Minggu, 06 Maret 2011

berpetualang ke Bukit Moko (GET A NEW PARADISE)







Yeeeaaahhh . . . akhirnya gua bisa juga nulis blog tentang buit Moko. Hhhhhmmmmm, kebetulan kampus gua lagi IB, alias izin bermalam. Kesempatan yang sangat langka buat angkatan gua, angatan XIX. Maklumlah, kami hidup saat masa di kampus gua sedang taat-taatnya pada norma-norma yang berlaku. Hehehehe . . . gak masalah, sih. Yang penting kita bisa menyesuaikan dengan kondisi dan situasi, maka semuanya akan aman-aman saja.
Okai, kembali ke Bukit Moko. Bersama seorang teman sekampus yang mau gua ajak ke Bukit Moko. Waktu sebelum IB gua udah ajak beberapa orang teman gua. tapi ternyata mereka punya acara masing-masing dan punya alasan masing-masing sehingga mengurungkan niat buat ikut gua ke Moko. Dan salah satu alasan kenapa mereka gak ikut adalah . . . karena rute perjalanan gua masih belum jelas. Secara gua baru tahu yang namanya Bukit Moko waktu baca artikel di Internet tentang wisata alam di Bandung.
Artikel itu bilang, Bukit Moko, bukit yang dari atasnya bisa lihat Bandung dari ujung sampe ke ujung lagi, letaknya di Cicaheum. Hahahaha . . . deket banget sama kampus gua. Cuma naik angkot dua kali . . . nyampe di Cicaheum. Mantab, Gan. Akhirnya gua putuskan IB kali ini gua harus ke sana. Tadinya gua pikir gua bakal berangkat sendiri, Alhamdulillah . . . ada Mbak Ria asal Mojokerto yang mau ikuti jejak gua.
Perjalanan di mulai pukul 08.30 pagi setelah sarapan gado-gado di dekat kostan. Setelah beli perlengkapan berupa batere dan chek mental . . . gua sama Mbak Ria langsung chaawww dengan angkot coklat yang mengarah ke tol Cileunyi. Dengan ongkos cepe rupiah, kita dah nyampe di Tol Cileunyi. Next, naik angkot jurusan Cicaheum. Naik angkot ijo ini, maka kita akan melewati Cibiru, Cicadas, dan Ujung Berung. Kurang lebih satu jam dan ongkos 5ribu perak . . . kita pun nyampe di Cicaheum.
Perjalanan selanjutnya, pake ojek Bro. hahaha, kita sempet bingung nyari pangkalan ojeg. Saking bingungnya karena tuh Caheum padatnya minta ampun (akhir pekan soalnya, man). Tapi kita gak nyerah bro . . .
Maklumlah, namanya juga mahasiswa perantau. Kagak punya motor pribadi. Lha wong motor kita pada markir di rumah, dan rumah kita jauh dari kampus. Tenang . . . itu bukan alasan rasional untuk patah dalam petualangan ini. Justru itulah seninya petualangan ini, gimana caranya kita bisa nyampe ke tempat yang indah, tempat tujuan kita . . . meskipun tanpa kelengkapan fasilitas. Pada posisi inilah . . . kita bisa buktikan siapa yang paling hebat. Wkwkwkwkw . . . gaya lo!!!!
Akhirnya dapet juga ojek. Setelah tawar menawar yang setengah maksa, kita pun berangkat. Perjalanan bersama ojeg kali ini agak konyol, pasalnya kan kita dapat dua ojeg. Yang satu ojegnya pake matic . . . sedangkan dari artikel yang gua baca, mending ke sananya jangan pake matic. Karena medannya cukup berat. Gua sempat protes ke Bapak yang sangat ramah itu. Tapi dia bilang
“gua sering ke sana, pake nih matic. Santai neng. Kalau gak nyampe ke sana . . . gak usah dibayar.” Hahahaha
Ojeg yang satunya lagi, yang ngebonceng Mbak Ria lebih konyol lagi. ojeknya adalah seorang Pak Polisi yang menurut informasi, beliau ngojek buat nambah penghasilan. Hhhhhmmmm, gaji pokok seorang Polisi kayaknya gak cukup, nih. Jadi inget Bapak gua . . . heheheh. Baru Pak Polisi itu ngojeknya pake . . . VESPA. Kwkwkwkwk . . . wedddaaaannnn . . .
Kita segera meluncur ke Caringin Tilu. Jalannya agak rusak, tapi gak terlalu parah. Jalan menuju ke atas banyak sekali didapati polisi tidur, tapi tetap aja ojek yang ngebonceng gua ngebut-ngebtan dan nyalip-nyalip orang, bahkan saking ngebutnya . . . vespa Pak Polisi ampe ketinggalan. Ckckckckc . . . kayaknya nih, Bapak dulunya bekas pengurus gank motor.
Sekitar lima belas menitan . . . nyampe di caringin tilu. Medan Cimenyan yang berbukit-bukit mulai nampak indah terlihat dari caringin tilu. Gua yang duluan nyampe ke Caringin Tilu. Sedangkan Mbak Ria dan Pak polisi masih mogok di jalan. Habis . . . yang dibawa vespa. Ada-ada aja, si Bapak. Akibatnya . . . Mbak Ria harus turun berkali-kali buat bantu dorong dan sekedar untuk mengrangi beban vespa agar bisa naik di tanjakan. Hahahaha . . . kapok!!
Uang dua puluh ribu perak keluar bat berdua ngebayar dat maut ojeg Bapak-bapak yang gokil pisan eta . . . wwkwkwkw. Untuk seterusnya, kita jalan kaki. Lumayan jauh dan melelahkan dan juga melelehkan. Karena hari itu cukup cerah, matahari sangat vulgar menampakkan cahayanya. Dan kita waktu itu lupa bawa bekal dan minuman. Lengkaplah . . .
Sepanjang perjalanan menuju ke Bukit Moko, kita disuguhi dengan bumi Parahyangan yang sangat elok. Gua bersyukur masih bisa ngelihat yang kayak beginian, dan masih sempat foto-foto pula. Hhhmmmm . . . indah. Gak rugi gua ke sini. Dalam perjalanan . . . kita nemuin rumah yang miring. Kita juga nemuin Ibu-Ibu yang lagi berkebun dan kita sempat ikut berkebun ngebantu mereka. Seru banget lah pokoknya . . .

Semakin ke atas, perjalanan semakin menanjak. Dari tempat Ibu-ibu yang sedang berkebun cabai, kita udah ditunjujin sama yang namanya Bukit Moko. Ternyata dikit lagi nyampe . . . hayooooo . . . kita semakin semangat menuju ke sana. Walaupun udah capek . . . tapi capek kita alihkan ke adegan foto-foto, biar gak terlalu capek.
Jalan kaki sekita dua puluh menitan dari tempat berkebun itu, akhirnya . . . meja dan kursi batu mulai terlihat di puncak sana. Ooohhh, itulah Bukit Moko. Kita segera mempercepat langkah untuk bisa sampai ke sana. Ayoooooo . . .
Dan . . . panorama itupun menjadi santapan kami di siang itu. Hhhmmm, waktu itu kita gak bawa duit banyak. Jadi yang kita pesan hanyalah minuman untuk menemani kami menikmati alam parahiyangan yang permai dari puncak Moko. Sebenarnya sih bisa mesan sepiring nasi atau pisang goreng keju bersama minuman dingin atau hangat. Tapi dengan catatan . . . kita pulang dari Puncak Moko ini menuju ke kampus . . . dengan JALAN KAKI. Wkwkwkwwk . . .
Kita pun mempertimbangkan, kita baru aja nanjak. Nanjaknya jalan kaki, bukan naek motor. Awalnya aja yang naik motor. Naik motornya juga pas di medan-medan yang gak terlalu sulit. Nah, giliran medannya sulit . . . kita malah jalan kaki. Otomatis tenaga lumayan banyak yang terkuras. Akhirnya kami putuskan untuk minum saja. Kocek gak memadai, kalau makan . . . hhhhmmmmm, dana yang dibutuhkan cukup besar. kalau makan saja, kita tetap butuh minum. Maka dari itu, kita pilih salah satu. Makan atau minum??
Pilihan yang tepat pada saat itu adalah . . . minum. Karena biaya yang digunakan untuk itu hanyalah untuk biaya minum. Beda kalau kita mesan makan, kalau makan maka kita harus minum dan biaya pun membengkak. Minuman pun di pesan. Mbak Ria mesan es coklat, sedangkan gua mesan bandrek van Daweung yang hangat. Hahahaha, gua yang paling gak nyambung. Panas-panas begini malah minum yang hangat. Soalnya tadi gua mikir, tenaga gua harus kembali lagi biar bisa menuntaskan perjalanan turun ke bawah dengan semangat sampe ke terminal Caheum.
Di ketinggian 1500mdpl menikmati hangatnya bandrek van daweung di suasana yang damai dan panas. Hhmmmm . . . sungguh tepat untuk melakukan pelarian. Hahahaha . . . sejauh mata memandang . . . dari ujung ke ujung . . . Parahyangan yang UTOPIA banget.
Setelah puas berfoto-foto menikmati perawannya tempat tersebut, kita pun pulang. Karena kita udah gak sabar pengen ke terminal Caheum dan ngambil uang lalu makan. Udah lapar banget, man . . . kita belum pada makan siang, nih.
Perjalanan menuruni Cimenyan dilakukan dengan cepat. Foto-foto mulai jarang, karena kita belum makan, hehehehe . . . sampai akhirnya kita disamperin sama tukang ojeg yang nawarin ojeg (ya iya lah nawarin ojeg, masa nawarin bala-bala??) akhirnya, kita naik ojeg itu dengan menggunakan dana penghabisan sebesar 15 ribu . . . kita naik motor bertiga sama Bapak ojeg yang dengan gigih nganterin kita sampe ke terminal Cicaheum. Hhh, mantab Gan.
Kita berasa naik roller coaster, bro. turunan yang sangat tajam, pake motor, bertiga pula . . . hohohooho . . . serasa main di TMII, hahahahaha . . . dan posisi gua adalah di sisi motor yang paling ujung alias posisi yang rawan jatuh . . . hahahaha gila juga. Seru lah pokoknya.
Next, nyampe di Cicaheum. Kita langsung jalan kaki kea rah kiri buat nyari ATM. Ngambil duit dan makan . . . setelah itu, pulang.
Sungguh indah, dan pengalaman yang gak bakal gua lupain. Sebelum gua tutup tulisan ini, ga mau persembahkan sebuah puisi dulu.

Sekarang . . .
Aku bisa pulang dengan tenang
Setelah melihatmu masih gagah terbentang

Aku titipkan kedamaianmu dan kebebasanmu padaNYA
Untuk dipersembahkan kepada orang-orang yang bebas membawa jiwanya dan masih mau mensyukuri anugrahNYA.
Jagalah bentang itu agar tetap utuh . . .
Tanpa tersentuh.
Hingga aku kembali lagi,
Tetaplah utuh

By: normasari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar