Masih dalam EKSPEDISI TANAH JAWA
pas jaman Nindya Praja. ahahaha, masih terasa betapa serunya melakukan
“penaklukan-penaklukan kecil” di tanah Jawa berbekal nekat dan rasa ingin tahu.
Konyol, gila, bingung-bingung, stress di terminal, kelaparan, terkantuk-kantuk
di bis, dimarahin kondektur pake bahasa Jawa, dibikin nyasar sama kenek, wuaaahhhh
. . . asssssseeemmm dah, mana gue gak bisa bahasa Jawa . . . wkwkwkw, mana
partner gue bahasa Jawanya setengah-setengah . . . heboh pokoknya.
Nah, ini sedikit cerita petualangan
menyusuri tanah Jawa, yaitu dalam episode DEMAK.
Gue dari Semarang menuju Demak dengan
menggunakan jasa ojeg. Ojeg??? Whattttt??? Ojeg??? Ya, ojeg. Kenapa harus motor
ojeg, gan? Karena mobil milik Bapaknya Mbah Arshanti sedang mogok. Mogoknya di
depan kuburan Belanda yang di Semarang pula, alamaaaakkk . . . firasat-firasat
jelek mulai bermunculan. Sementara itu, di seberang jalan ada Bapak-bapak yang
nawarin jasa ojeg ke Demak. Gue tadinya gak mau. Karena pasti mahal. Naik ojeg,
gan. Bukan bis. Gue, sih maunya naik bis. Terus, kita nunggu. Nunggu gue
ngambil keputusan. Dan Bapaknya Mbak Arshanti sudah memberikan gambaran
mengenai suasana terminal Semarang kalau lagi malam. Apalagi itu udah mau malam
banget sebenarnya. Soooo, gue pun luluh. Dan memutuskan untuk naik motor dari
Semarang ke Demak.
Guys, gue udah hubungin Mbak Dhila. Temen
sekampus gue yang tinggal di Demak. Mbak Dhila bilang kalau persiapan sudah
dilakukan buat nyambut gue, oooooggghhh, gue benar-benar terharu tingkat
akhirat waktu itu, hahaha. Emang temen gue yang satu ini temen yang bisa
dikatakan sangat akrab di kampus. Hehehe, next gue pun naik motor menuju Demak
dalam keadaan ngebut.
Lumayanlah, bisa menikmati jalan dari
Semarang ke Demak dengan motor. Bapaknya pake ngebut lagi, soalnya Beliau takut
kemalaman nanti pulangnya. Jadinya sepanjang jalan tuh isinya ngebut terus. Dan
seperti biasa, ngobrol-ngobrol ngalur ngidul tentang Demak. Hehehe.
Perjalanan yang kurang dari 2 jam
telah gue tempuh. Hawa kota Demak sudah bisa gue rasakan malam itu. Religious,
mulai disambut dengan lampu-lampu di ruas jalan kota Demak. Lampu-lampu yang
bertuliskan Asmaul Husna. Dari situ, Mbak Dhila kembali ngubungin gue.
“Norm, kalau udah nyampe di terminal
Demak, langsung hubungin Dhila ya.” Begitulah bunyi SMS mbak Dhila yang
langsung gue balas dengan kata “ya”. Ojeg udah mendarat di terminal Demak yang
gelap dan sepi. Gue langsung SMS mbak Dhila dan memberitahukan kalau gue udah
di terminal. Dan Mbak Dhila pun balas SMS gue dan mengatakan bahwa di sedang
berada di depan sebuah warung makan khas Jawa yang letaknya nggak jauh dari terminal.
Namanya gue lupa, so, gue bilang aja ke Bapak ojeg yang nganterin gue supaya
dianterin ke depan rumah makan itu. Sesampainya di sana, pas gue tanya ke
Bapaknya berapa uang yang mesti gue bayar, eeeehhhhh . . . Bapak nya malah
bilang terserah. Hhooaaalaaahhhh, kalau gue kasih 500 perak, jadi juga kali ya
. . . hahahaha. Yaaaahhh . . .
Dan pemirsa . . . rumah makannya
ketemu dan langsung disambut sama Mbak Dhila dan Ibunya . . . hhoooaaaa . . .
ibunya Mbak Dhila langsung bawain tas gue. yah, gue ngerasa nggak enak lah. gue
pun nolak, tapi ibunya Mbak Dhila juga bersikeras untuk membawakan tas ransel
gue. akhirnya gue pun pasrah membiarkan ransel gue dibawa sama Ibunya Mbak
Dhila. Nah, Ibunya mbak Dhila pulang ke rumah bawa tas gue. sedangkan gue sama
Mbak Dhila naik becak ke alun-alun kota Demak. Udah kerasa Demaknya pas Mbak
Dhila ngajak ngomong Bapak tukang becak dengan bahasa Jawa. Wuuuaaaaaahhh, best
moment banget. aseeekk.
Malam itu sudah menunjukkan pukul 10
malam. Kota Demak sepi dan hanya ditingkahi oleh beberapa orang manusia, tukang
becak dan temaram lampu. Syahdu sekali, sob. Hehehe. Gue sama Mbak Dhila naik
becak menuju alun-alun kota Demak buat makan malam. Sesuatu banget. sesampainya
di alun-alun, suasananya semi ramai. Ada beberapa penjual makanan yang masih
beroperasi dan ada beberapa pembeli juga yang masih ingin melakukan transaksi.
Mbak Dhila nawarin gue mau makan apa. ya terang aja gue bingung, man. Tapi gue
ngelihat ada menu mie godok.
Yau, gue mesan mie godok
sama es jeruk. Mbak Dhila juga mesan mie, tapi mie ayam kalau gak salah. Sambil
menunggu pesanan, kami pun duduk lesehan di dekat warung itu sambil menikmati
alun-alun yang mulai menuju sepi. Hhhh, penat terasa terbang menikmati
tenangnya Demak di malam hari. Dan ini lah bedanya pedagang di Jawa dan di
Kalimantan. Kalau di Kalimantan masih sangat jarang yang lesehan. Kalau di Jawa
hampir semuanya menggunakan lesehan. Hhhmmm, mungkin karena di Kalimantan
banyak hutan dan kayu makanya bisa sempat nyediain kursi, sedangkan di Jawa jarang
ada hutan dan kayu, makanya tidak ada kursi, hahahaha . . . peace ya piiiisssss
. . . hehehe. Becanda kok, mas . . . mbaakk . . . hee.
Pesanan kami, pun datang. Aroma mie
godok mulai merasuk di rongga hidung gue. wah, santapan malam yang
menghanyutkan. Alun-alun kota Demak menjadi saksi pelampiasan lapar gue yang
berakhir setelah ditraktir mbak Dhila makan mie godok dan es jeruk. Hahaha.
Tenangnya Demak begitu menelusuk ruang berpikir dan hati gue. yah, setelah
menikmati ramainya Semarang, kini saatnya meneduhkan dengan Demak. Gue lahap
menyantap mie godok Demak yang baru kali itu gue santap. Nikmaaattttt . . .
sambil bercerita pengalaman gue selama di Malang, Nganjuk dan Semarang. Mbak
Dhila begitu antusias menyimak cerita-cerita konyol gue di perjalanan, hahaha.
Hingga akhirnya, dia bikin planning buat besok. Yup, planning ke Solo (yang
ceritanya udah gue share di postingan yang lalu) dan tentu saja berkunjung ke
masjid Demak.
Okeh, kita percepat. Sebelum gue
menjadi sok-sok puitis.
Siang di Demak, Mbak Dhila
nepatin janjinya. Yah, masjid Demak. Ya Allah
. . . . beberapa tahun silam gue masih baca cerita tentang Masjid Demak
dari buku sejarah. Nggak nyangka banget gue. perasaan baru beberapa tahun
silam, ketika gue masih berseragam putih biru, gue yang duduk paling belakang
sambil setengah mengantuk berusaha menjawab pertanyaan dari guru sejarah gue
tentang sejarah Islam di Jawa, dan salah satunya sejarah Masjid Demak.
Subhanallah . . . ekspedisi Jawa kali ini . . . COMPLETE, GAN. PERTAMAX.
Nih, foto-fotonya, euy. Selamat
menikmati dan sampai jumpa kembali di perjalanan alay berikutnya. Hahahah
Demak adalah kota terakhir yang gue kunjungi saat itu.
thanks to Mbak Dhila beserta keluarga dan spesial thanks to Allah Sang Maha Indah, atas protekNya ke gue, juga buat Abah dan Mama . . . semangat walau hanya mendengar getaran suara kalian dan detak jantung kalian yang berdebar setelah mendengar anaknya ini sudah pulang dengan selamat dan sehat.
sampai jumpa di perjalanan alay berikutnya . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar