Jumat, 03 Agustus 2012

Bubur Sumsum Ala Barak Aceh Bawah


Masih ingat gimana hebohnya pembuatan Laporan Akhir. Subhanallah . . . jungkir balik karena revisi yang seakan-akan gak berkesudahan. Sampai hati dan otak ini bertanya-tanya, kapan nih, LA bereeesssss???? Berjuta serangan, dari aksara-aksara nan abstrak, tanda-tanda dan symbol-simbol yang udah kayak sandi, sampai kayaknya kita butuh banget buku panduan memahami primbon dan bentuk-bentuk alam agar bisa paham artinya, pasalnya . . . tulisan Dosen tuh, kayak lukisan realisnya para pelukis Yunani di jaman ulat Phyton, wkwkwkwkwkw . . . . PARAHHHH!!!!

GALAU udah jadi makanan sehari-hari. Dilematis banget, kompleks, rumit, kayak perawan dipaksan kawinan, ahahahah. Pokoknya babaliyut lah, dan seperti biasa . . . kejemuan selalu menghampiri mahasiswa tingkat akhir yang sedang menggarap sawah Bapaknya, hehhehe . . . ya menggarap Laporan Akhirnya lah, broer. Berbagai upaya dilakukan untuk mengusir jemu. Walaupun sebetulnya kita harus tetap fokus pada tujuan kita, yaitu menyelesaikan Laporan Akhir. Karena semakin cepat selesai, nih LA semakin cepat lulus dan semakin cepat juga pulang kampung. Hhhhhh, udah kangen banget sama suasana rumah.

Nah, di tengah kegalauan tersebut, muncullah inisiatif yang sangat jenius dan brilliant dari seorang kawan satu barak. Pas banget, ide tersebut didukung dengan adanya peralatan yang mendukung dan bahan-bahan yang memang sengaja disiapkan untuk menjalankan ide tersebut. Tepat di hari kamis, kita laksanakan ide tersebut. Pas banget, jadwalnya lagi puasa. Jadi ada kegiatan buat ngabuburit. Perkenalkan dulu, nih bahan-bahannya.

 



TKPnya di ruang belajar barak gue, lebih tepatnya di meja belajar milik Ulfa, temen gue asal Cimahi tapi ngerti bahasa Minang, hehehe. meja belajar inilah yang menjadi ranah eksperimental bikin bubur sumsum. meja belajar merangkap dapur. ada kompor listrik juga. maklum lah, udah tingkat 4 jadi barak nggak terlalu dicek. jadi boleh lah kita coba bawa kompor ke barak. hahaha . . .

Okeh, kita mulai, coy. Mulai dari mengiris gula merah. Gak ada talenan, kertas pun jadi, paling juga rasanya ada rasa kertas dikit, tapi itu bagian dari variasi, man. Hahahaha . . . 


Next, rebus air sama daun pandan, biar assoooyyyy aromanya, coy. Sebenarnya bisa juga ngerebus airnya pake kembang tujuh rupa, bunga kenanga atau bunga melati. Karena dengan begitu baunya akan lebih khas dan kuat. Hahahah . . . mulai gila.

Rebusan air dan pandan tadi dicampur sama gula merah.


Dilanjutkan dengan mempersatukan tepung rose brand, santan dan garam. Semoga mix, ya. 


Diaduk sampe berubah bentuk jadi bubur. 


Naaaahhhh, hitungan menit udah mau adzan magrib. Sempat lah kami nongkrong dulu di aquarium dan beres-beres.
Alhamdulillahhhh . . . berbuka puasa dengan bubur sum-sum dengan kawan sebarak. Moment-moment terakhir di barak emang harus lebih sering dinikmati, terutama kebersamaannya yang akan sangat dirindukan kelak.


Thanks buat Ulfa (Cimahi), Mbak Lisa (Demak), Teh Nenden (Cimahi) dan untuk Allah Sang Maha Indah. Sampai jumpa di petualangan alay berikutnya.

1 komentar:

  1. hahaha.. ada2 ja kalian...
    enak gak tuh bubur sumsumnya.. :P

    tp kami lebih seru lg norma..
    kami goreng ayam, rebus ubi, goreng ikan dalam ricecooker tp sayang gambarnya tdk diabadikan..

    dan parahnya lg bakar roti lewat setrikaaa.. haha kebayang tuh rasanya.. hahaha

    BalasHapus