asin. 

Nah, gue gabungin dua edisi keberangkatan dalam tulisan ini tapi lokasi pemotretan sama, coy. Beberapa tahun lalu gue pernah ke jembatan kayu yang panjang dan pas 2013 ini gue ke sana lagi, ehhhh . . . .  jembatan kayunya tambah panjang.

Sepintas emang nggak banyak objek menarik di sini. Secara isinya rawa semua sama perahu-perahu kecil. Kecuali kalau lo mau ambil kegiatan anti mainstream di sini dengan diving di area rawa, hehehhe. Tapi, bagi yang mau sekedar escape mencari ketenangan tanpa harus mengeluarkan dana dan waktu persiapan yang mumet, ya tempat ini bisa jadi alternative untuk itu.

Lagian juga, coy point menting itu bukan pada keindahan tempat dari segi fisiknya. Kembali pada kekayaan bathiniahnya yang kudu digali. Ada banyak keindahan yang lebih berarti selain keindahan fisik semata. Kearifan lokal mereka adalah slah satu moment penting jika kita memang ingin mengenal tanah ini dengan baik. 

So, enjoy gan.

Ini foto waktu beberapa tahun silam





Kalau ini foto Jembatan kayu di tahun 2013, cekibrooootttt
 


Oke, lah buat hari ini. Special thanks buat yang motion, dan for my Rabb yang Maha Indah yang ajarkanku gimana melihat sisi yang kurang indah menjadi Nampak indah. Hahahahadoh, mulai rancu kalimatnya nih, pokoknya keep travelling aja lah. Dimana pun dan kapan pun. Yeeahhhh.


Gempor-gemporan Demi Cita Rasa Ombak (Solo Trip Edisi Ramadhan)



Puasa-puasa . . . . . rela gemporin badan, teposin pantat, pegelin pinggang, demi pantai. Hahahahadoohhh. Hari libur yang cerah tuh, rasanya berdosa banget kalau sampai dilewatin dengan rute yang sama. Mesti muter arah dan cari kebebasan yang baru. Begitu prinsipnya, bung. So, kalau nggak salah itu tanggal 28 Juli 2013, hari deket-deket sama lebaran. Gue masih di kantor lagi ada beberapa tugas penting, tugas Negara yang bikin gue rela pagi-pagi libur dlam keadaan melek.

Nah, selesai tugas gue baru nyadar bahwa hari itu cerah banget. Hari yang cerah buat jiwa yang lapar. Gue lihatin blade gue dengan seksama. Kayaknya nggak ada masalah lah kalau “dia” gue ajak rempong-rempongan ke Angsana. Heheheh, gue jelasin dulu dah ya. Angsana itu sejenis pantai yang punya jembatan. jembatannya mengarah ke laut. Pas banget ada temen gue yang baru pulkam di sana. 

Sambil ngantri bensin, gue kontak temen gue. cuman mau nanya di sana cerah nggak. Dan jawabannya adalah cerah. Okeh, sudah bulat azzam ini untuk berangkat ke sana. Yang pasti gue nanya rutenya dulu. Dan Alhamdulillah, janji temen gue orang kayak gue bakal nyampe sana dalam waktu 3 jam. Hahahah, di pikiran gue udah bilang kecil aja, tuh.
Yeeahhhhh, okeee . . . . berangkat.

Rute gue dari Banjarbaru ke Pelaihari dulu. Itu normalnya gue tempuh sejam. Di Pelaihari gue bimbang, karena gue nggak pernah ke Tanbu alias Tanah Bumbu, Kabupaten yang tetanggaan sama Pelaihari. Nah, gue tuh belum pernah kelayapan sampe sana. Pake motor pula. Akhirnya gue nanya sama Bapak-bapak yang lagi ngecat kantor.
“Waaahhhhh, jauh itu kalau dari sini. Ini jalannya.” Salah seorang Bapak nunjuk jalan yang menikung ke kanan yang ada di depan gue.

JAUH????? 

KACRUT. Temen gue yang di sono bilangnya deket………

Lagi-lagi gue terhasut. Tapi ya udah lah. Emang udah diniatin ke sana.
Akhirnya gue ambil rute yang ditunjukkin Bapak tadi. Terjalani juga hari yang cerah ini dengan gempor-gemporan di atas motor. Dan ini kali pertama gue jalan ke Pelaihari-Tanbu. Biasanya mentok hanya di kota Pelaiharinya saja. 

Sejam pertama gue masih nyantai. Nikmatin pemandangan yang ada. Kebanyakan pohon kelapa sawit dan hutan-hutan gitu. Nah, jalan hampir dua jam gue udah mulai lemes. Iya lah lemes, dari tadi tuh, yang ad ague masih di Kabupaten Pelaihari. Gilaaaaa, bayangin aja lah. Jalanan mulai sepi, banyakkan truck yang lewat daripada motor. Asli gue kesepian dan merana banget. Mana panasnya makin panas pula. Dan gue tuh baru tahu, gank kalau ternyata Pelaihari itu luas ya. Secara untuk ke Tanah Bumbu aja gue mesti lewatin beberapa Kecamatan. Dari Pandan sari, johor, Kurau sampe ke Kintap yang paling akhir. Yang lintasannya paling panjang adalah Johor. Berkelok dan sepi lagi. Dan gue berdoa, semoga nanti pas pulang gue nggak sampe ketemu malam di Johor. Amin amin amin. Heheheh

Jarak tiap kecamatan itu jaraknya luar biasa jauh. Ada yang nyampe 20-30 km deh. Jauh karena emang jauh, dan didukung pula karena baru pertama kalinya gue lewat jalan ini. Berasa nih, pantat udah nempel sebegitu lamanya. Pengen berhenti tapi takut diculik, kan artis boowww. Wkwkwkwkwk.

Nah, waktu udah dzuhur. Kalau nggak salah pas dzuhur itu gue masih berada di Kabupaten Pelaihari. Selepas dari masjid, eh gue ketemu Ibu-ibu. Gue rada lupa nama beliau. Kalau nggak salah nama Beliau Sukiyem. Beliau ini melambai-lambaikan tangan kanannya ke arah gue. gue ya heran, dan gue jadi teringat pada apa yang pernah gue alami waktu di Wonosari dalam rangka muter-muter pantai di Gunung Kidul. Waktu itu gue mau ke Sundak dulu sebagai pantai pertama di Gunung Kidul yang mau gue kunjungi. Eh malah dicegat sama Ibu-ibu yang mau nyari rumput laut ke Sundak. Baca lagi, deh ya postingan gue yang ngetrip pantai di Gunung Kidul edisi SIM mati. Hehehehe.

Kenapa ya, tiap solo trip ke pantai selalu ada adegan ini. Adegan Ibu-ibu nyegat gue di pinggir jalan buat numpang di motor gue. berasa selalu ada malaikat yang ngikutin gue tiap gue ngetrip, heheheh. Kali ini Bu Sukiyem ini berpropesi sebagai Tukang Urut alias tukang pijat yang hari itu baru pulang mijat dari langganannya. Sepulang mijat langganannya ternyata beliau dapat upah berupa beras dan gula. Kasian juga, coy si Ibu jalan rempong-rempongan bawa beras sama gula. Tapi lebih kasian mana sama gue yang dari tadi belum juga nyampe ke Angsana. Hahah.

So, gue anterin dulu lah si Ibu sambil nanya-nanya soal Angsana masih jauh apa? Ternyata Ibu itu bilang MASIH JAUH. 

Wadeeuuhhh, hampir nyerah gue coy. Tapi nggak jadi nyerah, soalnya pas gue udah nyampe ke tempat Bu Sukiyem, gue dikasih semangat sama beliau. Plus wejangan dikit agar gue hati-hati dan jangan ngebut.

Okeeeehhh, semangat semangat bray. Yakin dikit lagi, nih pantai bakal kekejar sebelum waktu berbuka. Lanjut ngegas lagi dalam keadaan mulai haus, tapi ditahan dulu lah ya sampe adzan maghrib berkumandang. 

Kurang lebih setengah jam akhirnya gue nyampe di gerbang perbatasan Pelaihari dan Tanah Bumbu. Alhamdulillah . . . . . meski suasana pantai kayaknya masih jauh, tapi sesuatu banget gue bisa nyampe Tanah Bumbu. Horeeeeeee. 

Sambil ngisi bensin, sambil nanya pantai Angsana sama Ibu yang ngisiin bensin. Katanya tinggal setengah jam lagi. Waaaaaaaaaaa, rasanya pengen meneteskan air mata buaya.
Tancap gas lagi, bray. Kali ini benar-benar semangat sampe lupa haus dan lapar. Mendengar tinggal setengah jam lagi tuh, gue memperlambat motor gue. siapa tau kelewat, kan nggak lucu. So, sambil sedikit melemaskan otot-otot yang tegang setelah menempuh perjalanan sekitar 4 jam lebih, gue sambil lirak-lirik kanan-kiri. Seingat gue gerbang menuju pantai Angsana adanya di sebelah kanan. 

Ternyata pemirsa, dari gerbang Tanah Bumbu itu masih jauh, hei. Subhanallah . . . . . . udah manyun, tuh muka gue. gue harus melewati kota Tanah Bumbu. Habis itu mesti lewatin 2-3 Desa yang udah gue lupa namanya, heheheh. Jarak antar desa juga lumayan jauh. Alamaaakkk. Tapi akan lebih lumayan lagi kalau gue balik ke Banjarbaru tanpa mendapatkan satu view pun tentang pantai Angsana. Dan ditambah lagi betenya, temen gue nggak bales sms gue. asli gue seperti sedang mengalami labil situasisasi.

Jauhhhhnyaaaa, ya Raabbb . . . . . udah dua desa gue lewatin. Kalau untuk rempongin dan gemporin badan, sih gue bilang mission complete, deh. Remponginnya sukses, gemporinnya juga cumlaude. Berharap banget desa yang ketiga adalah desa Angsana, yang ada pantai Angsananya. Beruntung banget, setiap Desa punya tugu perbatasan masing-masing. 

Setelah melewati tiga desa, akhirnyaaaaaa . . . . . . tugu Desa Angsana berhasil gue lihat di sebelah kiri. Yeeahhhhhh, dengan penuh keyakinan gue pun bersemangat kembali melanjutkan perjalanan. Gue yakin banget, pantai Angsana nggak jauh lagi. Ayoooooo….. gue pun terus melihat ke kanan. Hati gue udah bahagia banget, nih. Bentar lagi nyampe.
Nggak lama, subhanallah . . . .  . gapuranya pantai Angsana akhirnya kelihatan juga. 
Berlinang lah air mata buaya. Langsung aja dah, gue masuk gerbang yang bercat hijau itu. Masuk ke sana yang dilihat hanyalah pohon kelapa sawit dan beberapa fauna yang kayak burung sama monyet. Nih, tempat sepi banget. Nggak ada petugas kelapa sawit. Gue hanya nemuin satu orang Bapak-bapak yang habis pulang dari nyari kayu. Gue nanya pantai Angsana masih jauh, kah?

“Wah, masih JAUH Mbak.”

Whhoooattttt??? 

Gue disuruh Beliau ngikutin jalur lurus sepanjang perkebunan kelapa sawit. 

Sampe nanti gue ketemu jalanan beraspal. Gue disuruh ngikutin jalan beraspal itu, maka sampalah. Nah, dibayangin gue itu instruksi yang sangat mudah. Iya dibayangan emang kelihatannya mudah. Tapi, coy pas ngejalanin medan yang sesungguhnya . . . . adedehhh, gue kebaca plang yang salah pake nyasar pula. Ceritanya plangnya itu ke kanan pas gue nemu perempatan. Jalan ke kanan itu bukan jalur beraspal. Tapi karena plangnya mengarah ke sana, ya akhirnya gue ikutin ke sana. Tapinya lagi gue nggak nemuin jalan yang normal.
Jalannya tuh ancur banget. 


Tanah merah nan becek. Udah gitu gue sok-sokan nggak mau nyerah lagi, pake acara beroptimis ria bahwa inilah jalan yang benar menuju ke Pantai Angsana. PD mati deh, pokoknya. Gara-gara keseringan baca statusnya Mario Teguh, nih. Nah, pas gue ngelewatin jalan yang makin ke ujung makin rusak, makin becek dan yang gue temuin malah perkebunan kelapa sawit yang nggak berkesudahan, akhirnya mulai timbul firasat bahwa gue nyasar. Makin kuat lah firasat gue waktu gue nemu monyet berlarian dengan bebasnya di depan gue.
Astaghfirullah . . . . . itu barusan MONYET. MONYEEETTTTT????
SHOCK GUE. tapi sori lah ya, gue nggak bisa posting foto rombongan monyet tuh, boro-boro mau moto mereka. lihat aja gue ogah lah. takutnya tuh monyet-monyet liar. iya kalau gue bawa pawang monyet. yang ini kan, pawang ular. ular-ularan, hahahah.
Langsung aja gue muter arah, bray. Gilaaaaaa . . . . . kalau gue mati dikeroyok monyet mana ada yang tau entar. Ya Allah . . . . . #labilisasi

Sekarang gue balik lagi ke jalur yang beraspal dekat plang naas tadi. Sambil ngomel-ngomel bĂȘte sama tuh, plang dan gue pun langsung ambil jalan beraspal (sok kuat pula pake ambil jalan beraspal). Selama perjalanan itu, gue masih kebayang-bayang soal monyet tadi. Ya Allah . . . . Alhamdulillah, puji syukur gue masih selamat dari cengkraman monyet-monyet tadi. 

Nah, otw Angsana gue nemuin jalan yang begini . . . .

Ancur, ya. Tapi pada akhirnyaaaa . . . . . . .
Taraaaaa . . .  . . . pantaaaiiiiiiiiii . . . .  . . #jingkrak-jingkrak

Akhirnya sodara-sodara. Nyampe juga gue di pantai Angsana. Udah pukul 2 siang, bray. Gilaaaaaaa, dari 9 pagi. Kacrut banget dibilang 3 jam. 3 jam naik pesawat jet maksud lo. Langsung aja lah gue nyari Paijo. Tuh anak kayaknya udah nongkrong di jembatan kayu. Lupa sama gue yang habis kesasar dan hampir dikeroyok monyet-moyet.
Tapi, nih ya . . . . yang tadinya gue mau marah-marah, mendadak nggak jadi setelah lihat pantai Angsana yang tenang, sepi nggak ada orang tapi masih menyisakan cita rasa ombak dan sepoi siang.






Hhhhh, kali ini lagi-lagi nggak bisa melewati senja di pantai. Karena takut kemalaman, coy. Tapi ya nggak papa. Nanti waktu mungkin bisa kembali menikmati sunset. FYI, nih bray . . . . gue udah hampir 12 tahun nggak pernah lagi lihat sunset di pantai. Selalu aja gagal nonton sunset. Itulah kenapa gue begitu semangatnya kalau berburu pantai. Meski nggak dapet sunset, tapi menjamah pasir dan ikut menghirup anginnya saja gue udah seneng.
Semoga next trip bisa melihat sunset yang telah hilang selama hampir 12 tahun itu, ya. Amin.

Special thanks, nih buat big bro Paijo untuk edisi maen pantai Angsana. You are the great host, hehehe. Salam sama temennya deh dan sukses aje di perantauan. Buat Bapak-bapak dan Ibu-ibu yang gue temui selama perjalanan, daku yakin pertolongan dari Allah SWT mengalir melalui kalian semua buat yang hobi solo trip kayak gue. big thanks juga, nih buat tim bengkel Kecamatan Jorong. Hehehehe, jadi ceritanya nih karena medan jauh dan jalan yang cukup rusak serta gue yang ngegasnya kebangetan akhirnya mengakibatkan rantai motor gue harus diganti girnya. Di perjalanan pulang gue nemuin sesuatu yang aneh di motor gue. janggal gitu, deh. Ternyata rantainya yang lost. Untung bengkel tinggal 1 km, Alhamdulillah . . . . . bisa pulang ke Banjarbaru dengan lancar.

Kali ini kembali nggak bisa nikmatin sunset. Sunset itu masih menghilang dari hidup gue. berharap suatu waktu bisa menemukannya lagi. Salam ombak, cooooyyyy.