Minggu, 27 Mei 2012

MIXPEDITION [IPDN, UNPAD, IIP, TV ONE]


Sebuah intermezzo:
Dari kecil kita sudah dididik untuk naik gunung. Buktinya, ada lagu “naik-naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali. Kiri kanan kulihat saja banyak pohon cemara . . .”
IPDN, bukan hal yang mudah bisa mendaki gunung ketika sedang menyandang status sebagai ANAK NEGARA. Serius, kalau lo gak terikat apa-apa, terserah lo mau naik gunung seenak pantat lo, nah kami . . . yang diikat secara dinas, tentu bukan hal yang mudah. Jadi . . . . kalau bisa naik gunung pas masih jadi Praja, itu namanya . . .
SE SU A TU!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Nah, selagi ada libur dari tanggal 16 Mei 2012 sampe 20 Mei 2012, gue sama temen seangkatan gue udah nyimpen rencana paling jenius. Berawal dari percakapan beberapa minggu yang lalu di blok Fakultas Politik Pemerintahan. Terjadilah dialog galau antara gue sama Mas Yudi:
“Norma, IB mau kemana?” Tanya Mas Yudi. Kawan seangkatan gue yang asli Banyuwangi, yang tampangnya mirip Eko “ngelaba” HAHAHA.
“Gak tau juga, nih Mas.” Gue jawab sekadarnya, karena emang gue ga ada rencana kemana-mana. Lagian gue juga lagi gamang mikirin laporan akhir gue yang masih diproses Dosen gue.
“Naik gunung, yuk.” Ajak Mas Yudi, yang gue tahu emang dari dulu pengen banget naik gunung. Ketika itu juga mulai ada lagi letupan semangat untuk kembali menyusuri jalan menanjak untuk meraih puncak. Aaahhhhh . . .
Begitulah . . . dialog yang belum gue anggap sebagai hal yang serius tapi ternyata menjadi awal munculnya rencana jenius ini, wkwkwkw.
Hingga akhirnya desas-desus IB mulai terangkat ke permukaan. Ga tanggung-tanggung, issue IB yang beredar tuh 5 hari. Bueseeettt . . . langsung temen gue si Dolphin alias Alfianto yang dari Sulsel ngontak anak UNPAD yang juga punya rencana mau nanjak. So, hingga tanggal 16 Mei udah dekat, hape gue pun nerima SMS yang benar-benar telah ngerubah semua rencana awal IB gue. ajakan itu datang ke gue, yeaaahhhh. Kali ini yang ngajak bukan Mas Satria, partner gue sekaligus leader gue kalau naik gunung. Tapi Mas Yudi, mantan ketua kelompok KKN gue pas di Kuningan. So, inilah ranger-ranger gak jelas tapi keren, hahaha . . . yang bakal nanjak Gede Pangrango di libur panjang ini.
Yudi, yg mukanya mirip Eko ngelaba (Banyuwangi),
Alfianto, yang mukanya mirip Parto OVJ (Sulsel),
Wiwi (Sulsel, anak UNPAD)
Ati (Kaltim, anak UNPAD)
Eris (IPDN, Serang Banten)
Sofyan Hadi (IPDN, Serang Banten)
Ganis (Reporter TV ONE, Pandeglang)
Iam (IPDN, Sulteng)
Adhi (IPDN, Bali)
Taufik (IPDN, Sulsel)
Gue . . . (kalau lo gak tau, BAYAR!!!!), sayang sekali, salah seorang temen gue, Hasnah belum bisa bergabung. Karena yang bersangkutan ada bimbingan skripsi hari Jumat.
OKEH, 11 orang gak jelas ini tapi sangat penting ini akan segera merapat ke jalur gunung putri untuk mendaki.

Tanggal 16 Mei 2012, setelah pelepasan IB, tepatnya pukul 08.00 waktu Indonesia bagian Jatinangor, gue, mas Yudi, Dolphin, Taufiq dan Adhi udah ngetem di depan alfamart dekat kampus, Check point pertama sebelum berangkat ke Leuwi Panjang buat nyusul Wiwi sama Ati. Cukup lama rombongan Jatinangor nemu angkot yang pas buat dinaikkin oleh orang-orang yang sedang bawa kulkas portable kayak kami malam itu. Yup, di tengah keramaian kawasan pendidikan Jatinangor, nampak jelas gerombolan orang yang sedang nunggu angkot di pinggir jalan dekat Kampus IKOPIN. Sangat menarik perhatian, keren, manis-manis, cool pokoknya, wuhahaha. Tapi angkot yang pas ternyata lama banget. maklum, semua angkot penuh dan kami terpaksan harus mengalah dan menunggu.
Selanjutnya, ada juga angkot yang hanya punya 3 penumpang. 3 penumpang itu teteh-teteh semua. So, mungkin dengan angkot ini lah takdir kami berlima, hahaha. Angkot itulah yang mengantarkan kami ke Cileunyi dan lanjut dengan L300 ke Leuwi Panjang.
Sesampainya di terminal Leuwi panjang, kita ketemu sama Wiwi dan Ati. Next, langsung naik bis ke Cianjur. Sedangkan anak-anak IIP yang terdiri dari ranger-ranger keren yaitu Iam, Eris, Kang Sofyan dan Kang Ganis pada berangkat dari Cilandak dan ketemu rombongan dari IPDN dan UNPAD di rumahnya salah seorang temennya Wiwi yang udah baik banget mau memfasilitasi keberadaan kami selama menunggu pagi dengan rumah seorang penjual nasi yang Alhamdulillah banget sangat befungsi untuk melindungi kami dari kekejaman malam, heheh.
This Is MIXPEDITION
Pagi-pagi banget, sekitar pukul 4 pagi. Rumahnya Ibu penjual nasi itu menjadi ramai dengan kedatangan rombongan dari IIP Cilandak. Kami yang sedang tertidur kedinginan pun terbangun dan . . . surprise . . . telah cukup lama gue gak ketemu rekan seangkatan gue yang sekarang menimba ilmu di IIP Cilandak, ketemunya di Cianjur dalam rangka naik gunung, wahhh . . . gunung lah yang mempersatukan kita lagi, kawan. Beginilah suasana pagi di Cianjur, tepatnya di rumah dekat kami menginap yang kebetulan dekat dengan musholla.
Pagi itu kami semua sudah siap nanjak. Berbekal sarapan nasi di salah satu warung nasi di kaki gunung Putri, kami pun segera jalan ke pos pendaftaran gunung Putri.
Jalur Gunung Putri emang jarang dilewatin. Yang paling sering tuh jalur Cibodas. Nah, kita coba jalur Gunung Putri. Ternyata emang jalur Putri adalah jalur cadas dari 3 jalur yang ditawarin buat nyampe di Gunung Gede. Tapi katanya ada jalur yang lebih garang lagi, yaitu jalur lewat Sukabumi.
Nanjak dari pukul 8 pagi sampe elek. Selama perjalanan mengarungi jalur-jalur putus asa di gunung Putri, kami banyak bertemu dengan rombongan-rombongan pendaki lainnya. Ada yang dari dalam dan luar negeri. Untuk yang sependakian dengan kami kebanyakan yang dari dalam negeri alias domestik, sedangkan yang international udah duluan tadi pagi dan kayaknya bule-bule itu sprint, makanya gak bisa kami susul. Yah, mungkin ketemunya di puncak lah. selain itu yang mendaki juga dari berbagai kalangan. Kalangan pecinta alam, penikmat alam, atau yang hanya sekedar untuk liburan, dari mana-mana lah pokoknya.
tak lupa selama perjalanan kami juga ngemil ubi yang dibawa Kang Sofyan buat nambah tenaga sekaligus nolak angin. Karena kalau makan ubi bawaannya pengen kentut, jiiiaaaahaha. Lagian kita juga jangan melulu bawa stok yang modern. Sebagai generasi muda juga harus tetap menghargai keberadaan makanan tradisional. Salah satunya dengan melibatkan UBI dalam ekspedisi ini. Hahahaha . . .  gue jadi inget stylenya para pendaki Bale indah pas nanjak ke Salak. mereka gak bawa mie atau roti, tapi bawa lontong sama sambal tempe. Aahhh, LAPER!
Sepanjang perjalanan, hutannya masih cantik dan perawan. Hampir mirip kayak jalur ke Cikuray. Asri dan belum tersentuh. Anggrek bisa dengan bebas tumbuh di batang-batang pohon. Hutannya rapat dan tanjakan yang nggak ada habisnya. Teduh karena rimbun daun menghalangi sinar matahari. Sesekali kami juga bertemu dengan para pendaki lain yang mau turun dan membawa kabar gembira bahwa Surya Kencana tinggal sebentar lagi. hahaha, padahal barangkali mereka bisa aja ngebohong, wkwkwkkw . . . yang penting ikuti jalurnya selelah apapun keadaan kita. Okeh.

Ada juga tawon-tawon yang betah banget berputar-putar di sekeliling kami. Eris, temen gue dari IIP selalu bilang “Pahit” kalau dia dikerubungi tawon. Katanya biar tawonnya ga gigit. Ohhhh, boleh lah kalau gue bilang “ASEM” ya? Hahaha, karena emang gue gak mandi-mandi pas mau nanjak, hahaha . . .
Energi tim mulai terkuras. Ubi juga gak bisa menolong banyak, padahal ubinya sempat ketinggalan di pos Buntut Lutung, hahaha. Tapi syukurnya Adhi mau turun lagi buat ngambil ubi yang ketinggalan. Hah, Ubi. Dan emang makin terkuras saja tenaga anggota tim. Makin sering ngetem di beberapa titik sambil ngemil atau sekedar nongkrong nikmatin keperawanan hutan di Gunung Putri. Sementara waktu makin berjalan. Dari tadi juga yang kita lewatin plang-plang bikinan anak-anak Unika Atmajaya yang bertuliskan Alun-alun Surya Kencana mulu, plangnya ada yang sampe 4 kali. Tapi perasaan dari tadi Alun-alunnya kok kagak nyampe-nyampe ya . . . . hahahah.
Udah mau zuhur, tapi kami masih terengah-engah menelusuri jalur berakar dan kadang berkabut di gunung Putri. Tapi tetap jangan menyerah, karena menurut salah seorang rekan sependakian gue yang tidak mau disebutkan namanya dan yang bersangkutan udah pernah ke sana, kalau nyampe Alun-alun Timur itu setelah zuhur lah. oohhh, tancap gas lagi dah . . . dan selama perjalanan ini, kami juga menemui rombongan pendaki yang lagi nyantai sambil nyeduh mie. Pas ditanya startnya dari jam berapa, ternyata startnya dari jam 2 pagi . . .  alamaaaakkkk, kok belum pada nyampe, Bung???? Jelas aja bikin kita heran. Tapi gak masalah, itu kan gaya masing-masing. Mau nyantai atau mau marathon. Sok we mah . . .
Suara teriakkan mulai terdengar di sana, yau . . . Alun-alun sudah dekat, maaaannn. Saatnya mempercepat langkah. Iam dan Adhi sudah duluan nyampe kayaknya. Gue yang dari tadi kalem-kalem aja, segera memperlaju langkah. And then . . . . yeaaahhhh . . . .
Nyampe di Alun-alun lelah gue seperti terbang, dan gue langsung lepas carrier gue lanjut ngobjek bareng Iam ke taman edelweiss . . .  assseekkkk . . .
Fotoooooooooooooo banyak yang bisa dilakukan kalau udah nyampe Alun-alun Timur Surya Kencana. Lokasinya yang lapang, penuh edelweiss, mau apa aja bisa pokoknya. Main bola bisa, petak umpet juga bisa, nyanyi sambil gitaran juga okeh, guling-guling sampe pusing juga sok mangga. Kalau tim gue, 
ada yang ngopi plus rokokan, 

berlaya ria dengan edelweiss, 

foto keluarga (eittss . . .  ada yg pake pdh), 

atau tiduran sambil menyaksikan rumpun-rumpun bunga abadi tanpa gangguan dari pihak manapun.
Cukup lama kami berleha-leha di padang edelweis. Foto-foto aja gak ada habisnya, coy. haaddeeehh . . . apalagi gue sama Iam. Yang paling heboh tuh si Iam. Sempet aja bawa PDH buat nanjak gunung. Aaaaahhh, bagus-bagus sih. Okeh, gunung Putri dan Alun-alun Surken udah dapet, tinggal Gede, Pangrango dan Lembah Mandalawangi. Kudu pertamax, Gan!!!!!
Agak sorean, dan kayaknya udah ashar, rombongan gue jalan dari lokasi menuju lokasi dekat mata air. Kita ambil air di sana dan sekalian ashar. Matahari sore yang tidak terlalu menyengat, tapi anggun turun di kesantunan Alun-alun Timur Surya Kencana. Eeeaaaa . . . spirit banget. selesai shalat Ashar, gue sama rombongan langsung menuju puncak Gede. Waktu itu udah sore. Kebanyakan para pendaki pada ngecamp di Surya Kencana dan baru nanjak besok pagi. Kalau rombongan gue, tetep nanjak buat dapetin moment sunset di Puncak Gede.
Gue sama Mas Yudi, Kang Ganis, Wiwi dan Taufik berada di barisan belakang. Selain udah pada lowbat, kita ber lima juga pada nyantai dan mau foto-foto. Hahaha, bilang aja udah sekarat ding, wkwkwkw.
Hampir pukul 6, kami yang rombongan belakang udah mendengar sayup-sayup teriakkan dari atas, wawaaaaa . . . puncak Gede udah berteriak-teriak manggil gue sama rombongan belakang lainnya, diantosaaaaaannnn . . . hahahah.
Akhirnya . . . . panorama Alun-alun Timur yang membentang santun dengan rumpun-rumpun bunga abadinya serta tidak ketinggalan warna-warni tenda para pendaki, sekarang berada di bawah kaki kami. Ooooaaaaahhhh, akhirnya . . . puncak Gede dengan sunsetnya bisa kami dapatkan.


Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar . . . . menggema di puncak Gede. Subhanallah . . . anggun Pangrango yang tertidur diselimuti kabut dan senja yang makin menjingga. Debar jantung pertemuan ini, memulihkan semua kerinduan yang pernah meluka.
Kita tidak kuasa bersitatap, lelah yang luluh. Untuk yang kesekian kalinya, kita kembali saling bertemu. Kali ini aku dan kamu ada waktu, kali ini aku ada ijin keluar untuk sekedar mengetahui kabarmu, kali ini . . .
Kayak biasa, foto-foto sampai aus tuh kamera, wkwkwkw. Setelah foto-foto kami langsung mendirikan tenda, 3 tenda untuk 11 orang yang sudah tidak sabar ingin menikmati malam ini di puncak Gede. Sebagian dari kami ada yang memasak makan malam. Menu makan malam kali ini cukup dengan mie rebus yang dicampur bakso dan kornet. Hhhhh, jadi keingat ngecamp malam beberapa tahun silam di sebuah bukit di Kalsel. Menu makan malam adalah gabin rebus yang dicampur sama gumbili kukus, ditaburi susu kental dan telur mata sapi. Hahahaha, makanan khas gunung.
Jadilah malam itu kami ber 11 dinner di puncak Gede dengan lahap. Nampak bintang pun jelas menyala di atas Alun-alun Timur tapi di atas Gede lagi tertutup kabut. Dan itu bukan masalah, yang penting semua kumpul dan semua makan. Itu sudah menjadi malam yang spesial buat kami ber 11 setelah menempuh jalur Gunung Putri yang asri sekaligus menyimpan banyak kelucuan dan persahabatan, hehehe.
Selesai makan malam, kami bersiap untuk tidur buat save energy. Waaahhhh, benar-benar malam yang panjang buat orang-orang lelah dan tepar kayak gue dan rombongan gue. tapi, masih aja ada gaya yang beda-beda untuk menikmati malam di puncak Gede. Gue sama yang lain udah pada masuk SB dan bersiap lelap. Sementara di tendanya mas Yudi, Fian, Taufik dan Adhi masih berisik gak jelas, rupanya mereka pada main domino, ahahaha . . . pantesan tuh tenda kayak pasar malam. Domino dimainin, wkwkw. Mana tendanya dekat tenda gue lagi, ya jelas gue kagak bisa tidur selama beberapa menit. Tapi akhirnya bisa menyesuaikan juga dan bisa tidur ditemani bunyi rintik kecil yang turun menyentuh tenda-tenda kami. Mata kami perlahan tertutup membiarkan malam berjalan sesuai ketentuan, bukan sesuai kemauan.

Tenda masih menyala, ada kehangatan persahabatan di dalamnya, menghabiskan malam tanpa batas dengan kartu-kartu pemecah suasana beku. Bercerita dan saling melucu, tidak peduli orang lain terganggu, malam ini milik kita sahabat . . . 17 Mei 2012 @Puncak Gede.
Sunrise, pijat, nasi uduk dan jahe
Mas Yudi yang paling semangat ngebangunin gue sama yang lain buat lihat sunrise. Gue yang masih setengah bernyawa langsung berusaha melek. Pagi-pagi banget, subuh lah. Tanpa cuci muka, lihat kamera udah kayak magnet tersendiri lah. yah, Cuma kamera yang nggak pernah protes dengan keadaan diri kita yang udah mandi atau pun gak mandi-mandi selama dua hari, wkwkwkw. Yahud pokoknya.

Pas kita lagi foto-foto, lagi-lagi ada yang nawarin nasi uduk. Yup, dari Surken sudah ada juga yang nawarin nasi uduk. Namanya juga orang nyari duit, ya. Nyari duitnya sampe gunung. Ajibbb . . . cari nafkah sampe gunung. Gunung memberi arti bagi kehidupan sekalangan orang. Asal jangan lupa pulang aja, Bung. Ingat anak dan isteri, heheh. Tapi nasi uduk yang harganya 6 rebo itu udah dingin, coy. namanya juga jualan di gunung. Coba tuh bawa termos sekalian, ya. Kami lagi foto-foto, rupanya Kang Sofyan sama Eris lagi bikin jahe. Potongan-potongan jahe yang direbus dengan air. Waaahhhhh, jaheeeeeee, guys. Gue fans berat jahe. KLOP pokoknya. Capek foto-foto dengan berbagai view dan style GJ, kita semua langsung ngumpul mengerubungi satu panci air jahe hangat yang sudah jadi.

Walaupun hanya air jahe, mari kita satukan semuanya di sini, mari kita lupakan objek-objek tidak penting dalam kehidupan ini, sambil mendiskusikan sesuatu tentang perjalanan kita, sahabat. Yakin saja, moment ini akan terulang, kalau tidak kita yang mengulang, mungkin anak cucu kita . . . kelak.
Habis jahe satu panci, dan kebetulan banget yang ngabisin tuh air jahe adalah gue, hahaha. Pada gak fanatik jahe rupanya. Sedangkan gue emang dari dulu penggemar berat jahe. Tiap pulang pasti beli bandrek buat orang-orang satu rumah, hehehe. Nah, selanjutnya kita bikin lingkaran sambil saling pijat. Jalur Gunung Putri bikin rempong dan penat. Solusinya adalah . . . PIJAT!!!! Wkwkwkwk . . . .
Sambil saling mijat, kita semua pada ngomongin tujuan kita selanjutnya. Rencana awal kita memang berniat akan merampungkan semua item yang ada di TNGGP lewat jalur Gunung Putri. Tapi Wiwi harus udah masuk kampus dan praktik di apotek. Hhhmmm, sebuah pertimbangan. Dan gue jadi keingat kasus yang hampir sama kayak yang pernah gue alamin sebelumnya pas nanjak Arjuna. Niatnya mau pertamax sama Welirang yang sebelahan dengan Arjuna. Tapi karena gue udah mau masuk kampus, ya mau gak mau Welirang gak jadi. Padahal gunung Welirang udah kelihatan di depan mata, coy. tapinya lagi seperti yang pernah dibilang sama Bang Mamed, rekan gue yang juga saat itu mau nanjak Welirang. Dia bilang :”Pokoknya kita harus sama-sama. Gak jadi satu, harus gak jadi semua. Bareng-bareng pokoknya.” sama kayak di Puncak Gede. Pangrangonya secara utuh benar-benar sudah menampakkan diri di depan kami semua, tapi . . . kita harus kompak. Hehehe, mungkin kelak, Pangrango akan kami arungi lagi di edisi yang berbeda. Kelak.
Akhirnya, setelah voting siapa yang mau ke Pangrango. Ternyata hanya 3 orang yang angkat tangan, yaitu Mas Yudi, Iam dan gue. so pasti keputusannya adalah, HARI INI KITA PULANG. Lagian, memang badan sudah pada rempong dan minta tolong, hehehe. Dan ini sudah menjadi keputusan yang tepat dan demokratis. Asseekkk . . .
Kami pun packing sambil terus foto-foto, hehehe . . . setelah packing beres, tinggal nunggu Alfianto boker dulu. Nih, orang emang sempat-sempatnya buang hajat. Cuman dia yang ekstream boker. Yang lain paling Cuma pipis.
Kami pun meninggalkan puncak Gede dengan tanpa henti-hentinya bernarsis ria sepanjang perjalanan pulang. Bahkan pas ketemu tanjakan setan pun sempet aja foto, aaaahhhh dasar narsis semua. Tapi serius, ini pendakian terseru dari pendakian-pendakian yang pernah gue lakukan sebelumnya. hahha . . .
Perjalanan pulang, ucapkan selamat tinggal untuk edelweiss dan kawah yang menemani malam kami dan Pangrango yang sudah bersitatap mesra dengan kami, anak-anak manusia yang sedang galau bikin skripsi, hahahah.

Di perjalanan pulang, kami sempatkan mampir di tempat wisata air terjun Cibeureum. Air terjun yang berasal dari letusan Gunung Gede Pangrango. Mantaabbbb, airnya sejuk. Sejuk banget, bahkan bisa dikatakan sangat dingin. Apalagi kami nyampe di lokasi pas udah mau malam, ya jelas lah airnya makin dingin. Tapi yang namanya udah kesenangan, sedingin dan secapek apapun hajar aja lah. gue sama yang lain langsung lepas alas kaki dan berhamburan memenuhi beberapa titik di air terjun. Pas banget, Cuma kita ber11 yang ada di sana. Gak ada pengunjung lain, hahaha . . . air terjun terasa jadi milik kami dan bebas berekspresi pokoknya. Santaaaaiiii . . .
Thanks buat anggota tim: Mas Yudi, Kang Sofyan, Kang Ganis, Eris, Fian, Teh Wiwi, Teh Ati, Adhi, Taufiq dan Iam. Buat Kang Adi thanks banget udah jemput kami pas udah nyampe di Gunung Putri malam-malam. Buat Abah dan Mama atas ijinnya ngebolehin nanjak lagi. special thanks untuk Allah maha indah.
Sampai jumpa lagi di perjalanan alay berikutnya

Yang masih terpendam dalam “EKSPEDISI TANAH JAWA” episode Demak.


Masih dalam EKSPEDISI TANAH JAWA pas jaman Nindya Praja. ahahaha, masih terasa betapa serunya melakukan “penaklukan-penaklukan kecil” di tanah Jawa berbekal nekat dan rasa ingin tahu. Konyol, gila, bingung-bingung, stress di terminal, kelaparan, terkantuk-kantuk di bis, dimarahin kondektur pake bahasa Jawa, dibikin nyasar sama kenek, wuaaahhhh . . . asssssseeemmm dah, mana gue gak bisa bahasa Jawa . . . wkwkwkw, mana partner gue bahasa Jawanya setengah-setengah . . . heboh pokoknya.
Nah, ini sedikit cerita petualangan menyusuri tanah Jawa, yaitu dalam episode DEMAK.
Gue dari Semarang menuju Demak dengan menggunakan jasa ojeg. Ojeg??? Whattttt??? Ojeg??? Ya, ojeg. Kenapa harus motor ojeg, gan? Karena mobil milik Bapaknya Mbah Arshanti sedang mogok. Mogoknya di depan kuburan Belanda yang di Semarang pula, alamaaaakkk . . . firasat-firasat jelek mulai bermunculan. Sementara itu, di seberang jalan ada Bapak-bapak yang nawarin jasa ojeg ke Demak. Gue tadinya gak mau. Karena pasti mahal. Naik ojeg, gan. Bukan bis. Gue, sih maunya naik bis. Terus, kita nunggu. Nunggu gue ngambil keputusan. Dan Bapaknya Mbak Arshanti sudah memberikan gambaran mengenai suasana terminal Semarang kalau lagi malam. Apalagi itu udah mau malam banget sebenarnya. Soooo, gue pun luluh. Dan memutuskan untuk naik motor dari Semarang ke Demak.
Guys, gue udah hubungin Mbak Dhila. Temen sekampus gue yang tinggal di Demak. Mbak Dhila bilang kalau persiapan sudah dilakukan buat nyambut gue, oooooggghhh, gue benar-benar terharu tingkat akhirat waktu itu, hahaha. Emang temen gue yang satu ini temen yang bisa dikatakan sangat akrab di kampus. Hehehe, next gue pun naik motor menuju Demak dalam keadaan ngebut.
Lumayanlah, bisa menikmati jalan dari Semarang ke Demak dengan motor. Bapaknya pake ngebut lagi, soalnya Beliau takut kemalaman nanti pulangnya. Jadinya sepanjang jalan tuh isinya ngebut terus. Dan seperti biasa, ngobrol-ngobrol ngalur ngidul tentang Demak. Hehehe.
Perjalanan yang kurang dari 2 jam telah gue tempuh. Hawa kota Demak sudah bisa gue rasakan malam itu. Religious, mulai disambut dengan lampu-lampu di ruas jalan kota Demak. Lampu-lampu yang bertuliskan Asmaul Husna. Dari situ, Mbak Dhila kembali ngubungin gue.
“Norm, kalau udah nyampe di terminal Demak, langsung hubungin Dhila ya.” Begitulah bunyi SMS mbak Dhila yang langsung gue balas dengan kata “ya”. Ojeg udah mendarat di terminal Demak yang gelap dan sepi. Gue langsung SMS mbak Dhila dan memberitahukan kalau gue udah di terminal. Dan Mbak Dhila pun balas SMS gue dan mengatakan bahwa di sedang berada di depan sebuah warung makan khas Jawa yang letaknya nggak jauh dari terminal. Namanya gue lupa, so, gue bilang aja ke Bapak ojeg yang nganterin gue supaya dianterin ke depan rumah makan itu. Sesampainya di sana, pas gue tanya ke Bapaknya berapa uang yang mesti gue bayar, eeeehhhhh . . . Bapak nya malah bilang terserah. Hhooaaalaaahhhh, kalau gue kasih 500 perak, jadi juga kali ya . . . hahahaha. Yaaaahhh . . .
Dan pemirsa . . . rumah makannya ketemu dan langsung disambut sama Mbak Dhila dan Ibunya . . . hhoooaaaa . . . ibunya Mbak Dhila langsung bawain tas gue. yah, gue ngerasa nggak enak lah. gue pun nolak, tapi ibunya Mbak Dhila juga bersikeras untuk membawakan tas ransel gue. akhirnya gue pun pasrah membiarkan ransel gue dibawa sama Ibunya Mbak Dhila. Nah, Ibunya mbak Dhila pulang ke rumah bawa tas gue. sedangkan gue sama Mbak Dhila naik becak ke alun-alun kota Demak. Udah kerasa Demaknya pas Mbak Dhila ngajak ngomong Bapak tukang becak dengan bahasa Jawa. Wuuuaaaaaahhh, best moment banget. aseeekk.
Malam itu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kota Demak sepi dan hanya ditingkahi oleh beberapa orang manusia, tukang becak dan temaram lampu. Syahdu sekali, sob. Hehehe. Gue sama Mbak Dhila naik becak menuju alun-alun kota Demak buat makan malam. Sesuatu banget. sesampainya di alun-alun, suasananya semi ramai. Ada beberapa penjual makanan yang masih beroperasi dan ada beberapa pembeli juga yang masih ingin melakukan transaksi. Mbak Dhila nawarin gue mau makan apa. ya terang aja gue bingung, man. Tapi gue ngelihat ada menu mie godok.
Yau, gue mesan mie godok sama es jeruk. Mbak Dhila juga mesan mie, tapi mie ayam kalau gak salah. Sambil menunggu pesanan, kami pun duduk lesehan di dekat warung itu sambil menikmati alun-alun yang mulai menuju sepi. Hhhh, penat terasa terbang menikmati tenangnya Demak di malam hari. Dan ini lah bedanya pedagang di Jawa dan di Kalimantan. Kalau di Kalimantan masih sangat jarang yang lesehan. Kalau di Jawa hampir semuanya menggunakan lesehan. Hhhmmm, mungkin karena di Kalimantan banyak hutan dan kayu makanya bisa sempat nyediain kursi, sedangkan di Jawa jarang ada hutan dan kayu, makanya tidak ada kursi, hahahaha . . . peace ya piiiisssss . . . hehehe. Becanda kok, mas . . . mbaakk . . . hee.
Pesanan kami, pun datang. Aroma mie godok mulai merasuk di rongga hidung gue. wah, santapan malam yang menghanyutkan. Alun-alun kota Demak menjadi saksi pelampiasan lapar gue yang berakhir setelah ditraktir mbak Dhila makan mie godok dan es jeruk. Hahaha. Tenangnya Demak begitu menelusuk ruang berpikir dan hati gue. yah, setelah menikmati ramainya Semarang, kini saatnya meneduhkan dengan Demak. Gue lahap menyantap mie godok Demak yang baru kali itu gue santap. Nikmaaattttt . . . sambil bercerita pengalaman gue selama di Malang, Nganjuk dan Semarang. Mbak Dhila begitu antusias menyimak cerita-cerita konyol gue di perjalanan, hahaha. Hingga akhirnya, dia bikin planning buat besok. Yup, planning ke Solo (yang ceritanya udah gue share di postingan yang lalu) dan tentu saja berkunjung ke masjid Demak.
Okeh, kita percepat. Sebelum gue menjadi sok-sok puitis.
Siang di Demak, Mbak Dhila nepatin janjinya. Yah, masjid Demak. Ya Allah  . . . . beberapa tahun silam gue masih baca cerita tentang Masjid Demak dari buku sejarah. Nggak nyangka banget gue. perasaan baru beberapa tahun silam, ketika gue masih berseragam putih biru, gue yang duduk paling belakang sambil setengah mengantuk berusaha menjawab pertanyaan dari guru sejarah gue tentang sejarah Islam di Jawa, dan salah satunya sejarah Masjid Demak. Subhanallah . . . ekspedisi Jawa kali ini . . . COMPLETE, GAN. PERTAMAX.
Nih, foto-fotonya, euy. Selamat menikmati dan sampai jumpa kembali di perjalanan alay berikutnya. Hahahah



 Demak adalah kota terakhir yang gue kunjungi saat itu.
thanks to Mbak Dhila beserta keluarga dan spesial thanks to Allah Sang Maha Indah, atas protekNya ke gue, juga buat Abah dan Mama . . . semangat walau hanya mendengar getaran suara kalian dan detak jantung kalian yang berdebar setelah mendengar anaknya ini sudah pulang dengan selamat dan sehat.
sampai jumpa di perjalanan alay berikutnya . . . .

Efek Revisi Laporan Akhir: "CRACKER CUP TO UP"


Cewek itu harus sakti memasak. Ooohhh, masalahnya titik bengek kehidupan gue selama 4 tahun terakhir ini sangat jauh dari dapur, panci, wajan, kompor, cobek dan sebangsanya. Memasak menjadi suatu kegiatan yang sangat LUX. Bahkan lebih lux jika dibandingkan dengan naik gunung (serius). Sudah berapa kali gue sama salah seorang rekan gue merencanakan kegiatan masak-memasak indoor. Tapi hanya sedikit rencana yang terwujud. Selebihnya . . . LOST.
Tapi sebagai cewek, ya gue nyadar lah bahwa suatu saat gue harus bisa mewarisi ketajaman indera penciuman Nenek gue pada bumbu-bumbu masakan dan mewarisi ketangkasan Emak gue dalam menggoreng, menumis, mengukus, membakar, menyayur dan kawan-kawan, bukan hanya mewarisi bakat Abah gue yang suka jalan dan jarang ada di rumah. Hahahah . . . (maafkan anakmu ini, Bah. Hheee)
Okai, tepat di hari yang seolah sedang menuduhku sebagai mahasiswa tingkat akhir yang tidak becus ngurusin laporan akhir, ketika tanda-tanda abstrak memenuhi Laporan Akhir gue, ketika gue terperangah mendapati laporan akhir hasil kerja keras gue sebulan terakhir ini berakhir secara menggenaskan dengan bacokan-bacokan tanda panah, tanda silang dan tanda tanya dari Dosen Pembimbing gue, ketika gue hanya bisa memandang secara pasrah keadaan laporan akhir gue yang udah kayak lukisan realis karya pelukis dunia, ya ketika itulah gue langsung belanja ke Omi, toserba yang ada di kampus gue. (target pelampiasan paling aman, dibandingkan gue malak orang). Lagian gue juga lagi kangen kebiasaan gue waktu jaman sekolahan dulu. Suka banget bikin gabin barandam pake gula. Senengnya tuh kalau dimakan keroyokan bareng kawan-kawan masa lugu gue, heheh . . . duduk-duduk santai di belakang rumah sambil memandang bintang dan makan gabin bareng teman-teman masa kecil . . . seandainya ada kesempatan seminggu aja gue balik ke masa lalu gue . . . (4l4y, wkwkwkw)
Di Omi gue beli tiga bahan yang bakal gue olah menjadi makanan yang sederhana tapi bernilai. Yah, ini efek setelah mendapat bimbingan dari Ibu Wangsih. Beliau mengatakan bahwa: “Karya kamu ini bukan karya yang spektakuler, tapi sebuah karya yang berharga dan bernilai.” Ujarnya sambil terus mencoret kata spektakuler yang gue tulis di LA gue. dan gue setuju dengan apa kata beliau, dan ini gue terapkan di menu gue kali ini. Mungkin menu yang bakal gue bikin ini bukan menu spektakuler, tapi menu ini sangat bernilai dan berharga.
Aassseekkkk . . . SUNDUL, GAN!!!
Okai, inilah bahan-bahan yang gue beli di Omi:



Nah, sekarang mari kita mainkan . . . .
Cara membuatnya sangat mudah dan tingkat kesulitannya pun nggak akan bikin lo nggak mandi selama seminggu. Karena ini disesuaikan dengan keadaan psikis maupun fisik dari si pembuat. Kalau saja cara pembuatannya rumit, maka ini akan berpengaruh pada keadaan otak dan saraf si pembuatnya. So, kita bikin se simple mungkin dan se rileks mungkin dalam membuat. Pokoknya . . . fun fun aja, okai. Hahahah . . . karena kan tujuannya adalah agar kita bisa terlihat enjoy dalam menerima kenyataan bahwa Laporan akhir ini harus segera direvisi secepatnya.
Kepingan cracker kita patahkan supaya bisa muat kalau dimasukkan di gelas. Sebenarnya bisa menggunakan mangkok atau piring. Seperti kebiasaan gue di rumah dengan menggunakan piring. Tapi itu kalau porsinya satu kompi, heheh. Kalau buat sendiri ya, cukup satu gelas. Kecuali kalau lo emang sanggup ngabisin jatah satu kompi, ya sok mangga . . .

Kepingan cracker yang udah patah-patah tadi diguyur dengan air panas, jadinya kayak gini.

Masukkan keju. Berhubung di barak gak ada parutan keju. Ya kita pake garpu aja, coy. terserah kalau lo pengen pake alat lain. Yang penting jangan pake samurai Cuma buat menghaluskan keju. Kalau ada kapak, ya silahkan pakai kapak. Wkwkwkw.

Next, campur dengan 1 sachet susu kental manis. Terserah lo mau susu rasa apa. bahkan kopi pun juga bisa. Asal jangan dicampur dengan MINYAK TANAH aja, wahahhaha . . . .

Jjjjjrrrrrreeeeeeeeeeeeeeennnnnnnnnnggggggggg . . . SUDAH JADI.
Setelah sukses dengan “NASI GORENG KUMAHA AING” sekarang kita punya menu andalan lagi yang nggak spektakuler tapi bernilai, yaitu “CRACKER CUP TO UP”.


Hahaha, karena menu ini akan meningkatkan semangat siapapun yang menyantapnya.
Oh ya, coy. menu kali ini pembuatannya memiliki filosofi. Coba perhatikan, cracker harus diberi air panas agar bisa larut dan menyatu bersama keju dan susu sehingga pada akhirnya menjadi makanan yang enak dan bergizi. Air panas itu bertindak sebagai tekanan, gan. Nah, tekanan itu sangat diperlukan untuk bisa menghasilkan sebuah menu yang enak dan bernutrisi seperti “CRACKER CUP TO UP” ini. Begitu juga dengan manusia, manusia juga harus diberi tekanan agar bisa menjadi pribadi yang berhasil. Layaknya gue yang emang harus dikasih tekanan berupa cercaan dari Dosen agar Laporan akhir gue bisa menjadi laporan akhir yang berkualitas. Mantaabbb . . .
Okai, sampai jumpa di petualangan alay berikutnya. Moment ini dipersembahkan oleh: Ceremix.
punteun ya, gue mau pasang koki yang bikin nih resep berkualitas . . . pas banget nih resep paling manjur, gue ciptain pas gue masih lugu dan polos kyak foto nyang di bawah nih, wahahah . . . ternyata orang yang masih pure itu bisa dengan mudah berkarya, Sob. makanya saat-saat pure itu menghasilkan karya berupa Cracker Cup To Up.
 hahah, kalau mau dicoba silahkan, kalau gak ya lo nikmatin aja nih foto-foto sampai air liur lo menetes, wkwkwkwk . . . . tapi kalau lihat hasil dari orang yang pernah makan ni menu ya hasilnya insya Allah kaya foto di atas . . . hahahaha . . . . (efek revisi LAPORAN AKHIR).
thanks to Allah Sang Maha Indah