Minggu, 27 Mei 2012

Yang masih terpendam dalam “EKSPEDISI TANAH JAWA” episode Demak.


Masih dalam EKSPEDISI TANAH JAWA pas jaman Nindya Praja. ahahaha, masih terasa betapa serunya melakukan “penaklukan-penaklukan kecil” di tanah Jawa berbekal nekat dan rasa ingin tahu. Konyol, gila, bingung-bingung, stress di terminal, kelaparan, terkantuk-kantuk di bis, dimarahin kondektur pake bahasa Jawa, dibikin nyasar sama kenek, wuaaahhhh . . . asssssseeemmm dah, mana gue gak bisa bahasa Jawa . . . wkwkwkw, mana partner gue bahasa Jawanya setengah-setengah . . . heboh pokoknya.
Nah, ini sedikit cerita petualangan menyusuri tanah Jawa, yaitu dalam episode DEMAK.
Gue dari Semarang menuju Demak dengan menggunakan jasa ojeg. Ojeg??? Whattttt??? Ojeg??? Ya, ojeg. Kenapa harus motor ojeg, gan? Karena mobil milik Bapaknya Mbah Arshanti sedang mogok. Mogoknya di depan kuburan Belanda yang di Semarang pula, alamaaaakkk . . . firasat-firasat jelek mulai bermunculan. Sementara itu, di seberang jalan ada Bapak-bapak yang nawarin jasa ojeg ke Demak. Gue tadinya gak mau. Karena pasti mahal. Naik ojeg, gan. Bukan bis. Gue, sih maunya naik bis. Terus, kita nunggu. Nunggu gue ngambil keputusan. Dan Bapaknya Mbak Arshanti sudah memberikan gambaran mengenai suasana terminal Semarang kalau lagi malam. Apalagi itu udah mau malam banget sebenarnya. Soooo, gue pun luluh. Dan memutuskan untuk naik motor dari Semarang ke Demak.
Guys, gue udah hubungin Mbak Dhila. Temen sekampus gue yang tinggal di Demak. Mbak Dhila bilang kalau persiapan sudah dilakukan buat nyambut gue, oooooggghhh, gue benar-benar terharu tingkat akhirat waktu itu, hahaha. Emang temen gue yang satu ini temen yang bisa dikatakan sangat akrab di kampus. Hehehe, next gue pun naik motor menuju Demak dalam keadaan ngebut.
Lumayanlah, bisa menikmati jalan dari Semarang ke Demak dengan motor. Bapaknya pake ngebut lagi, soalnya Beliau takut kemalaman nanti pulangnya. Jadinya sepanjang jalan tuh isinya ngebut terus. Dan seperti biasa, ngobrol-ngobrol ngalur ngidul tentang Demak. Hehehe.
Perjalanan yang kurang dari 2 jam telah gue tempuh. Hawa kota Demak sudah bisa gue rasakan malam itu. Religious, mulai disambut dengan lampu-lampu di ruas jalan kota Demak. Lampu-lampu yang bertuliskan Asmaul Husna. Dari situ, Mbak Dhila kembali ngubungin gue.
“Norm, kalau udah nyampe di terminal Demak, langsung hubungin Dhila ya.” Begitulah bunyi SMS mbak Dhila yang langsung gue balas dengan kata “ya”. Ojeg udah mendarat di terminal Demak yang gelap dan sepi. Gue langsung SMS mbak Dhila dan memberitahukan kalau gue udah di terminal. Dan Mbak Dhila pun balas SMS gue dan mengatakan bahwa di sedang berada di depan sebuah warung makan khas Jawa yang letaknya nggak jauh dari terminal. Namanya gue lupa, so, gue bilang aja ke Bapak ojeg yang nganterin gue supaya dianterin ke depan rumah makan itu. Sesampainya di sana, pas gue tanya ke Bapaknya berapa uang yang mesti gue bayar, eeeehhhhh . . . Bapak nya malah bilang terserah. Hhooaaalaaahhhh, kalau gue kasih 500 perak, jadi juga kali ya . . . hahahaha. Yaaaahhh . . .
Dan pemirsa . . . rumah makannya ketemu dan langsung disambut sama Mbak Dhila dan Ibunya . . . hhoooaaaa . . . ibunya Mbak Dhila langsung bawain tas gue. yah, gue ngerasa nggak enak lah. gue pun nolak, tapi ibunya Mbak Dhila juga bersikeras untuk membawakan tas ransel gue. akhirnya gue pun pasrah membiarkan ransel gue dibawa sama Ibunya Mbak Dhila. Nah, Ibunya mbak Dhila pulang ke rumah bawa tas gue. sedangkan gue sama Mbak Dhila naik becak ke alun-alun kota Demak. Udah kerasa Demaknya pas Mbak Dhila ngajak ngomong Bapak tukang becak dengan bahasa Jawa. Wuuuaaaaaahhh, best moment banget. aseeekk.
Malam itu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Kota Demak sepi dan hanya ditingkahi oleh beberapa orang manusia, tukang becak dan temaram lampu. Syahdu sekali, sob. Hehehe. Gue sama Mbak Dhila naik becak menuju alun-alun kota Demak buat makan malam. Sesuatu banget. sesampainya di alun-alun, suasananya semi ramai. Ada beberapa penjual makanan yang masih beroperasi dan ada beberapa pembeli juga yang masih ingin melakukan transaksi. Mbak Dhila nawarin gue mau makan apa. ya terang aja gue bingung, man. Tapi gue ngelihat ada menu mie godok.
Yau, gue mesan mie godok sama es jeruk. Mbak Dhila juga mesan mie, tapi mie ayam kalau gak salah. Sambil menunggu pesanan, kami pun duduk lesehan di dekat warung itu sambil menikmati alun-alun yang mulai menuju sepi. Hhhh, penat terasa terbang menikmati tenangnya Demak di malam hari. Dan ini lah bedanya pedagang di Jawa dan di Kalimantan. Kalau di Kalimantan masih sangat jarang yang lesehan. Kalau di Jawa hampir semuanya menggunakan lesehan. Hhhmmm, mungkin karena di Kalimantan banyak hutan dan kayu makanya bisa sempat nyediain kursi, sedangkan di Jawa jarang ada hutan dan kayu, makanya tidak ada kursi, hahahaha . . . peace ya piiiisssss . . . hehehe. Becanda kok, mas . . . mbaakk . . . hee.
Pesanan kami, pun datang. Aroma mie godok mulai merasuk di rongga hidung gue. wah, santapan malam yang menghanyutkan. Alun-alun kota Demak menjadi saksi pelampiasan lapar gue yang berakhir setelah ditraktir mbak Dhila makan mie godok dan es jeruk. Hahaha. Tenangnya Demak begitu menelusuk ruang berpikir dan hati gue. yah, setelah menikmati ramainya Semarang, kini saatnya meneduhkan dengan Demak. Gue lahap menyantap mie godok Demak yang baru kali itu gue santap. Nikmaaattttt . . . sambil bercerita pengalaman gue selama di Malang, Nganjuk dan Semarang. Mbak Dhila begitu antusias menyimak cerita-cerita konyol gue di perjalanan, hahaha. Hingga akhirnya, dia bikin planning buat besok. Yup, planning ke Solo (yang ceritanya udah gue share di postingan yang lalu) dan tentu saja berkunjung ke masjid Demak.
Okeh, kita percepat. Sebelum gue menjadi sok-sok puitis.
Siang di Demak, Mbak Dhila nepatin janjinya. Yah, masjid Demak. Ya Allah  . . . . beberapa tahun silam gue masih baca cerita tentang Masjid Demak dari buku sejarah. Nggak nyangka banget gue. perasaan baru beberapa tahun silam, ketika gue masih berseragam putih biru, gue yang duduk paling belakang sambil setengah mengantuk berusaha menjawab pertanyaan dari guru sejarah gue tentang sejarah Islam di Jawa, dan salah satunya sejarah Masjid Demak. Subhanallah . . . ekspedisi Jawa kali ini . . . COMPLETE, GAN. PERTAMAX.
Nih, foto-fotonya, euy. Selamat menikmati dan sampai jumpa kembali di perjalanan alay berikutnya. Hahahah



 Demak adalah kota terakhir yang gue kunjungi saat itu.
thanks to Mbak Dhila beserta keluarga dan spesial thanks to Allah Sang Maha Indah, atas protekNya ke gue, juga buat Abah dan Mama . . . semangat walau hanya mendengar getaran suara kalian dan detak jantung kalian yang berdebar setelah mendengar anaknya ini sudah pulang dengan selamat dan sehat.
sampai jumpa di perjalanan alay berikutnya . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar