Mantai . . . . .
Pantai . . . . pantai . . . . pantai . . . . saking
pengennya ke pantai sampai-sampai plang yang bertuliskan Panti Asuhan juga
diikutin dan ngebacanya jadi pantai asuhan. Next, jadi bahan pertanyaan . . . .
dimana letak Pantai Asuhan. Ooooaahhhhh, demam pantai mulai melanda. Dan cara
mengobatinya ya . . . pergi ke pantai, coy. Nah, Alhamdulillah . . . pendidikan
di IPDN selama 4 tahun udah berakhir. Woooww, sesuatu. Boleh lah kita
merayakannya dengan kembali backpacker gila-gilaan nggak tentu arah dan tujuan.
Lagian, semua sudah direncanakan sebelumnya. Jauh sebelum bulan September itu
datang dengan hari-hari pentingnya, gue udah mulai nabung. Wuih, emang gue udah
niat banget pengen melampiaskan kerinduan pada ombak dan pasir putih juga
panasnya yang khas, so nabung adalah kegiatan yang mau nggak mau harus
dilakukan. Walaupun harus menahan hawa dan nafsu dalam kurun waktu 2 bulan
belakangan demi pasokan dana kegiatan backpacker gak jelas ini. Hhhmmmm, agak
lebay. Tapi ya itulah kalau kita udah senang . . . apa kata lo, nggak mungkin
gue denger, hehehe . . . piiiisssss.
Okhai, tanggal 12 September gue naik kereta Lodaya pagi
dari st. Hall menuju stasiun Tugu. Gue lupa tuh tiket jam brapa, kayaknya pukul
8 pagi lah ya dengan harga 110 ribu. Lodaya pagi yang seperti biasa selalu
menyisakan beberapa kursi untuk para turis asing dan selalu ramai oleh para
penjual pecel bila sudah memasuki stasiun-stasiun yang ada di provinsi Jawa.
Ini kali ketiga gue naik Lodaya pagi, nggak ada yang istimewa hanya saja
lamunan yang semakin meliar akan suasana pantai. Jiiiaaahhh, dan sudah pasti
gue juga mikir. Entar di sana gue tidur dimana???? Berpikir keraaaaaasssss.
Perjalanan 9 jam yang diisi dengan 30% pasang headset,
20% ngobrol-ngobrol gak jelas, 25% minum air mineral sampe kembung dan sisanya
tidur siang. Nyampe di st. Tugu udah ashar menjelang maghrib. Senja Yogya
menyambut dengan keramaiannya yang hidup pelan merona ratap tanpa rasa tawar.
Selalu ada suguhan menarik setiap datang ke negeri keraton ini, suguhannya
adalah . . . ngantuk. Wahahahaha. Gimana caranya gue biasa numpang tidur,
numpang makan dan numpang boker di Yogya dalam keadaan sehat walafiat dan aman
sentosa sejahtera.
Pada akhirnya malam itu terasa sangat panjang.
Muter-muter di Yogya dengan rute paling berantakan dari yang pernah ada. Kenapa
berantakan, karena Marlboro aja kayaknya udah 3-4 kali gue lewatin tapi belum
juga dapat penginapan. Dan . . . masih dengan jalan kaki, gue nekat jalan ke
alun-alun. Pake apa??? Sok-sok kuat, gue ke alun-alun dengan jalan kaki.
Wkwkwkw, jadilah hari itu sebagai hari paling rempong sedunia. Nongkrong di
alun-alun setelah shalat isya di Masjid Gede. Nah, tadinya gue pengen nginap di
masjid Gede. Tapi . . . Marbotnya bilang gini: “Nggak bisa mbaaakkk . . .
mesjid ne tutup pukul setengah 10.” Gue hanya bisa menelan paku, mor, baut dan
barang pecah belah. Pukul 9 malam gue kembali move tanpa arah dan tujuan.
Padahal kaki udah peyot dan bahu udah pegel manggul carrier. Asli, kayak jadi
tukang jamu seharian nih. Hhhhmmm, gue sedikit menyerah. Hehehhe, ada lihat
Bapak Tukang becak sedang rokokan, nganggur, nyanyi-nyanyi lagu Jawa dengan
bersilang kaki. Pikir gue, nih Bapak tukang becak pantas jadi sasaran perampokan,
hehehea. Terjadilah dialog yang temanya tentang gue yang hilang arah, dan mau
numpang tidur, makan dan boker di Jogja. Untung aja Bapaknya gak bilang:
“MASALAH BUAT GUEH???” wkwkwk. So, dengan sangat bersahaja, Bapak ini langsung
ngasih gue rekomendasi Wisma Hidayah.
Hhhhmmm, sebelumnya gue sempat nemu penginapan yang
letaknya dekat dengan SMK lupa namanya, hehehe. Pokoknya tuh SMK yang tema
pelajarannya seni-seni gitulah, daerah Bantul pokoknya. Nah, nama wismanya
Wisma Nusantara. Di wisma ini semalam harganya 80 ribu. Tapi tempatnya . . . .
ckckckcck, hhhmmmmm. GALAU. Ukuran kamar aja udah sempit dan kamar mandinya
yang di dalam lagi rusak. Selain itu tempat tidurnya empuk-empuk gak ikhlas
gitu, hehehee . . . gue nggak tega tidur di sini. Akhirnya . . . keadaan
seperti inilah yang bikin gue move ke kawasan Alun-alun Kidul.
Yup, back to the Bapak tukang becak story. Bapak ini
merekomendasikan Wisma Hidayah. Nah, pas Tanya-tanya ternyata harganya juga 80
ribu sehari semalam. Gue jelas trauma, men. Muka pucat, mendadak mules, pengen
pingsan, dan dengan langkah-langkah hampa, gue ikutin Mas-mas yang nganterin
gue ke kamar yang 80 ribu itu. Ahhhh, rasanya pengen tutup mata, tutup hidung,
tutup telinga, tutup pori-pori . . . nggak karuan pokoknya. Dan . . . .
“Silahkan Mbaakkk.” Pengen sujud syukur lah detik itu.
Sumpah, beda banget dengan 80 ribu versi Wisma Nusantara. Yang ini, kamar
mandinya bagus, tempat tidurnya 2, ukurannya luas dan nyaman. Satu lagi yang
unggul, letaknya dekat dengan Alun-Alun Kidul. Hanya berpaut 500 meter.
Eaahhhh. Jadi juga gue numpang tidur, makan dan boker di Yogya. Oke, gue
langsung bersih-bersih dan persiapan buat besok.
13 September
2012
Bismillahirrahmaniraahim. Target kita adalah Wonosari,
kawasan Gunung Kidul yang ada banyak pantai. Sudah terbayang seharian main
pasir dan memandang ke arah laut lepas. Bebaaassss. Meninggalkan wisma dalam
keadaan bingung pas pagi-pagi pula, itu udah biasa. Menyusuri ruas-ruas jalan
dengan titik-titik kebingungan yang semakin banyak. So, gue coba Tanya-tanya ke
Bapak-bapak yang lagi nongkrong di angkringan. Menurut informasi dari yang
bersangkutan, kalau mau rental motor . . . adanya di dekat stasiun Tugu. Okeh,
mari kita hajar. On the way ke kawasan stasiun Tugu, terhenti di pangkalan
tukang ojek karena bingung tempatnya dimana. Akhirnya gue nanya ke Bapak-bapak
tukang ojek. Dan Alhamdulillah . . . . arah pukul 9 dari pangkalan ojek
tersebut dengan jarak sekitar 200 meter adalah tempat rental motor. Yeahhh,
lets rent hahahaha.
Tempat penyewaan lagi sepi. Gue hanya nemuin seorang bule
yang lagi ngembaliin motor, dan keramaian di pagi itu sedang terpusat pada
kegiatan eksekusi tanah yang TKPnya gak jauh dari stasiun Tugu. Nah, si Bapak
yang ngurusin rental motor itu juga lagi seru-serunya nonton eksekusi tanah,
ckckckckc. Sok heboh, yach. Hahaha, gak lama bapak itu balik dan kembali bertugas.
Bapak yang berambut lurus dan gondrong ini *agak mirip dengan para personal
band boomerang.* dengan ramah menanyakan maksud dan tujuan gue bertandang ke
sini. Ya udah, gue bilang aja gue mau muter-muter Jogja dan butuh motor buat
sehari ini.
Tadinya gue sempet shock. Pasalnya sebelum gue ketemu
sama Bapak yang mirip personal boomerang itu, gue kan sempat ketemu sama
isterinya dulu, nih. Isterinya bilang, kalau mau rental motor kudu ada uang
jaminan sejuta. Alamaaaaakkkkkkkk. Segala bayangan tentang pantai di otak gue
seolah pada kena tsunami semua. Apes banget kalau bener gitu, gue mana ada
pegang uang sejuta. Lha duit di ATM aja gak nyampe sejuta. Duit di ATM Cuma
cukup buat anggaran trip selanjutnya, yaitu ke gunung. Hoooaaaaa, otomatis muka
gue mendadak galau gitu. Tapi ternyata . . .
“Beneran pak mesti pake uang jaminan sejuta?” Tanya gue
dengan setengah mengiba, kalau perlu gue ngesot lah pas nanya tuh, wkwkwkwk.
“Ah, nggak mbak. Cukup KTP sama bayar 60 ribu. 60 ribu itu tariff untuk
penyewaan selama 24 jam.” Subhanallah . . . . thanks ya Allah . . . . hampir
aja plan mantai gue gatot. “oke mbak, mana SIMnya.” Dengan PD gue tunjukkin SIM
gue bersamaan dengan uang 60 ribu pas. Ternyata pemirsaaaaaa . . . .
“Woooalllaaahhh, SIMnya mati ki mbak.”
Jdaaarrrr . . .
jdaaaaarrrrrr . . . . prrreeeeeeeeeeeettttttt . . . . gubbbrrraaaaaaak .
. . . ngeek
Kayak ada efek panggung srimulat di sekitar gue. Gue
langsung tepuk jidat. Baru ingat kalau itu SIM gue, gue buat pas gue masih SMA,
fotonya aja foto SMA. Pret banget lah.
“Yo wes mbak, gpp. Mbak berdoa saja semoga gak ada
kegiaan razia hari ini.”
Gue langsung lemes. Dan bener-bener berdoa. Pasalnya hari
ini tujuan gue bukan muter-muter Jogja tapi ke Wonosari. Hhhhhh . . .
Tepat pukul 8, gue start dari depan rumah Bapak yang
nyewain rental motor menuju belantara Jogja dan mencari jalan ke Wono sari.
Bingung udah pasti, ketika bensin gue berkurang 1 liter, baru gue nemuin jalan
ke Wonosari. Hahahaha, PARAH. Padahal gak segitunya juga kali, tapi ya itulah
nyasar-nyasar. Hehehe. Alhamdulillah, otw Wonosari perjalanan gue dipermudah
dengan adanya penunjuk-penunjuk jalan yang diletakkan secara strategis dan
emang khusus diperuntukkan untuk orang-orang bingung kayak gue. Jadi, kawasan
Wonosari lancar sampe Gunung Kidul. Dari Jogja menuju Gunung Kidul jalannya
mirip-mirip kayak mau ke puncak. Bagi yang belum pernah ke Puncak Bogor,
hhhmmmmm . . . okeh, agak-agak mirip dengan ruas jalan menuju Sumedang tapi
jalannya lebih luas. Agak-agak ular dan sekitar yang banyak pohon-pohon
meranggas dengan kondisi tandus. Lagi kemarau, brow
Nyampe di kawasan Gunung kidul dengan waktu 2 jam lebih.
Itu pun pas ngisi bensin dan sambil nanya-nanya, kawasan pantai masih jauh . .
. . wkwkwkwk, tancap. Mau mundur udah gak mungkin. Kita bereskan hari ini juga,
guys.
Memasuki kawasan pantai dengan kondisi jalan yang mulai
rusak dan penuh dengan batu-batu kecil. Di pinggir-pinggir jalan selalu Nampak
bukit-bukit kecil. Wowwww, hehhe. Tujuan pertama gue adalah ke Sundak. Nah, di
perjalanan mau ke Sundak . . . gue ketemu dengan Ibu-Ibu yang mengacungkan
tangannya ke depan. Kalau insting gue bilang, sih si Ibu kayaknya mau nyuruh
gue berhenti. Wah, gue curiga aja. Jangan-jangan, yaaaahhh. Maklum lah gue
parno. Ini bukan Kalsel, mana motor gue rental, pake SIM mati pula, wkwkwkw.
Tapi karena gak tega, akhirnya gue berhenti juga.
“Kenapa Bu?” Tanya gue. Dan si Ibu ngejawab pake bahasa
Jawa. Ya iya lah gue langsung blank. So, Ibu itu segera merubah bahasanya
menjadi bahasa Indonesia yang komplit dengan aksen Jawa. Ternyata Ibu pengen
diantar ke pantai Sundak. Itu pun dia bilang setelah gue ngaku kalau gue mau ke
Sundak. Beliau bilang kalau dia mau Ke Sundak buat nyari rumput laut. Okeehh,
ibu langsung duduk di belakang gue. Dengan demikian gue punya guide buat ke
Sundak. Coz, tujuan kita sama. Yeeahhhh. Sekitar 15 menit dari tempat gue
ketemu sama Ibu tadi, akhirnya nyampe juga di Sundak.
Sundak sedang ramai oleh para pencari rumput laut.
Katanya rumput laut ini dijual 1300/kg. pantai Sundak saat itu lagi sepi
wisatawan, banyak warung-warung tutup dan hanya ada 1-3 warung yang masih
beroperasi, itupun gak ramai. Maklum, bukan akhir pekan dan bukan hari libur.
Tapi . . . sekali lagi, seninya menikmati pantai ya saat-saat sepi.
Senda gurau itu tiada. Semua lembut
kosong semerbak tanpa aroma. Di kerumunan angin piawai membuai lekuk khayal,
renung pilu koyak semampai jiwa. Ombak asa menimpa-nimpa. Hempas membabi buta.
Lagi-lagi aku menguncup, sayup. Kembali bergolak pada kekacauan perasaan.
Bersikeras menjadi pemberani. Mencoba
congkak pada ombak. Terbungkuk-bungkuk menahan terik, meski meleleh lembut
piaskan karat kemauan diri. Demi esok dan seterusnya.
Sambil memainkan pasir putih, gue mengamati aktivitas
para pencari rumput laut. Beberapa dari mereka juga ada yang mencari . . .
namanya gue lupa, Erek apa ya??? Hahaha, sory, gue lupa namanya pokoknya model
kayak bulu babi gitu lah.
Siang menjelang Djuhur saat itu, mendung menimpali
perjalanan. Tapi sengatannya seolah sedang menahan dari beranjak. Kata hati,
ingin tetap memiliki hari itu sampai aku benar-benar lelah dan pulang.
Setelah shalat djuhur di Sundak sambil menyantap mie
goreng dan teh es manis, gue kembali melanjutkan perjalanan menuju pantai lain.
Kali ini, dengan mengandalkan papan penunjuk arah, akhirnya gue mendarat di
pantai Wato Kodok. Yup, kalau gak salah namanya begitu. Pantai ini mirip-mirip
dengan pantai Sundak, ada batu besar di kanan dan kirinya dan juga ada
aktivitas penduduk sekitar yang lagi nyari rumput laut.
Tapi, meeennnn . . . jalan menuju Wato Kodok bener-bener
keren.
Untung aja gue rental motor biasa. Padahal pas ngerental
gue sempet ditawarin naik motor matic. Hahaha, gue paling gak tega naik matic
kalau kondisi medan kayak gini. Hehehe, bisa-bisa gue lebih milih jalan kaki,
euy. Wkwkwkwk. Jalan menuju pantai Wato Kodok sangat sepi. Lengang, agak serem,
sih. Tapi pas nyampe pantainya gue langsung ketemu sama Bapak-bapak penjaga
parkir. Bapaknya udah tua dan ngomong pake bahasa Jawa tok. Hooooaaaaa, gue
sok-sok ngerti dengan bilang inggih sambil manggut-manggut. Asli, sebenarnya
gue gak ngerti artinya sama sekali.
Parkir hari itu bener-bener sepi. Cuma motor gue yang
markir di situ. Hahahah, suasana pantai jangan ditanya lah. Semakin terpencil,
maka semakin kaffah untuk dinikmati.
Biarlah hari itu kita serakah. Menjadi
penikmat tunggal kedalaman desingan bayu yang meratapi pesta pora ombak.
Menikmati ini semua tanpa penghianatan, karena aku bukan dengan siapa-siapa.
Aku hanya membawa egoku berjalan seirama ritme hatiku. Dengan telepati intim
atas rasa kehilanganku, yang ingin kumiliki lagi walau harus kandas di saat
nanti.
bersambung . . . . di Klinik Tong Seng, Wwkwkwkwkwwkw . . . .
Asslmlkum.. izin kak, gmana kabarnya.? kapan2 main2 ke maluku kak, wisata pantainya mantap. hehe
BalasHapuskeren sasuh...
BalasHapussempat-sempatmu ke jogja.. hahahaha..
luar biasa ...
Perpanjang tuh SIM nya... hehehe...
smg dapat rejeki jalan2 k maros y.. wajib ke BANTIMURUNG
gak kalah seru pokoknya..
(*_^)V
Seknun: Waalaikumsalam, alhamdulillah diks, sehat. gmana dek BKPnya? atau ikut latstrda kah? yup, kalau ada kesempatan ta mampir ke Maluku. salam buat diks-diks di sana.
BalasHapusFiaannnnnn: pokoknya kalau ku ke sanam ente wajib . . . wuaaajibbbb nyerves gue, sampe gue lupa pulang,
kalo masalah jalan2 keliling sulsel, serahin sama sy norma.. yg penting kmu sediain ongkonya kelilingnya aja.. hahaha
BalasHapuskalo penginapan dan makanan gratis di rumah ku.. hehehe
kalo kmu k sulsel kamu musti k tmpt ini ni;
1. Bantimurung di Kab. Maros(air terjun & beberapa gua)
2. hamparan Kebun teh, Pohon Pinus, Air terjun, dan udara yang dingin di Kec. Malino Kab. Gowa
3. Laut pasir putih dgn kejernian air lautnya di Kab. Bulukumba
4. permandian air hangat lejja dan pohon kelelawar di Kab. Soppeng
5. Kota kecil yg indah, dekat pesisir laut di Kota pare-pare
6. Wisata Kuliner di Makassar; coto, konro, sop saudara, mie titi, pisang epe, pisang ijo, kapurung dll
7. Kab. Toraja, terkenal dengan kuburan di atas gunung dan rumah-rumah adatnya serta upacara-upacara adatnya.
dan masih banyak lg norma..
kalo mau ke sulsel musti rela gak pulang2.. hehe
minimal 15 day, baru bsa keliling daerah d sulsel
itupun masih kepepet..