Sebuah
intermezzo:
Dari
kecil kita sudah dididik untuk naik gunung. Buktinya, ada lagu “naik-naik ke
puncak gunung, tinggi tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon
cemara . . .”
IPDN, bukan hal yang mudah
bisa mendaki gunung ketika sedang menyandang status sebagai ANAK NEGARA.
Serius, kalau lo gak terikat apa-apa, terserah lo mau naik gunung seenak pantat
lo, nah kami . . . yang diikat secara dinas, tentu bukan hal yang mudah. Jadi .
. . . kalau bisa naik gunung pas masih jadi Praja, itu namanya . . .
SE SU A TU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Nah, selagi ada libur dari tanggal 16
Mei 2012 sampe 20 Mei 2012, gue sama temen seangkatan gue udah nyimpen rencana paling
jenius. Berawal dari percakapan beberapa minggu yang lalu di blok Fakultas
Politik Pemerintahan. Terjadilah dialog galau antara gue sama Mas Yudi:
“Norma, IB mau kemana?” Tanya Mas
Yudi. Kawan seangkatan gue yang asli Banyuwangi, yang tampangnya mirip Eko
“ngelaba” HAHAHA.
“Gak tau juga, nih Mas.” Gue jawab
sekadarnya, karena emang gue ga ada rencana kemana-mana. Lagian gue juga lagi
gamang mikirin laporan akhir gue yang masih diproses Dosen gue.
“Naik gunung, yuk.” Ajak Mas Yudi,
yang gue tahu emang dari dulu pengen banget naik gunung. Ketika itu juga mulai
ada lagi letupan semangat untuk kembali menyusuri jalan menanjak untuk meraih
puncak. Aaahhhhh . . .
Begitulah . . . dialog yang belum gue
anggap sebagai hal yang serius tapi ternyata menjadi awal munculnya rencana
jenius ini, wkwkwkw.
Hingga akhirnya desas-desus IB mulai
terangkat ke permukaan. Ga tanggung-tanggung, issue IB yang beredar tuh 5 hari.
Bueseeettt . . . langsung temen gue si Dolphin alias Alfianto yang dari Sulsel
ngontak anak UNPAD yang juga punya rencana mau nanjak. So, hingga tanggal 16
Mei udah dekat, hape gue pun nerima SMS yang benar-benar telah ngerubah semua
rencana awal IB gue. ajakan itu datang ke gue, yeaaahhhh. Kali ini yang ngajak
bukan Mas Satria, partner gue sekaligus leader gue kalau naik gunung. Tapi Mas
Yudi, mantan ketua kelompok KKN gue pas di Kuningan. So, inilah ranger-ranger
gak jelas tapi keren, hahaha . . . yang bakal nanjak Gede Pangrango di libur
panjang ini.
Yudi, yg mukanya mirip Eko ngelaba
(Banyuwangi),
Alfianto, yang mukanya mirip Parto OVJ
(Sulsel),
Wiwi (Sulsel, anak UNPAD)
Ati (Kaltim, anak UNPAD)
Eris (IPDN, Serang Banten)
Sofyan Hadi (IPDN, Serang Banten)
Ganis (Reporter TV ONE, Pandeglang)
Iam (IPDN, Sulteng)
Adhi (IPDN, Bali)
Taufik (IPDN, Sulsel)
Gue . . . (kalau lo gak tau,
BAYAR!!!!), sayang sekali, salah seorang temen gue, Hasnah belum bisa
bergabung. Karena yang bersangkutan ada bimbingan skripsi hari Jumat.
OKEH, 11 orang gak jelas ini tapi
sangat penting ini akan segera merapat ke jalur gunung putri untuk mendaki.
Tanggal 16 Mei 2012, setelah pelepasan
IB, tepatnya pukul 08.00 waktu Indonesia bagian Jatinangor, gue, mas Yudi,
Dolphin, Taufiq dan Adhi udah ngetem di depan alfamart dekat kampus, Check
point pertama sebelum berangkat ke Leuwi Panjang buat nyusul Wiwi sama Ati.
Cukup lama rombongan Jatinangor nemu angkot yang pas buat dinaikkin oleh
orang-orang yang sedang bawa kulkas portable kayak kami malam itu. Yup, di
tengah keramaian kawasan pendidikan Jatinangor, nampak jelas gerombolan orang
yang sedang nunggu angkot di pinggir jalan dekat Kampus IKOPIN. Sangat menarik
perhatian, keren, manis-manis, cool pokoknya, wuhahaha. Tapi angkot yang pas
ternyata lama banget. maklum, semua angkot penuh dan kami terpaksan harus
mengalah dan menunggu.
Selanjutnya, ada juga angkot yang
hanya punya 3 penumpang. 3 penumpang itu teteh-teteh semua. So, mungkin dengan
angkot ini lah takdir kami berlima, hahaha. Angkot itulah yang mengantarkan
kami ke Cileunyi dan lanjut dengan L300 ke Leuwi Panjang.
Sesampainya di terminal Leuwi panjang,
kita ketemu sama Wiwi dan Ati. Next, langsung naik bis ke Cianjur. Sedangkan
anak-anak IIP yang terdiri dari ranger-ranger keren yaitu Iam, Eris, Kang Sofyan
dan Kang Ganis pada berangkat dari Cilandak dan ketemu rombongan dari IPDN dan
UNPAD di rumahnya salah seorang temennya Wiwi yang udah baik banget mau
memfasilitasi keberadaan kami selama menunggu pagi dengan rumah seorang penjual
nasi yang Alhamdulillah banget sangat befungsi untuk melindungi kami dari
kekejaman malam, heheh.
This
Is MIXPEDITION
Pagi-pagi banget, sekitar pukul 4
pagi. Rumahnya Ibu penjual nasi itu menjadi ramai dengan kedatangan rombongan
dari IIP Cilandak. Kami yang sedang tertidur kedinginan pun terbangun dan . . .
surprise . . . telah cukup lama gue gak ketemu rekan seangkatan gue yang
sekarang menimba ilmu di IIP Cilandak, ketemunya di Cianjur dalam rangka naik
gunung, wahhh . . . gunung lah yang mempersatukan kita lagi, kawan. Beginilah
suasana pagi di Cianjur, tepatnya di rumah dekat kami menginap yang kebetulan
dekat dengan musholla.
Pagi itu kami semua sudah siap nanjak.
Berbekal sarapan nasi di salah satu warung nasi di kaki gunung Putri, kami pun
segera jalan ke pos pendaftaran gunung Putri.
Jalur Gunung Putri emang jarang
dilewatin. Yang paling sering tuh jalur Cibodas. Nah, kita coba jalur Gunung
Putri. Ternyata emang jalur Putri adalah jalur cadas dari 3 jalur yang
ditawarin buat nyampe di Gunung Gede. Tapi katanya ada jalur yang lebih garang
lagi, yaitu jalur lewat Sukabumi.
Nanjak dari pukul 8 pagi sampe elek.
Selama perjalanan mengarungi jalur-jalur putus asa di gunung Putri, kami banyak
bertemu dengan rombongan-rombongan pendaki lainnya. Ada yang dari dalam dan
luar negeri. Untuk yang sependakian dengan kami kebanyakan yang dari dalam negeri
alias domestik, sedangkan yang international udah duluan tadi pagi dan kayaknya
bule-bule itu sprint, makanya gak bisa kami susul. Yah, mungkin ketemunya di
puncak lah. selain itu yang mendaki juga dari berbagai kalangan. Kalangan
pecinta alam, penikmat alam, atau yang hanya sekedar untuk liburan, dari
mana-mana lah pokoknya.
tak lupa selama perjalanan kami juga
ngemil ubi yang dibawa Kang Sofyan buat nambah tenaga sekaligus nolak angin.
Karena kalau makan ubi bawaannya pengen kentut, jiiiaaaahaha. Lagian kita juga
jangan melulu bawa stok yang modern. Sebagai generasi muda juga harus tetap
menghargai keberadaan makanan tradisional. Salah satunya dengan melibatkan UBI
dalam ekspedisi ini. Hahahaha . . . gue
jadi inget stylenya para pendaki Bale indah pas nanjak ke Salak. mereka gak
bawa mie atau roti, tapi bawa lontong sama sambal tempe. Aahhh, LAPER!
Sepanjang perjalanan, hutannya masih
cantik dan perawan. Hampir mirip kayak jalur ke Cikuray. Asri dan belum
tersentuh. Anggrek bisa dengan bebas tumbuh di batang-batang pohon. Hutannya
rapat dan tanjakan yang nggak ada habisnya. Teduh karena rimbun daun
menghalangi sinar matahari. Sesekali kami juga bertemu dengan para pendaki lain
yang mau turun dan membawa kabar gembira bahwa Surya Kencana tinggal sebentar
lagi. hahaha, padahal barangkali mereka bisa aja ngebohong, wkwkwkkw . . . yang
penting ikuti jalurnya selelah apapun keadaan kita. Okeh.
Ada juga tawon-tawon yang betah banget
berputar-putar di sekeliling kami. Eris, temen gue dari IIP selalu bilang
“Pahit” kalau dia dikerubungi tawon. Katanya biar tawonnya ga gigit. Ohhhh,
boleh lah kalau gue bilang “ASEM” ya? Hahaha, karena emang gue gak mandi-mandi
pas mau nanjak, hahaha . . .
Energi tim mulai terkuras. Ubi juga
gak bisa menolong banyak, padahal ubinya sempat ketinggalan di pos Buntut
Lutung, hahaha. Tapi syukurnya Adhi mau turun lagi buat ngambil ubi yang
ketinggalan. Hah, Ubi. Dan emang makin terkuras saja tenaga anggota tim. Makin
sering ngetem di beberapa titik sambil ngemil atau sekedar nongkrong nikmatin
keperawanan hutan di Gunung Putri. Sementara waktu makin berjalan. Dari tadi
juga yang kita lewatin plang-plang bikinan anak-anak Unika Atmajaya yang
bertuliskan Alun-alun Surya Kencana mulu, plangnya ada yang sampe 4 kali. Tapi
perasaan dari tadi Alun-alunnya kok kagak nyampe-nyampe ya . . . . hahahah.
Udah mau zuhur, tapi kami masih
terengah-engah menelusuri jalur berakar dan kadang berkabut di gunung Putri.
Tapi tetap jangan menyerah, karena menurut salah seorang rekan sependakian gue
yang tidak mau disebutkan namanya dan yang bersangkutan udah pernah ke sana,
kalau nyampe Alun-alun Timur itu setelah zuhur lah. oohhh, tancap gas lagi dah
. . . dan selama perjalanan ini, kami juga menemui rombongan pendaki yang lagi nyantai
sambil nyeduh mie. Pas ditanya startnya dari jam berapa, ternyata startnya dari
jam 2 pagi . . . alamaaaakkkk, kok belum
pada nyampe, Bung???? Jelas aja bikin kita heran. Tapi gak masalah, itu kan
gaya masing-masing. Mau nyantai atau mau marathon. Sok we mah . . .
Suara teriakkan mulai terdengar di
sana, yau . . . Alun-alun sudah dekat, maaaannn. Saatnya mempercepat langkah.
Iam dan Adhi sudah duluan nyampe kayaknya. Gue yang dari tadi kalem-kalem aja,
segera memperlaju langkah. And then . . . . yeaaahhhh . . . .
Nyampe di Alun-alun lelah gue seperti
terbang, dan gue langsung lepas carrier gue lanjut ngobjek bareng Iam ke taman
edelweiss . . . assseekkkk . . .
Fotoooooooooooooo
banyak yang bisa dilakukan kalau udah nyampe Alun-alun Timur Surya Kencana.
Lokasinya yang lapang, penuh edelweiss, mau apa aja bisa pokoknya. Main bola
bisa, petak umpet juga bisa, nyanyi sambil gitaran juga okeh, guling-guling
sampe pusing juga sok mangga. Kalau tim gue,
ada yang ngopi plus rokokan,
berlaya ria dengan edelweiss,
foto keluarga (eittss . . . ada yg pake pdh),
atau tiduran sambil
menyaksikan rumpun-rumpun bunga abadi tanpa gangguan dari pihak manapun.
Cukup lama kami berleha-leha di padang
edelweis. Foto-foto aja gak ada habisnya, coy. haaddeeehh . . . apalagi gue
sama Iam. Yang paling heboh tuh si Iam. Sempet aja bawa PDH buat nanjak gunung.
Aaaaahhh, bagus-bagus sih. Okeh, gunung Putri dan Alun-alun Surken udah dapet,
tinggal Gede, Pangrango dan Lembah Mandalawangi. Kudu pertamax, Gan!!!!!
Agak sorean, dan kayaknya udah ashar,
rombongan gue jalan dari lokasi menuju lokasi dekat mata air. Kita ambil air di
sana dan sekalian ashar. Matahari sore yang tidak terlalu menyengat, tapi
anggun turun di kesantunan Alun-alun Timur Surya Kencana. Eeeaaaa . . . spirit
banget. selesai shalat Ashar, gue sama rombongan langsung menuju puncak Gede.
Waktu itu udah sore. Kebanyakan para pendaki pada ngecamp di Surya Kencana dan
baru nanjak besok pagi. Kalau rombongan gue, tetep nanjak buat dapetin moment
sunset di Puncak Gede.
Gue sama Mas Yudi, Kang Ganis, Wiwi
dan Taufik berada di barisan belakang. Selain udah pada lowbat, kita ber lima
juga pada nyantai dan mau foto-foto. Hahaha, bilang aja udah sekarat ding,
wkwkwkw.
Hampir pukul 6, kami yang rombongan
belakang udah mendengar sayup-sayup teriakkan dari atas, wawaaaaa . . . puncak
Gede udah berteriak-teriak manggil gue sama rombongan belakang lainnya,
diantosaaaaaannnn . . . hahahah.
Akhirnya . . . . panorama Alun-alun
Timur yang membentang santun dengan rumpun-rumpun bunga abadinya serta tidak
ketinggalan warna-warni tenda para pendaki, sekarang berada di bawah kaki kami.
Ooooaaaaahhhh, akhirnya . . . puncak Gede dengan sunsetnya bisa kami dapatkan.
Allahu akbar Allahu akbar
Allahu akbar . . . . menggema di puncak Gede. Subhanallah . . . anggun
Pangrango yang tertidur diselimuti kabut dan senja yang makin menjingga. Debar
jantung pertemuan ini, memulihkan semua kerinduan yang pernah meluka.
Kita tidak kuasa bersitatap,
lelah yang luluh. Untuk yang kesekian kalinya, kita kembali saling bertemu.
Kali ini aku dan kamu ada waktu, kali ini aku ada ijin keluar untuk sekedar
mengetahui kabarmu, kali ini . . .
Kayak biasa, foto-foto sampai aus tuh
kamera, wkwkwkw. Setelah foto-foto kami langsung mendirikan tenda, 3 tenda
untuk 11 orang yang sudah tidak sabar ingin menikmati malam ini di puncak Gede.
Sebagian dari kami ada yang memasak makan malam. Menu makan malam kali ini
cukup dengan mie rebus yang dicampur bakso dan kornet. Hhhhh, jadi keingat
ngecamp malam beberapa tahun silam di sebuah bukit di Kalsel. Menu makan malam
adalah gabin rebus yang dicampur sama gumbili kukus, ditaburi susu kental dan
telur mata sapi. Hahahaha, makanan khas gunung.
Jadilah malam itu kami ber
11 dinner di puncak Gede dengan lahap. Nampak bintang pun jelas menyala di atas
Alun-alun Timur tapi di atas Gede lagi tertutup kabut. Dan itu bukan masalah,
yang penting semua kumpul dan semua makan. Itu sudah menjadi malam yang spesial
buat kami ber 11 setelah menempuh jalur Gunung Putri yang asri sekaligus
menyimpan banyak kelucuan dan persahabatan, hehehe.
Selesai makan malam, kami bersiap
untuk tidur buat save energy. Waaahhhh, benar-benar malam yang panjang buat
orang-orang lelah dan tepar kayak gue dan rombongan gue. tapi, masih aja ada
gaya yang beda-beda untuk menikmati malam di puncak Gede. Gue sama yang lain
udah pada masuk SB dan bersiap lelap. Sementara di tendanya mas Yudi, Fian,
Taufik dan Adhi masih berisik gak jelas, rupanya mereka pada main domino,
ahahaha . . . pantesan tuh tenda kayak pasar malam. Domino dimainin, wkwkw.
Mana tendanya dekat tenda gue lagi, ya jelas gue kagak bisa tidur selama
beberapa menit. Tapi akhirnya bisa menyesuaikan juga dan bisa tidur ditemani
bunyi rintik kecil yang turun menyentuh tenda-tenda kami. Mata kami perlahan
tertutup membiarkan malam berjalan sesuai ketentuan, bukan sesuai kemauan.
Tenda masih menyala, ada
kehangatan persahabatan di dalamnya, menghabiskan malam tanpa batas dengan
kartu-kartu pemecah suasana beku. Bercerita dan saling melucu, tidak peduli
orang lain terganggu, malam ini milik kita sahabat . . . 17 Mei 2012 @Puncak
Gede.
Sunrise,
pijat, nasi uduk dan jahe
Mas Yudi yang paling semangat
ngebangunin gue sama yang lain buat lihat sunrise. Gue yang masih setengah
bernyawa langsung berusaha melek. Pagi-pagi banget, subuh lah. Tanpa cuci muka,
lihat kamera udah kayak magnet tersendiri lah. yah, Cuma kamera yang nggak
pernah protes dengan keadaan diri kita yang udah mandi atau pun gak mandi-mandi
selama dua hari, wkwkwkw. Yahud pokoknya.
Pas kita lagi foto-foto, lagi-lagi ada
yang nawarin nasi uduk. Yup, dari Surken sudah ada juga yang nawarin nasi uduk.
Namanya juga orang nyari duit, ya. Nyari duitnya sampe gunung. Ajibbb . . .
cari nafkah sampe gunung. Gunung memberi arti bagi kehidupan sekalangan orang. Asal
jangan lupa pulang aja, Bung. Ingat anak dan isteri, heheh. Tapi nasi uduk yang
harganya 6 rebo itu udah dingin, coy. namanya juga jualan di gunung. Coba tuh
bawa termos sekalian, ya. Kami lagi foto-foto, rupanya Kang Sofyan sama Eris
lagi bikin jahe. Potongan-potongan jahe yang direbus dengan air. Waaahhhhh, jaheeeeeee,
guys. Gue fans berat jahe. KLOP pokoknya. Capek foto-foto dengan berbagai view
dan style GJ, kita semua langsung ngumpul mengerubungi satu panci air jahe
hangat yang sudah jadi.
Walaupun hanya air jahe,
mari kita satukan semuanya di sini, mari kita lupakan objek-objek tidak penting
dalam kehidupan ini, sambil mendiskusikan sesuatu tentang perjalanan kita,
sahabat. Yakin saja, moment ini akan terulang, kalau tidak kita yang mengulang,
mungkin anak cucu kita . . . kelak.
Habis jahe satu panci, dan kebetulan
banget yang ngabisin tuh air jahe adalah gue, hahaha. Pada gak fanatik jahe
rupanya. Sedangkan gue emang dari dulu penggemar berat jahe. Tiap pulang pasti
beli bandrek buat orang-orang satu rumah, hehehe. Nah, selanjutnya kita bikin
lingkaran sambil saling pijat. Jalur Gunung Putri bikin rempong dan penat.
Solusinya adalah . . . PIJAT!!!! Wkwkwkwk . . . .
Sambil saling mijat, kita semua pada
ngomongin tujuan kita selanjutnya. Rencana awal kita memang berniat akan
merampungkan semua item yang ada di TNGGP lewat jalur Gunung Putri. Tapi Wiwi
harus udah masuk kampus dan praktik di apotek. Hhhmmm, sebuah pertimbangan. Dan
gue jadi keingat kasus yang hampir sama kayak yang pernah gue alamin sebelumnya
pas nanjak Arjuna. Niatnya mau pertamax sama Welirang yang sebelahan dengan
Arjuna. Tapi karena gue udah mau masuk kampus, ya mau gak mau Welirang gak
jadi. Padahal gunung Welirang udah kelihatan di depan mata, coy. tapinya lagi
seperti yang pernah dibilang sama Bang Mamed, rekan gue yang juga saat itu mau
nanjak Welirang. Dia bilang :”Pokoknya kita harus sama-sama. Gak jadi satu,
harus gak jadi semua. Bareng-bareng pokoknya.” sama kayak di Puncak Gede.
Pangrangonya secara utuh benar-benar sudah menampakkan diri di depan kami
semua, tapi . . . kita harus kompak. Hehehe, mungkin kelak, Pangrango akan kami
arungi lagi di edisi yang berbeda. Kelak.
Akhirnya, setelah voting siapa yang
mau ke Pangrango. Ternyata hanya 3 orang yang angkat tangan, yaitu Mas Yudi,
Iam dan gue. so pasti keputusannya adalah, HARI INI KITA PULANG. Lagian, memang
badan sudah pada rempong dan minta tolong, hehehe. Dan ini sudah menjadi
keputusan yang tepat dan demokratis. Asseekkk . . .
Kami pun packing sambil terus
foto-foto, hehehe . . . setelah packing beres, tinggal nunggu Alfianto boker
dulu. Nih, orang emang sempat-sempatnya buang hajat. Cuman dia yang ekstream
boker. Yang lain paling Cuma pipis.
Kami pun meninggalkan puncak Gede
dengan tanpa henti-hentinya bernarsis ria sepanjang perjalanan pulang. Bahkan
pas ketemu tanjakan setan pun sempet aja foto, aaaahhhh dasar narsis semua.
Tapi serius, ini pendakian terseru dari pendakian-pendakian yang pernah gue
lakukan sebelumnya. hahha . . .
Perjalanan pulang, ucapkan selamat
tinggal untuk edelweiss dan kawah yang menemani malam kami dan Pangrango yang
sudah bersitatap mesra dengan kami, anak-anak manusia yang sedang galau bikin
skripsi, hahahah.
Di perjalanan pulang, kami sempatkan
mampir di tempat wisata air terjun Cibeureum. Air terjun yang berasal dari
letusan Gunung Gede Pangrango. Mantaabbbb, airnya sejuk. Sejuk banget, bahkan
bisa dikatakan sangat dingin. Apalagi kami nyampe di lokasi pas udah mau malam,
ya jelas lah airnya makin dingin. Tapi yang namanya udah kesenangan, sedingin
dan secapek apapun hajar aja lah. gue sama yang lain langsung lepas alas kaki
dan berhamburan memenuhi beberapa titik di air terjun. Pas banget, Cuma kita
ber11 yang ada di sana. Gak ada pengunjung lain, hahaha . . . air terjun terasa
jadi milik kami dan bebas berekspresi pokoknya. Santaaaaiiii . . .
Thanks buat anggota tim: Mas Yudi,
Kang Sofyan, Kang Ganis, Eris, Fian, Teh Wiwi, Teh Ati, Adhi, Taufiq dan Iam.
Buat Kang Adi thanks banget udah jemput kami pas udah nyampe di Gunung Putri
malam-malam. Buat Abah dan Mama atas ijinnya ngebolehin nanjak lagi. special
thanks untuk Allah maha indah.
Sampai jumpa lagi di perjalanan alay
berikutnya
asem lah, jadi pengen daki lagi.
BalasHapusayoo, PANGRANGO dan lembah kasih Mandalawangi
BalasHapus