Taraaaaaa .
. . . . ebussseeeyyyyttt, udah lama banget ya gue nggak ngadem di bawah pohon
yang rindang, yang disekelilingnya ada wifi gratis (style gue banget, tuh) atau
nongkrong di Bosa dari pagi sampe sore kala ada ijin pesiar keluar kampus,
wifian seharian sampe laptop gue panas, atau di lantai dua perpustakaan kampus
gue, duduk sampe pantat gue tepos, Cuma buat apa coba, apa coba??? Ya buat
blogging, mmmeeennnnn . . . . .
Jadi
ceritanya, karena kesibukkan gue sebagai seleb papan kropos, akhirnya
kesempatan mikir buat update blog gue tuh suseeeehhh. Lagian juga spesies blog
gue, kan khusus perjalanan paling kacau yang pernah dialami anak manusia dengan
tingkat kemampuan yang seadanya. So, mana bisa gue update blog gue yang
tersayang ini kalau gue nggak jalan-jalan. Tuh lah resiko jadi admin freelance
sebuah blog amatiran yang berkisah tentang perjalanan.
Okeh, gue
lagi curi-curi kesempatan nih buat duduk tenang sambil ngangkang dan mulai
mengingat-ingat kejadian-kejadian yang telah lewat. Dan ini gue lakuin malam
jumat di kala gerimis mencumbui aspal-aspal jalan. Aseeekkkk.
Langsung
aja, deh ya. Ini lagi-lagi soal solo trip. Pokoknya trip selain naik gunung,
insya Allah gue sanggupin buat solo trip. Hahahah. Lagipula ini bukan hanya
solo trip, tapi juga wajib trip. Trip wajib gue setiap minggu. Berhubung gue
setiap minggu pulang kampung, dan rute gue pulang kampung itu hampir sama
dengan trip keliling Kalsel. Ini juga bisa dikatakan sebagai trip yang nggak
disengaja.
21 Juli
2013, hari minggu kayak biasa gue bakal meluncur pagi-pagi dari kota Barabai ke
Banjarbaru, ngetrack rutin gue setiap minggu nih. Melakukan perjalanan maksimal
4 jam menuju kota penuh rejeki tempat gue kerja yaitu, Banjarbaru. Sebenarnya
gue jarang berhenti di jalan buat ngurangin rasa lelah. Buat gue itu hanya akan
memperlambat waktu sampenya gue ke tempat tujuan. Tapi, bos hari minggu kali
itu atmospernya cerah banget. Silau abis. Tangan dan kaki gue aja sampe belang,
coy.
Gue udah pasrah
aja, tuh. Sepanas kaya apa aja ya tetep gue mesti cepat nyampe kos-kosan gue
biar cepat istirahat juga. Nah, tadinya motor gue melaju dengan kecepatan
80km/jam, standar gue tuh, gan. Nggak ada niatan mau berhenti dan berhenti
sejenak buat nyari tempat berteduh dari panas lalu nyantai. Eeehhhh, pas gue
lewat di kawasan sawah-sawah yang namanya Pematang Surian yaitu sebuah daerah
persawahan yang termasuk dalam Kabupaten Banjar, kecepatan gue langsung gue
turunin jadi yang paling slow. Pokoknya yang tadi udah begaya kaya Pedrosa,
tiba-tiba aja langsung berubah kayak keong racun yang sedang keracunan.
Sseeeelllooooooowwwwww abeeesssss . . . . .
Gue terpana
dengan Pematang Surian yang sedang menguning kayak hamparan emas. Mana langit
lagi cerah-cerahnya di siang itu. Akhirnya warna biru cerah dan kuning yang
semarak telah menjadi kontroversi visualisasi yang menimbulkan halusinasi bagi
yang melihatnya. Termasuk waktu itu yang jadi korban adalah gue, yang sedang
mengalami kelabilan dahaga dan sikilisasi gue yang sedang mengalami konspirasi
ringan karena seharian ngetrack di jalur Barabai-Banjarbaru.
Akhirnya
gue parkir motor gue di pinggir jalan yang nggak jauh dari jalan setapak yang
membelah Pematang Surian. Gue masih pake helm waktu itu. Gue lupa naruh di jok
motor, saking semangatnya mau menjelajah di sawah-sawah di tanah Martapura ini.
Lo bisa bayangin deh coy, tiba-tiba gue ngerusak pemandangan sawah dengan
keberadaan helm gue yang masih tertancap pasti di kepala gue. jelas akan
kembali menimbulkan kontroversi alam raya ketika dimana-mana ada caping tapi
gue malah pake helm. Hahahahancoooorrr.
Sawah
sedang sepi. Gue hanya menemui seorang Bapak yang bernanung di bawah terpal
buatannya yang khusus dia buat untuk basecamp memanen padi. Bapak itu sedang
istirahat sambil ngerokok dan minum air putih dari botolnya. Ngelihat gue yang
dalam keadaan pake helm sambil cengar-cengir asem, ya pasti heran lah si Bapak.
Tapi Alhamdulillah gue nggak dikira sebagai mafia yang berniat untuk merampok
padi-padi Beliau.
Gue bilang
permisi mau foto. Ujung-ujungnya gue dikira anak kuliahan jurusan pertanian
yang lagi usaha nyelesain skripsi. Hahahahaha, Bapaknya belum tau kalau gue
seleb. Wkwkwkwwk.
Matahari
semakin tinggi. Pematang Surian makin panas, menyengat tapi cerahnya membiru
menguning dan terang sekali. Gue udah nggak peduli lagi dengan panas itu.
Soalnya pemandangannya oke banget, coy. Pematang Surian hari ini, siang ini
adalah pemandangan yang jarang-jarang.com. biasanya kalau gue mau ke Banjarbaru
lewat nih, tempat nggak pake acara ngetem kayak gini.
Setelah
dari Bapak tadi, kita masih di Pematang Surian dan menemui satu orang Ibu yang
lagi asik motong padi. Alhamdulillah ibunya ramah dan welcome sama gue. artinya,
nggak ada adegan ngacung-ngacungin ani-ani ke muka gue lah. Hehehhe. Pokoknya
si Ibu benar-benar baik banget. Di sela sibuk dan lelahnya motong padi, dan
beliau juga lagi puasa sodara-sodara. Eehhh, kayaknya itu bertepatan dengan
nisfu saban apa ya??? Gue lupa. Hehehe.
Tapi asli
si Ibu ramah banget. Gue bilang sama si Ibu . . . . . .
“Bu aku
pinjam topinya.”
“Iya pakai
aja.”
“Bu aku
pinjam ani-aninya.”
“Iya pakai
aja.”
“Bu aku
pegang padinya ya.”
“Iya nggak
papa.”
“Bu aku
foto ya.”
“Hehehehe.”
“Bu tolong
fotoin aku yaa.”
Ibunya
langsung bengong, heheheheh. Untung aja kamera gue adalah kamera yang
diadaptasi dari hape X2, yang tinggal pencet tombol tengah, dan Alhamdulillah .
. . . . Beliau bisa dengan mudah mengaplikasikan ilmu fotografi yang gue ajarin
secara kilat ke Beliau. Alhamdulillah, kalau nggak . . . . . ya foto-foto kece
badai yang sekarang lo lihatin ini mungkin nggak akan pernah ada.eh, sawahnya emang nggak kayak di Jawa berundak-undak. kan, Kalsel bukan daerah pegunungan jadi sawahnya datar-datar aja. tapi kalau udah panen dijamin nggak kalah sama di Jawa. ^_^
nah, ini nih yang diduga Pak Tani sebagai mahasiswa fakultas pertanian yang lagi ngurus skripsi. ckckckckckckckckck. hhmm, sebenarnya saya adalah mantan anggota pramuka yang nggak lulus ujian SKU, pak.
Sempat gue
kenalan sama si Ibu. Tapi gue sekarang lupa nama beliau. Heheheh *tepok jidat. tapi foto beliau masih ada, nih. ^_^
fotonya ibunya kurang kecil, ya???? heheeheh
Yang pasti
tuh hari capek gue hilang. Dan gue siap menempuh perjalanan yang tersisa
sedikit lagi. Puaaaaasssssss main di sawah yang sedang menguning itu.heheh.
Bulir itu
ranum hempaskan hidup kita. Semacam harap itu tumbuh lagi untuk esok hari.
Harap agar dapur harus tetap mengepul, hidup kita adalah mengasah parang agar
tetap tajam, bukan membuatnya tergeletak dan tumpul. Tajamkan, lah agar padi
ini bisa dipotong.
Yyeeaaahh,
perjalanan yang ini memang selintas sangat biasa. Nggak berada di mdpl tertentu
atau km yang sangat jauh. Perjalanan yang sangat sederhana tapi memiliki
spontanitas untuk mengenal lingkungan lebih dalam dan lebih jauh. Mengenal
lingkungan terdekat kita untuk lebih menyadarkan bahwa . . . . . kekayaan itu
ada di sekitar kita, asal kita mau menyadari.
Terima
kasih untuk Bapak dan Ibu yang bekerja keras untuk memotong padi di siang hari.
Semoga bisa bertemu lagi, ya. Dan special thanks untuk Allah yang maha Indah. Cerah
yang Dikau turunkan hari minggu itu, membuatku kepayang di sela-sela rumpun
padi yang kuning. Beri aku, dia dan mereka kekuatan untuk sekedar menjaganya. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar