28 Juni 2012
teruslah bernyanyi, nyanyikan lagu apa saja yang bisa buatmu
tertawa-tawa sendiri. sampai patah tulangmu, sampai habis terbakar
dagingmu, sampai kau telan racun, sampai tak kau temukan lagi rima
hidupmu, sampai alam lumpuhkan kebusukanmu, sampai doamu tidak lagi
terlalu pelan untuk didengarNYA. (dalam kesahajaan subuh seorang sahabat, kala tempat ini kita lewati bersama, beton putih dan genteng merah yang membentengi lembah gagah, lembah Manglayang, lembah pendidikan, kampus merah putih, IPDN.) 02.44 WIB sabtu Jatinangor
Menurut
gue ini lebih dari sekedar summit attack, ini lebih sadis. Yah, lebih
melelahkan juga kayaknya. Hari kamis gue dapat giliran paling akhir untuk sidang.
Paling terakhir itu sekitar pukul 15.00 sore. Sebenarnya gue udah gak terlalu peduli
dengan sidang dan Laporan Akhir gue. Suer, kali ini gue pun heran kenapa bisa
secuek ini dengan yang namanya Laporan Akhir. Yang ada dalam pikiran gue
adalah, Abah dan Mama gue bisa segera nyampe dengan selamat ke Jatinangor pada
tanggal 13 Juli 2012 dan kita bisa pulang bareng tanggal 20 Juli 2012.
Otomatis, itu saja yang gue pengen. Soal lulus dengan pujian, revisi, predikat
memuaskan, buat gue udah ga penting. Heeehehe [jangan kecewa, ya].
Beda
banget sama jaman dulu waktu masih pake seragam putih biru maupun putih
abu-abu. Obsesi buat jadi juara umum itu selalu terpatri di hati. Target buat
bisa ngalahin sang juara pertama itu selalu tegak berdiri di otak gue, dan
dengan kerja keras dan sepenuh hati akhirnya itu bisa gue lakukan pas gue masih
SMP. Dan buat gue itu rekor atau kalau mau yang lebih lebay, barangkali moment
itu bisa dikatakan sebagai sejarah. Ketika Mama gue dipanggil sama Pak Kepala
sekolah buat dampingin gue maju sebagai 5 besar. Ahahaha, itu dulu.
Entah
apa yang terjadi dengan settingan otak gue sekarang. Mimpi dan ambisi gue udah
berubah arah. Semenjak sebuah teori yang gue buat sendiri bahwa “NILAI SUDAH
TIDAK MENCERMINKAN SEBUAH NILAI” nilai yang hakiki ternyata bukan berwujud
angka, nilai yang hakiki gak lah terkalkulasikan, nilai yang hakiki itu lebih
dari sekedar nominal. Mungkin doktrin gue yang gue suntikkan sendiri ke otak
gue itu lah yang mengubah jalur yang gue pilih, jalur tersebut gue sebut “JALUR
EPEN-EPEN” yup, epen dengan nilai-nilai yang berbau angka. 4 tahun gue pegang
itu, hehehe . . . kalau Abah gue tau, mungkin gue bakal cuci otak kali ya,
hahhah. Maafkan anakmu ini Bah.
Tanggal
28 Juni 2012 itu gue jalani dengan epen dan sangat santai. Walaupun pada
awalnya tangan gue dingin kayak di gunung, hehhe. Tapi gue rasa ini harus gue
jalani sebagai ikhtiar gue. Secueknya gue terhadap semua ketentuan ini, yang
tanggal 28 Juni ini tetap harus gue jalani semampu gue. Walaupun gue akui bahwa
gue menjalaninya dengan setengah hati, dan separuh hati gue sudah hinggap ke
titik 0 dan bayangan gue tentang kehadiran Abah dan Mama gue di hari H itu.
Aaaahhh, benar-benar gak maksimal, hehhe. Harap maklum ya jamaah . . . hahhah
Tapi
akhirnya, BERES! Ibu Dyah yang ngebantai gue dengan rentetan pertanyaan yang
menyudutkan dan membuat gue seperti sedang ditelanjangi, tapi semua terlihat
tetap begitu tenang ketika gue ngelihat wajah Pak Kalatiku yang selalu
tersenyum, senyum yang sedang berusaha menenangkan anak bimbingannya yang
dijatuhi racun pelumpuh mental, dan ketika Pak Teuku, Dosen lulusan salah satu
Universitas di Australi yang stylenya mirip-mirip anak band Inggris jaman dulu
melayangkan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan, tapi semua Nampak
adem-adem saja ketika melihat Pak Syaifulloh sebagai Ketua Dosen penguji tetap
menampakkan wajah cool ke gue, seolah berkata “Tenang, Nak. Semuanya akan
baik-baik saja.” Alhamdulillah . . . semua itu telah terlewati walaupun dengan
sedikit perbaikan.
Sore itu seperti
sedang menghirup angin yang sedang segar-segarnya. Rasa lega mengalir ke seluruh
tubuh karena ujian komprehensif telah selesai dilaksanakan. Terima kasih ya
Allah . . . memang gak ada yang mudah untuk sesuatu yang indah. Buat gue ujian
komprehensif ini juga sebagai ujian mental, dan justru di luar ujian mentalnya
akan lebih sadis daripada yang ini, lebih gila dan lebih pedih, dan di luar
sana kita bakal sangat jarang menggunakan teori, kita bakal lebih sering
menggunakan seni. Assseeekkkk . . . .
Syukur
Alhamdulillah, tanggal 28 Juni dapat dilewati dengan sangat mengesankan. Apalagi
pas gue dan dua orang rekan gue Tuti dari Gorontalo dan Mas Bekti dari Rembang
harus gercep bikin surat ijin keluar demi ngedapetin tanda tangan Bu Dyah yang
saat itu sedang berada di hotel Jatinangor dan Beliau udah mau berangkat ke
Mataram besoknya, wwaaaa . . . surat ijin yang salah format itu akhirnya
disetujui oleh Pak Kepala Bagian Pengasuhan. Sesuatu banget, syukur
Alhamdulillah . . .
Pada
akhirnya, gue dan dua orang rekan gue keluar kampus dan sukses mendapatkan
tanda tangan Bu Dyah. Hahahaha, malam itu ditutup dengan sepiring nasi goreng
di kedai Indra dekat Griya Jatinangor. Maklum . . . kelaparan, euy.
Jumat 29 Juni 2012
Tadinya
gue berpikir hari ini hanya akan mendapatkan satu tanda tangan, yaitu tanda
tangan Pak Teuku Hamzah, Dosen lulusan Australi yang gue certain sekilas di
atas. Nah, Beliau ini sangat gue dan rekan-rekan gue tunggu sedari pagi. Kita
baru dapat sekitar pukul 10 pagi di kelas Karangasem. Saat itu dia bilang kalau
hari ini sudah mau pulang ke Jakarta. Jadilah pada hari itu Beliau harus
menandatangani puluhan lembar kertas jeruk yang berjudul lembar pengesahan.
Hahaha, makasih banyak ya Pak dan maaf udah ngerepotin.
Ternyata,
Pak Kalatiku dan Bu Wangsing selaku Dosen Pembimbing juga membuka kesempatan
bagi anak-anak bimbingannya yang sudah selesai sidang. Alhamdulillah . . .
lagi-lagi ini adalah anugrah yang sesuatu banget dan sangat mengharukan.
Jadilah pada hari itu, kertas lembar pengesahan gue dan lembar persetujuan gue
tinggal menyisakan satu dosen lagi, yaitu Pak Syaifulloh, Bapak yang paling
baik. Niatnya besok aja gue minta tanda tangan Beliau, ketika revisi gue udah
jadi. Tapi pas gue nunggu dan revisi di perpustakaan, gue dapat kabar dari Mas
Bekti. Dia bilang Pak Syaifulloh ada di kelas Pajajaran. Tanpa buang waktu
lagi, gue langsung merapat ke sana. Sesampainya di sana, kelas Pajajaran hanya
dihuni oleh Bu Rini, Dosen yang berdarah Sunda dan sangat suka sekali
menggunakan bahasa Inggris dan tentu saja yang paling mencolok, Beliau suka
sekali pake high hells (bener ga tulisannya?). langsung gue telpon Mas Bekti.
Dia bilang Pak Syaifulloh ada di Fakultas. Detik itu juga gue langsung pergi ke
Fakultas yang jaraknya sekitar 300 meter dari Blok Kulas kuliah.
Sesuatu
banget, di saat gue mau memasuki Fakultas, gue lihat Pak Syaifulloh baru saja
keluar dari Fakultas lewat pintu samping. Tanpa babibu gue segera kejar Beliau
dengan membawa map batik yang berisi lembar persetujuan dan pengesahan.
HAJAAAARRRR . . .
Beliau
udah mau pulang, gue diarahkan Beliau untuk ke mobilnya. Akhirnya Beliau duduk
di beton blok dari semen dengan beralaskan sebuah jilidan kertas, Subhanallah .
. . itu dia lakukan demi membubuhkan tanda tangan buat gue . . . maafkan anak
bimbinganmu ini, Pak . . . hiks hiks hiks, terharu. Sambil bertanya-tanya tentang
tanah kelahiran gue dan asal muasal gue, lembar pengesahan dan persetujuan puny
ague akhirnya sudah selesai ditandatangani, dan tanda tangan Beliau adalah
tanda tangan pamungkas untuk babak ini. Syukur Alhamdulillah . . . puji syukur
ya Allah . . .
Sore
itu ditutup dengan sebotol teh Walini yang gue nikmatin bareng seorang temen
yang pada hari itu juga sudah menuntaskan lembar pengesahannya. Sore itu begitu
indah, sesuatu yang gak terencana ternyata telah terjadi. Padahal sebelumnya,
gue bisa dapat tanda tangan Pak Teuku aja sudah syukur banget, ternyata semua
Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji udah selesai hari itu juga. Alhamdulillah .
. .
Dengan
demikian, tinggal revisi saja lagi yang harus dibereskan. Insya Allah revisi
udah selesai hari senin. Amin amin amin . . . semoga semuanya berkah.
Terima
kasih untuk Allah Sang Maha Indah, untuk Abah dan Mama juga Nenek dan Kakak
plus Ikram yang selalu menyabdakan nama gue di setiap doa-doa. Terima kasih
untuk Pak Kalatiku, Bu Wangsih, Pak Syaifulloh, Bu Dyah, dan Pak Teuku atas
tempaan dan pelatihan mental yang sangat bernilai buat gue. Mungkin balasan
dari saya gak seberapa, tapi saya yakin Allah akan membalas kebersahajaan Bapak
dan Ibu sekalian dalam membimbing saya dengan balasan yang lebih indah. Amin amin
amin ya Rabb. Buat Rekan-rekan seperjuangan terutama Mas Bekti dan Tuti, hehehe
. . . jangan pada kapok yee, ahahha. Buat adek-adek dan rekan-rekan seangkatan
yang kemarin sengaja datang saat gue sedang diuji pengetahuan dan mental,
makasih banyak banget lah, sukses buat kalian semua. juga buat sahabat gue,
sahabat gue yang paling berani, sahabat sekaligus Guru buat gue, makasih banyak
udah meluangkan waktu cuma buat lihat gue sidang. Untuk semua yang baca nih,
tulisan dan udah mendoakan, hahaha, thanks banget ya semuanya.
"PADA AKHIRNYA, KITA GAK AKAN TERLALU MENGGUNAKAN TEORI DILAPANGAN NANTI. JUSTRU KITA AKAN LEBIH MENGGUNAKAN SENI." (Norma:2012)
Sampai jumpa
di petualangan alay berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar