Dipatiukur-Jatinangor,
gue molor sambil meluk printer
Ada dua moment besar di bulan April
ini. Hari bumi yang jatuh pada tanggal 22 April dan Hari Kartini pada tanggal
21 April. Kampus gue gak ngadain ijin keluar pas tanggal segitu huaaaaa . . .
T____T, tapi Alhamdulillah, masih diberi kesempatan ijin bermalam dari tanggal
5 sampe 8 April 2012, hoooaaaaaahhh . . . . Nenek-nenek ketelan batu, SESUATU.
Hahaha . . . udah niat banget gue buat ngerayain moment besar itu dengan
mengadakan kegiatan PARALAYANG. Yups, gan. Dari dulu gue pengen banget naik
paralayang. Gue udah nyari info dari setahun yang lalu tentang paralayang.
Hingga akhirnya gue dapetin CP dari Pak Aries yang di Sumedang. Nah, pas sudah
fix bakal ada ijin bermalam buat Praja, tanggal 5 siang gue udah ngontak dia.
Tapi saudara-saudara . . . Beliau bilang di Sumedang udah gak ada landasan
mendarat buat paralayang, yang ada di Majalengka. Tapinya lagi, pas gue bilang
naik paralayangnya di Majalengka aja . . . Beliau bilang kalau Beliau besok mau
keluar kota. Jjiiiiiaaaaaaahhhhhhh . . . gue hanya bisa menghembuskan nafas
berat, man.
Next, gue keingat dengan Puncak Bogor
yang biasa dipake buat kegiatan Paralayang. Hhhmmmm . . . langsung aja gue
minta ke Pak Aries nomor CP orang yang biasa paralayang di Puncak Bogor. Dan .
. . yeahhhh, gue dikasih nomor Pak Anwar.
Okai, kesepakatan pun terjadi. Gue
udah kontak Pak Anwar dan udah janjian hari sabtu kalau gak ada halangan . . .
gue ke Bogor dan siap naik paralayang. Destinasi pun berubah, yang tadinya
pengen yang deket aja di Sumedang, tapi akhirnya malah ke Bogor. Yah,
hitung-hitung nyari pengalaman mengarungi kota Bogor. Kebetulan gue juga belum
pernah ke sana. Wanna try banget, coy.
So . . . tanggal 6 April gue ada acara dulu sama dua
orang temen gue, Mega (asal Jambi) dan Yanti (asal Kalteng) buat jalan ke BEC
dalam rangka ngebeli printer patungan, hehehe . . . maklum. Semenjak jadi
mahasiswa tingkat sepuh, alias mahasiswa sabuk hitam, banyak banget yang harus
diprint, akhirnya gue sama dua orang temen gue itu sepakat untuk berkoalisi
buat beli printer. Nah, sebelum ke BEC, kita bertiga ke Pasar Baru dulu,
welwwwwwh . . . firasat gue mengatakan nih, orang berdua pasti pada mau belanja.
Hahaha . . . betul apa gue duga. Sebelum ke BEC beli printer, gue nemenin
mereka belanja dulu, dan pada akhirnya gue juga kena virus belanja, walaupun
belanjaan gue gak seheboh belanjaan mereka. Wwkwkw. Intinya, nih orang berdua
dalam jeda sekian menit bahkan mungkin sekian detik, bawaannya ngeteeeemmmm
mulu di tempat belanja, subhanallaaaahhhh . . . KAPOK!!! Wahahaha.
Belum lagi pas kita bertiga mau
merapat ke BEC, kan kita belum tau persis rute dari pasar Baru ke BEC itu kayak
gimana, so . . . kita coba tanya ke tukang becak. Eeeehhh, si tukang becak
malah nawarin becanya. Ya mana kita maulah, kita kan maunya pake angkot. Ya
sudah, kami pun berpindah ke ruas jalan sebelah dan menanyakannya kepada salah
seorang tukang parkir yang lagi nyantai. Hasilnya, Bapak tukang parkir itu
bilang naik angkot lagi dan ternyata baru kami ketahui bahwa jalan dri tempat kita tadi menuju BEC tuh jauhnya naujubillah bangeeeetttt, bussseetttttt . . . gue gak bisa bayangin kalau kita tadi mutusin naik becak . . . . REMPONG SEJATI POKOKNYA, hahahaha. begitulah, walaupun gue sama temen-temen gue udah hidup 4 tahun di Jawa Barat tapi kita masih harus banyak belajar dan latihan buat ngapalin ruas jalan dan angkot yang ada di Bandung, payah. hahahaha.
Keberangkatan ke Bogor pun tertunda
beberapa jam. Tadinya plan gue berangkat dari terminal Cileunyi pas siang hari.
Tapi nyatanya siang hari gue masih di Bandung ngurusin printer. Jadi,
keberangkatan ke Bogor ditahan dulu, gan. Menjelang sore, gue sama kawan gue
nyampe di Tanah merah Jatinangor. Alhamdulillah . . . urusan printer udah
beres. Gue nganterin printer ke kos Yanti dulu, kemudian pulang ke kos dan
ishoma dulu. Ishoma gue cukup lama, maklum lah gue kecapean muter-muter Bandung
dari pasar Baru sampe BEC. Bahkan gue tadi sempet ketiduran di Damri dari
Dipatiukur ke Jatinangor, hahaha . . . tidur sambil meluk printer.
Masih capek, coy. jadi istirahatnya
agak lama, hingga gue ngambil keputusan yang lumayan berani. Yakni, gue
berangkat ke Bogor habis Isya. Jadi, habis mandi sore, gue langsung merapat ke
Batu api, sebuah perpustakaan tempat gue biasa pinjam buku. Gue mau balikin
buku dulu ke sana, sekalian mau pinjam buku lagi. dan gue pinjam buku Ranah 3
Warna karangan A. Fuadi, yang bakal jadi temen gue selama perjalanan Jatinangor
– Puncak Bogor. Setelah share tentang acara Peter Carey dan Remy Sylado di
UNPAD soal sejarah popular, gue laper . . . hehehe, pas banget di dekat Batu
api ada warung sate padang yang jualnya adalah Ibu-ibu yang asli Padang. Hahaha,
pas banget, gue lagi megang buku yang di karang oleh orang Padang dan tokoh
utamanya juga orang Padang. Hahaha . . . sekalian aja pas mesan sate padang gue
sekalian tunjukin tuh, buku . . . siapa tau gratis, kan . . . wkwkwkw. Yoe,
akhirnya makan malam gue dengan sate padang, sambil denger cerita Ibu penjual
sate Padang tentang Ranah Minang yang sangat mempesona. Dan nampak jelas
kebanggaan Beliau ketika tahu kalau yang nulis tuh, buku adalah orang Minang.
Hahaha, lagi-lagi sesuatu.
Habis melahap sate Padang yang
ternyata gak jadi gratis, tapi jadi 8 rebo perak, gue shalat Maghrib dulu
sekalian nunggu shalat Isya di musholla dekat kos gue. setelah kelar
dua-duanya, barulah gue berangkat menuju terminal Cileunyi. Lets go to Bogor .
. . yeaahhhh.
KP
Rambutan itu . . . kejam, ya.
Resiko ngambil rute malam adalah,
KEHABISAN BIS. Itulah yang gue alami pas nyampe di terminal Cileunyi yang
letaknya sekitar 3km dari Kampus gue. yang tersisa adalah bis jurusan KP
Rambutan. Okai, laksanakan. Toh, banyak jalan menuju Bogor, menuju paralayang.
Hahaha. Gue pun naik bis jurusan KP rambutan yang tersisa, dan seperti biasa,
untuk mengurangi rasa bosan . . . gue pun melahap halaman demi halaman novel Ranah
3 Warna di bis yang akan menuju KP Rambutan. Gue pun larut dalam balutan
suasana membaca, dan mulai terpasung oleh setting cerita dan dialog-dialog para
tokoh.
Sesekali gue melongok lewat kaca
jendela bis, ketika mata gue sudah mulai pedas dan payah untuk membaca kalimat
demi kalimat. Subhanallah . . . langit malam ini cerah. Ada bintang yang
bermunculan, ada langit yang membentang dan awan putih pun enggan ketinggalan.
Cuma bulan yang gak gue lihat malam itu. Gue tersenyum, membayangkan esok akan
cerah dan parlayang pun bisa terlaksana dengan lancar dan aman, serta bebas
hujan. Gue pun kembali melanjutkan membaca novel hingga lampu bis dimatikan.
Gue melipat ujung halaman buku dan menutupnya. Lalu menikmati suasana baru
dengan mengembangkan pikiran entah kemana. Kadang gue terjaga dan kadang gue
menutup mata sebentar. Kala terjaga, gue kembali menyaksikan langit dan bintang
yang cerah malam itu, hiburan buat gue yang kesepian dalam bis setelah lampu
bis dimatikan dan gue gak bisa baca lagi. hanya ada suara nada dering dari
penumpang lain yang masih hidup, sepertinya yang bersangkutan sedang SMSan.
Sekitar pukul 08.30 malam waktu bagian
Jatinangor gue berangkat hingga waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam
waktu bagian KP Rambutan. Memasuki gerbang KP Rambutan, sepi banget. hanya ada
beberapa orang dan pemulung yang berkeliaran. Firasat gue mengatakan, bis ke
Bogor kayaknya udah gak ada lagi. tapi gak ada salahnya gue coba tanya dulu
entar kalau gue udah nyampe di landasan mendaratnya bis ini. Sesampainya, gue pun
nanya ke salah seorang Bapak. Dan bapak itu bilang kalau bis ke Bogor adanya
besok pagi. Hhhmmm, gue terima dengan lapang dada. Sesuatu, nih malam gue
benar-benar ngegembel jadinya. Gue segera menuju musholla terdekat, tujuang gue
adalah tidur di mosholla. Tapi mosholla baru buka nanti pukul 2 pagi, wwwooooaaaaahhh
. . . gue hanya bisa duduk bersandar di pagar musholla yang Alhamdulillah
beralaskan ubin keramik. Di situlah gue duduk, di atas kepala gue . . . ada
papan yang bertuliskan bahwa mosholla baru buka nanti pukul 2 pagi. Gue buka
pelan-pelan tas gue dan langsung melanjutkan ngebaca Ranah 3 Warna. Tujuan gue
adalah supaya gue gak ketiduran. Itu usaha gue, hehehe. Pokoknya gue harus
lakukan sesuatu supaya bisa mengalihkan rasa kantuk dan lelah gue.
Agak gawat, ya. KP Rambutan lagi sepi.
Di Mosholla hanya ada 3 orang marbut yang sedang ngopi dan berdiskusi yang
entah sedang mendiskusikan apa, dan seorang Bapak yang tertidur pulas di dekat
gue. gue mengamati awas bis-bis yang baru datang dengan jeda yang cukup jauh,
sekitar belasan menit. Gue pun akhirnya memutuskan untuk berjalan menuju
pangkalan bis. Sekedar mau memastikan, bener apa gak udah gak ada bis ke bogor.
Tapi segera dicegah Bapak yang sedang menjaga WC umum. Dia bilang di sana tuh,
rawan. Sekali tepuk aja, kamu kena hipnotis. Wwwaaaaahh, ngeri juga. Gue segera
mengurungkan niat gue dan memilih untuk tetap membaca buku di pelataran
musholla sampai mosholla dibuka pukul 2 nanti. Hahahaha . . . ngegembel
beneran, nih.
Tiba-tiba langit cerah yang gue
saksikan begitu indah dan teduh dalam perjalanan dari Jatinangor ke KP Rambutan,
mulai mendung. Ada seorang laki-laki muda yang katanya juga mau nunggu bis,
menyapa gue dengan ramah. Dia bilang dia punya temen cewek, dan dia bermaksud
mau ngenalin ke gue. mau barengan nunggu bis maksudnya. Gue Cuma bilang iya
aja. Dan setelah beberapa menit, dia udah balik lagi dengan seorang cewek,
cantik, modis, dan kalau gue adi cowok mungkin bukan hal yang berlebihan kalau
gue terpesona [PPPREEEEEEEEEEETTTTTTT] hahahaha. Akhirnya ada temen nunggu.
Hujan turun. Dari gerimis menjadi
lebat, semakin malam semakin lebat. Halaman buku yang sedang gue baca, kena
basah air hujan. Gue menengadah, nampak hujan semakin lebat mengguyur bumi.
Mereka berjatuhan. Gue semakin merapatkan badan gue ke pagar musholla. Tempias
yang berusaha gue hindari, tapi percuma. Cipratannya sedikit menyentuh dan
dingin rasanya. Gue lihat jam di hape, musholla setengah jam lagi baru dibuka.
Okai, gue bertahan. Dalam suasana yang semakin dingin dan pikiran-pikiran
buruk, dan tentu saja . . . rasa kantuk yang membutuhkan toleransi tinggi.
Sekejap, gue pikir nih, hujan gak akan berhenti. Bahkan puncak Bogor juga hujan
dan gak jadi paralayang, oooohhhhh . . . jangan. Udah nanggung, gue udah nyampe
KP Rambutan.
Akhirnya, pukul 2. Penjaga musholla
pun membuka pagar, dan gue bisa masuk. Gue langsung ambil wudhu dan sholat
malam. Gak lupa berdoa buat kelancaran kegiatan paralayang dan teduhnya hujan.
Saat itu hujan belum reda, malah bertambah lebat. Selepas shalat malam, gue
ketiduran, dengan tas gue yang gue simpan di balik mukena gue.
Besoknya, gue terbangun karena udah
adzan subuh. Gue dikagetkan dengan cukup banyaknya orang di sekitar gue dan
cukup banyaknya penjual bubur ayam dan nasi uduk di sekitar musholla. Tapi
melihat itu semua, gue sama sekali gak ngerasa lapar. Karena yang ada dalam
pikiran gue adalah “BOGOR”. Gue menunaikan shalat subuh, setelah itu ketika
waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, gue langsung menuju pangkalan bis dan
nungguin bis Agra yang bakal nganterin gue ke Bogor.
Bogor
– Puncak, untuk pertama kalinya.
Dari KP Rambutan yang masih diguyur
hujan, sampai di perjalanan yang mulai reda tapi menyisakan gerimis lembut dan
dingin. Gue kembali mengisi perjalanan ini dengan melanjutkan cerita-cerita
Ranah 3 Warna yang tersisa.
Hingga akhirnya gue nyampe di terminal
Bogor yang masih lumayan sepi, nyampenya sekitar pukul setengah 8. Seperti
biasa, gue harus nyari info rute ke Puncak dengan cara membeli makan. Gue lapar
pagi itu, gue nyari warung dan makan di sana, sekalian ngajak ngobrol si penjual
perihal rute menuju Puncak. Heheheh, itulah cara andalan gue tiap kali gue
blank kalau lagi di terminal. Bingung yang mengenyangkan, hahahaha . . .
Gue mesan nasi, tempe dan ayam goreng.
Tentu saja, teh hangat. Ini makan pagi rapelan makan malam ceritanya, hehehe .
. . sambil makan, gue sambil ngobrol sama Ibu penjual soal rute ke Puncak. Dan
Alhamdulillah . . . ketemu jawabannya. Gue harus naik L300 yang jurusan
Cianjur. Siiipppp, selesai makan gue langsung masuk di bagian depan L300 yang
akan membawa gue ke Puncak. Kayak biasa, L300 dimana-mana emang hobi ngetem.
So, kembali ke Ranah 3 Warna, biar menunggu gak terlalu lama. Dan setelah
ngetem hampir satu jam, akhirnya L300 itu berangkat.
Jalur menuju puncak adalah melewati
Ciawi. Akhirnya, ngerasain juga macet di Puncak. Apalagi ini lagi libur
panjang. Dan emang beneran macet, gan. Soalnya ada pengaturan waktu yang
mengatur buka-tutup jalur menuju puncak. Inilah yang menyebabkan kemacetan
menuju Puncak. Ada sistem gantian dan tunggu menunggu. Dan kali ini, jalur gue
harus nungguin sampai pintu jalur gue dibuka, baru bisa jalan, man. Saat itu
gue udah hubungin Pak Anwar kalau gue sudah nyampe kawasan Puncak Bogor dan
udah bisa ngelihat paralayang yang sedang terbang di kawasan Puncak. Dan gue
sudah gak sabar pengen segera turun di kawasan tempat gantole dan paralayang
biasa beroperasi, sesuai dengan arahan Pak Anwar, gue pun minta diturunin di
tempat gantole. nah, ini lho jalan menuju Puncak Bogor . . .
Nah, masuknya gue gak bayar karcis.
Coz, udah dikasih tahu kalau udah janjian sama Pak Anwar. Alhamdulillah . . .
berharap banget bisa naik paralayang juga gratis. Hahahah, ngarep coy. inilah tempat paralayang kalau dari jauh:
Sesampainya di tempat paralayang, gue
foto-foto bentar dan langsung ngedaftar. Saat itu gue belum ketemu dengan Pak
Anwar, soalnya Bapak ini sedang sibuk mendampingi para penggiat paralayang.
Akhirnya, gue terbang paralayang bareng Pak Asep, seorang atlet paralayang
untuk kawasan Jawa Barat, wwwaaaahhhhh . . . beliau lah yang ngasih gue arahan
kapan gue harus jalan, lari dan ngangkat kaki pas mau terbang dan mendarat. Pak
Asep orangnya low profile banget, dan karena dia adalah Bapak-bapak, maka sikap
mengayominya sangat terasa. Yah, kayak anak sama Bapak akhirnya. so, lets check hasil bidikan gue pas di tempat persiapan paralayang:
hayyyoooo . . . foto yang di bawah ini gunung apaaaa . . . ????
Nah, sekarang tiba saatnya untuk
TERBANG. Gue sudah mengenakan harness, tempat duduk dan helm. Sambil mendengarkan
arahan dan penjelasan dari Pak Asep, gue berdoa dalam hati semoga penerbangan
kali ini bisa lancar. Aminnn. Kami pun bersiap, Pak Asep ada di belakang gue
dan Beliau lah yang memegang semua kendali. Termasuk yang bakal mengendalikan
tali buat terbang dan mendarat. Sedangkan gue hanya disuruh untuk jalan,
berlari dan selanjutnya . . . MENIKMATI. aaassseeekkkk . . . .
Pak Asep memberikan komando untuk
berjalan. Gue pun ikuti dengan berjalan, lalu Beliau memberi komando untuk
berlari, dan gue pun berlari sekuat tenaga . . . dan . . . FLLLLLLYYYYYYYYYYY .
. . GUE TERBANG. SESUATU BANGET . . . melayang-layang di udara. Menghirup
segarnya Puncak, memandang panorama bawah dari atas, menyaksikan pemandangan
macet dan hiruk pikuknya Puncak di akhir pekan, dan yang gak ketinggalan . . .
menyaksikan Gunung Gede Pangrango yang sangat jelas bertahta. Wwwaaaaaa . . .
sungguh, hati pun terkesima. Gue benar-benar menikmati, awalnya emang ada
perasaan takut. Tapi setelah diajak ngobrol sama Pak Asep tentang Paralayang,
akhirnya gue bisa lebih rileks dan menikmati 10 menit penerbangan dengan
paralayang. Wwaaahhhh . . . senyum ini terus sumringah dan mata ini gak
henti-hentinya berbinar. Semua terangkum dalam takjub yang membahagiakan.
10 menit yang mengesankan, suguhan yang
gak akan tergantikan. Paralayang pertama gue buat memperingati hari bumi dan
hari Kartini, kami pun mendarat di landasan paralayang, and MISSION COMPLETE,
GAAAANNNN.
Hari yang menyenangkan. 7 April 2012,
gue akhirnya bisa terbang dengan paralayang. Setelah selesai paralayang, gue
lapar dan memutuskan untuk makan mie goreng di warung terdekat bersama dengan
para penggiat paralayang yang juga sedang makan siang. selama makan siang itu, gue dan mereka sedang membicarakan banyak hal tentang paralayang, termasuk bagaimana sistem penilaian untuk lomba paralayang, seru pokoknya, gan. Setelah itu, gue sudah
mau pulang. Tapi sebelumnya gue harus pamit dulu ke Pak Anwar, Bapak yang sudah
ngasih gue info soa paralayang. Bapak yang bersahaja dan punya sikap mengayomi,
karena dia lihat gue kayak lihat anaknya yang paling bungsu lah. dan dia kaget
banget waktu tau kalau gue jalan ke Bogor dari Jatinangor. Hahaha . . . dia
juga sempat ngenalin gue sama seorang muridnya yang sedang berlatih paralayang,
dan kebetulan banget namanya hampir sama dengan nama gue, Norman. Hehehe . . .
Hhhhhh, siang itu setelah menunaikan
shalat Zuhur di mesjid Atta 'awun, gue langsung cegat L300 yang menuju terminal
Bogor, dan pulang dengan lega. ini lho mesjid Atta 'awun yang di sekitarnya ada kolam indah tapi buatan, di sinilah gue shalat Zuhur sebelum balik ke kampus.
sebelum gue tutup, gue mau share budget yang dikeluarin buat ke Bogor dari Jatinangor. barangkali aja bisa dicontoh atau sebagai referensi buat lo semua, check it out, bos . . .
Cileunyi - KP Rambutan [pake Bus] : Rp. 30.000,-
KP Rambutan - Bogor [ Pake Bus] : Rp. 7.000,-
Bogor - Puncak [ Pake L300] : Rp. 20.000,-
karcis masuk ke tempat Paralayang : Rp. 5.000,- [tapi karena gue udah janjian, jd gue GRATIS, HE]
paralayang : Rp. 300.000,-
sangat disarankan berangkat pagi, jangan sampai mengalami nasib kayak gue yang kehabisan bis yang langsung ke Bogor. kalau bisa dapet bis yang langsung ke Bogor, biaya di atas bisa lo irit 15-20%. hehehe . . . slamat mencoba, yeeee . . .
CP. Pak Anwar: 0818 100 154
coy, mungkin kegiatan kayak gini bagi sebagian orang gak penting. yeeaaahh, whatever lah, toh tetep ada manfaatnya kok, minimal . . . dari kegiatan "GJ" ini gue bisa lebih paham tentang pentingnya menabung. iya, untuk saat ini gue bela-belain nabung buat naik Paralayang (my dream banget dari jaman SD) tapi, ini adalah proyek awal gue buat nabung untuk naik haji . . . semuanya bilang Amiiiinnnn . . . .
dengan demikian, tuntas sudah misi gue dalam rangka memperingati hari bumi dan hari Kartini. walaupun lebih cepat, tapi . . . itu menyesuaikan dengan jadwal ijin keluar yang ditetuin kampus gue. alhamdulillah, thanks banget Buat Pak Aries, Pak Anwar, Pak Asep, para sopir bis, sopir angkot, tukang jaga wc umum, sopir L300, Abah dan Mama untuk restunya.
special thanks for Allah Yang Maha Indah.
sampai ketemu di perjalanan alay berikutnya. SELAMAT HARI BUMI DAN HARI KARTINI.
gue sama Pak Asep. heee . . .
"TERBIASALAH MENGHADAPI KETERBATASAN. AGAR KETIKA KAU RASAKAN KEBEBASAN, MAKA KEBEBASAN YANG KAU RASAKAN ADALAH KEBEBASAN YANG TAK TERTANDINGI KETULUSANNYA." [NORMA;2012. di antara beton-beton putih dan genteng merah kampus.]