Kamis, 02 Agustus 2012

Kue, Eksekutor Kelumpuhan Kearifan Lokal

Sesuai dengan yang pernah gue janjikan dengan seorang teman kampus yang berinisial A, sebut saja Andilau. Gue bakal nulis blog lagi tapi yang edisi Ramadhon. Dan juga sesuai dengan hasil percakapan santai antara gue dengan seorang teman sekampus gue yang berinisial M, sebut saja Mendy more yang mana pembicaraan kami waktu itu adalah tentang 41 macam kue yang ada di Kalsel.

41 macam???? Apa aja tuh??? Gue juga nggak tau apa aja. Seumur hidup gue nggak pernah lihat itu kue yang terkumpul dalam 41 macam jenis kue tradisional Banjar. Maklum . . . kerjaannya makan terus dan gak mikir itu kue apaan, PARAH wakakakaka. Tapi kali ini gue nggak ngangkat soal 41 macamnya tapi lebih cenderung kepada . . . masa depannya. Okai, kembali kita siapkan pena, kamera dan tanpa kertas
Suatu hal yang memilukan, sengaja gue pakai kata memilukan supaya lebih mendramatisir, karena kalau nggak mendramatisir, kesadaran itu akan tetap statis, gak ada perubahan coy. Menjadi suatu hal yang memilukan, ketika kita sebagai generasi muda malah lebih tau makanan khas orang-orang bule ketimbang makanan tradisional sendiri. Studi kasus untuk kawasan kalsel Barabai saja, sering banget kita jumpai makanan-makanan dan kue-kue modern yang lebih mendominasi. Itu baru kawasan yang bisa disebut sebagai kawasan udik bin katro yang cukup jauh dari jangkauan modernisasi. Gimana dengan di kota-kota besar?

Salut buat para Ibu-ibu dan Bapak-bapak dan juga saudara-saudari yang masih eksis membuat dan menjajakan kudapan tradisional yang asli warisan jaman dulu. Padahal sudah banyak para penjual yang banting setir dan berpindah untuk membuat dan menjual kue-kue modern semacam kue tart dan aneka variasinya. Sementara kue-kue tradisional sudah makin tergusur. Terbukti, di wilayah Kalsel, khusunya di Hulu Sungai Tengah, kue tradisional semacam Kalalapon dan Kikicak tempat penjualannya adalah pada meja kecil dan meja itu letaknya di dekat meja besar tempat penjualan kue-kue modern tapi lebih ke bawah, karena meja untuk kue-kue tradisional itu sudah ukurannya kecil, tinggiinya hanya sepaha orang dewasa. Sedangkan meja untuk kue-kue modern tingginya sepinggang. Waaaahhhh . . .

Ada dua option untuk menyikapi fenomena ini. Yang pertama adalah, kue-kue tradisional masi punya tempat di masyarakat tapi tempatnya itu “khusus”, ya lo lihat sendiri lah gimana lay out buat kue-kue tradisional, berada pada meja yang lebih kecil dan lebih pendek. Yang ke dua adalah yang paling buruk, bahwa kue-kue tradisional emang udah benar-benar digeser oleh kue-kue pendatang, sama sekali nggak ada tempat buat kue-kue tradisional. padahal kue tradisional adalah sebuah kearifan lokal yang bernilai, karena melalui kue itulah sebuah jiwa kekeluargaan pada suku Banjar tercermin dan hidup di lingkungannya sendiri.

Terjadilah deskriminasi pada kue-kue tersebut. Tapi ini belum terlampau parah. Adanya kue-kue tradisional di pasar, itu mendandakan bahwa kue-kue tersebut masih punya tempat di hati masyarakat. So, ini semua tergantung dari konsumen. Bisa nggaknya kue-kue tradisional kebanggaan kita itu bertahan adalah tergantung dari masyarakat. Produsen hanyalah sebagai pengikut kebutuhan masyarakat. Jarang sekali pembuat kue-kue tradisional yang masih mau bertahan dengan keidealisannya untuk mempertahankan eksistensi kue tradisional. Karena biar bagaimanapun, kita tetap membutuhkan “sesuatu” untuk bertahan hidup.
Nasib kue-kue tradisional yang waktu kita masih kecil selalu disediakan oleh Nenek kita dan dibeli oleh Kakek kita, katakana lah sedang terancam. Ya, ini masalah serius. jangan mikir Cuma masalah tempe tahu aja yang bakal punah, kalau kue-kue tradisional juga punah, maka itu berarti kita sudah kehilangan warisan zaman yang sangat berharga.

this is LAMANG, hahah . . .


yang ini kue tradisional yang paling populer, Kalalapon dan Kikicak. yang paling ujung namanya . . . Wadai Patah.

Kue pendatang yang mulai menggeser kedudukan kue pribumi . . .
 

Called this . . . AMPARAN TATAK

Kue Bingka, sering diplesetin sama orang-orang jadi Bingkarungan. hahahaha
  inilah persaingan itu. ketika kue tradisional harus bersanding dengan kue zaman sekarang. come on . . . pray for Bingka dan kalalapon, hehehe . . .

okai, coy. sekian dulu Blog edisi Romadhon kita. lain waktu kita sambung lagi dengan teman yang baru . . . hehehe . .  .  *ngiler-ngiler dah lo lihat tuh foto-foto. selamat berpuasa, ya . . . guys . . .
sampai jumpa di petualangan alay berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar